PPDB: Perubahan Ke Depan?
Senin, 22 Juli 2024 - 15:25 WIB
Terjadinya kasus-kasus tersebut juga diakui oleh pihak pemerintah melalui kementerian pendidikan, kebudayaan, riset dan teknologi. Diungkapkan terdapat temuan pada setiap jalur. Untuk jalur zonasi, terjadi manipulasi dokumen kartu keluarga dengan modus pemalsuan, pindah sementara, pindah ke lokasi fiktif, atau menitip KK orang lain.
Jalur afirmasi yaitu terjadinya peningkatan jumlah pendaftar jalur afirmasi dengan data siswa miskin yang tidak tepat sasaran, sehingga mengurangi jatah siswa miskin yang sebenarnya. Jalur perpindahan orang tua, yaitu diskriminasi karena hanya mengkhususkan (anak-anak dari) ASN dan BUMN. Sedangkan jalur prestasi berupa manipulasi dokumen, seperti sertifikat kejuaraan palsu, diskriminasi terhadap calon peserta didik dengan memasukkan nilai hafalan/tahfiz Al-Qur'an, serta manipulasi nilai rapor.
Perubahan Ke Depan
Apabila dicermati, inti terjadinya kasus dalam PPDB terkait kesan adanya “sekolah favorit atau sekolah unggulan”. Mengapa? Para orang tua memahami bahwa untuk dapat melanjutkan ke jenjang pendidikan lebih tinggi, identitas sekolah asal akan menjadi pertimbangan diterima tidaknya di jenjang berikutnya.
Ini termasuk bagi lulusan sekolah menengah atas untuk dapat melanjutkan ke perguruan tinggi dengan kredibilitas tertentu. Data dari tahun ke tahun menjadi bukti dan label di masyarakat bahwa lulusan sekolah “X” atau “Y” dijamin akan diterima di perguruan tinggi negeri “A” atau “B”.
Ke depan mungkin perlu ada pertimbangan dan keberanian baru dari pihak yang memiliki kewenangan. Misalnya, kalau terkait pemerataan, apakah ada keberanian untuk memindahkan pimpinan sekolah yang dianggap favorit dan unggulan untuk memimpin sekolah yang dianggap tidak favorit? Hal yang sama juga dilakukan terhadap guru-gurunya. Rapor Pendidikan atau Asesmen Nasional dapat dijadikan rujukan untuk memastikan mutu sekolah.
Prestasi peserta didik di sekolah favorit atau unggulan bisa saja bukan karena kinerja guru-guru, tetapi adanya dukungan orang tua untuk memberikan tambahan bimbingan belajar di luar jam sekolah. Ini menguntungkan bagi peserta didik yang secara ekonomi memiliki kemampuan membayar biaya tersebut.
Tetapi bagaimana dengan anak-anak afirmasi dengan dukungan ekonomi yang kurang, yang kemungkinan berada satu kelas dengan anak-anak yang memiliki dukungan ekonomi kuat? Apakah kemudian dibuat keputusan atas nama keadilan yaitu anak-anak afirmasi disatukan dalam satu kelas?
Jalur afirmasi yaitu terjadinya peningkatan jumlah pendaftar jalur afirmasi dengan data siswa miskin yang tidak tepat sasaran, sehingga mengurangi jatah siswa miskin yang sebenarnya. Jalur perpindahan orang tua, yaitu diskriminasi karena hanya mengkhususkan (anak-anak dari) ASN dan BUMN. Sedangkan jalur prestasi berupa manipulasi dokumen, seperti sertifikat kejuaraan palsu, diskriminasi terhadap calon peserta didik dengan memasukkan nilai hafalan/tahfiz Al-Qur'an, serta manipulasi nilai rapor.
Perubahan Ke Depan
Apabila dicermati, inti terjadinya kasus dalam PPDB terkait kesan adanya “sekolah favorit atau sekolah unggulan”. Mengapa? Para orang tua memahami bahwa untuk dapat melanjutkan ke jenjang pendidikan lebih tinggi, identitas sekolah asal akan menjadi pertimbangan diterima tidaknya di jenjang berikutnya.
Ini termasuk bagi lulusan sekolah menengah atas untuk dapat melanjutkan ke perguruan tinggi dengan kredibilitas tertentu. Data dari tahun ke tahun menjadi bukti dan label di masyarakat bahwa lulusan sekolah “X” atau “Y” dijamin akan diterima di perguruan tinggi negeri “A” atau “B”.
Ke depan mungkin perlu ada pertimbangan dan keberanian baru dari pihak yang memiliki kewenangan. Misalnya, kalau terkait pemerataan, apakah ada keberanian untuk memindahkan pimpinan sekolah yang dianggap favorit dan unggulan untuk memimpin sekolah yang dianggap tidak favorit? Hal yang sama juga dilakukan terhadap guru-gurunya. Rapor Pendidikan atau Asesmen Nasional dapat dijadikan rujukan untuk memastikan mutu sekolah.
Prestasi peserta didik di sekolah favorit atau unggulan bisa saja bukan karena kinerja guru-guru, tetapi adanya dukungan orang tua untuk memberikan tambahan bimbingan belajar di luar jam sekolah. Ini menguntungkan bagi peserta didik yang secara ekonomi memiliki kemampuan membayar biaya tersebut.
Tetapi bagaimana dengan anak-anak afirmasi dengan dukungan ekonomi yang kurang, yang kemungkinan berada satu kelas dengan anak-anak yang memiliki dukungan ekonomi kuat? Apakah kemudian dibuat keputusan atas nama keadilan yaitu anak-anak afirmasi disatukan dalam satu kelas?
(wur)
Lihat Juga :
tulis komentar anda