Penguatan Pertahanan Siber sebagai Daya Tangkal Peretasan PDN
Jum'at, 05 Juli 2024 - 10:48 WIB
Merebaknya dampak negatif dalam skala yang luas dan menyerang objek vital dapat mengancam pertahanan dan keamanan negara. Intergrasi dan kultur sosial masyarakat terganggu yang dapat berdampak pada potensi konflik. Gangguan terhadap sistem dan pencurian data dapat mengganggu stabilitas negara bahkan kedaulatan bangsa. Misal pencurian data atau informasi rahasia negara oleh peretas dan kemudian menyebarkan informasi atau menyalahgunakan data tersebut tentu dapat membahayakan negara.
Peretasan Pusat Data Nasional merupakan salah satu bentuk ancaman nyata pada dunia maya yang membahayakan pertahanana dan keamanan bahkan kedaulatan negara. Dalam lingkup sistem pertahanan negara, ancaman ini dikategorikan sebagai bentuk ancaman nonmiliter. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara (UU Pertahanan Negara) mengkategorikan ancaman pertahanan negara berupa ancaman militer dan ancaman nonmiliter.
Memperkuat Pertahanan Siber
Permasalahan peretasan Pusat Data Nasional menunjukkan adanya serangan terhadap pertahanan negara. UU Pertahanan Negara mendefinisikan pertahanan negara sebagai usaha mempertahankan kedaulatan negara, keutuhan wilayah dan keselamatan segenap bangsa dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara. Berbagai dampak negatif teknokultur antara lain berupa ujaran kebencian, berita bohong, pencurian data, kriminalitas, pengaruh budaya asing yang bertentangan dengan nilai bangsa, peretasan Pusat Data Nasional dan sejumlah gangguan lainnya telah nyata membahayakan keutuhan bangsa dan negara.
Dinamika perkembangan masyarakat dan pemerintahan yang berjalan seriring dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi merupakan situasi yang mau tidak mau dan suka atau tidak suka dihadapi. Upaya untuk menghadapinya dilakukan melalui optimalisasi pemanfaatan dan mengantisipasi serta meminimalisasi dampak negatif yang mengancam kehidupan sosial masyarakat serta stabilitas negara.
Semakin tinggi ketergantungan pada sistem teknologi informasi dan komunikasi maka semakin tinggi pula risiko keamanan yang harus dihadapi. Kondisi ini bukan sebuh pilihan, apakah kita mau ambil risiko atau kita mengurangi ketergantungan dengan perkembangan teknologi saat ini. Pilihannya hanya satu yaitu kita menggunakan perkembangan teknologi dengan menyadari adanya risiko-risiko yang harus ditangani.
Upaya menghadapi risiko adalah dengan membangun sistem pertahanan siber yang kuat. Transformasi tata kelola pemerintahan dan kegiatan masyarakat berbasis teknologi informasi dan komunikasi juga memerlukan pertahanan dan keamanan yang tangguh. Pertahanan dan keamanan negara dalam menangkal ancaman atau gangguan siber ini harus dibangun dengan memperkuat aspek pengaturan atau regulasi, aspek organisasi atau kelembagaan dan aspek kultur masyarakat.
Pada aspek pengaturan atau regulasi perlu dilakukan review terhadap berbagai peraturan perundang-undangan dan kebijakan-kebijakan negara yang terkait untuk memperkuat bangunan sistem pertahanan dan keamanan negara pada dimensi siber. Pembenahannya dilakukan melalui mempertimbangkan urgensi pengaturan tentang keamanan nasional secara komprehensif untuk integrasi fungsi-fungsi yang ada. Hal ini dilakukan untuk menyesuaikan substansi pengaturan fungsi kelembagaan dengan memgakomodasi pengaturan atas perkembangan spektrum ancaman dan gangguan yang bersifat nonmiliter, termasuk ancaman siber terhadap pertahanan negara.
Permasalahan serius dalam perkembangan siber dengan intensitas pengaruh dan daya rusak yang semakin meluas ini menjadikan pertimbangan kuat untuk melihat kembali aspek kelembagaan dalam menghadapi ancaman nonmiliter dalam dimensi siber ini. Penguatan kelembagaan ini dilakukan melalui integrasi fungsi yang berkaitan dengan penanganan gangguan pertahanan dan keamanan siber pada satu lembaga dengan kewenangan yang kuat.
Selain dua upaya tersebut di atas, perlu juga dilakukan upaya-upaya untuk membangun kesadaran bersama masyarakat sebagai komponen pertahanan semesta untuk memperkuat pertahanan negara melalui optimalisasi fungsi-fungsi positif atas perkembangan teknologi informasi dan komunikasi melalui penguatan nilai-nilai kebangsaan dan bermedia sosial dengan sehat.
Peretasan Pusat Data Nasional merupakan salah satu bentuk ancaman nyata pada dunia maya yang membahayakan pertahanana dan keamanan bahkan kedaulatan negara. Dalam lingkup sistem pertahanan negara, ancaman ini dikategorikan sebagai bentuk ancaman nonmiliter. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara (UU Pertahanan Negara) mengkategorikan ancaman pertahanan negara berupa ancaman militer dan ancaman nonmiliter.
Memperkuat Pertahanan Siber
Permasalahan peretasan Pusat Data Nasional menunjukkan adanya serangan terhadap pertahanan negara. UU Pertahanan Negara mendefinisikan pertahanan negara sebagai usaha mempertahankan kedaulatan negara, keutuhan wilayah dan keselamatan segenap bangsa dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara. Berbagai dampak negatif teknokultur antara lain berupa ujaran kebencian, berita bohong, pencurian data, kriminalitas, pengaruh budaya asing yang bertentangan dengan nilai bangsa, peretasan Pusat Data Nasional dan sejumlah gangguan lainnya telah nyata membahayakan keutuhan bangsa dan negara.
Dinamika perkembangan masyarakat dan pemerintahan yang berjalan seriring dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi merupakan situasi yang mau tidak mau dan suka atau tidak suka dihadapi. Upaya untuk menghadapinya dilakukan melalui optimalisasi pemanfaatan dan mengantisipasi serta meminimalisasi dampak negatif yang mengancam kehidupan sosial masyarakat serta stabilitas negara.
Semakin tinggi ketergantungan pada sistem teknologi informasi dan komunikasi maka semakin tinggi pula risiko keamanan yang harus dihadapi. Kondisi ini bukan sebuh pilihan, apakah kita mau ambil risiko atau kita mengurangi ketergantungan dengan perkembangan teknologi saat ini. Pilihannya hanya satu yaitu kita menggunakan perkembangan teknologi dengan menyadari adanya risiko-risiko yang harus ditangani.
Upaya menghadapi risiko adalah dengan membangun sistem pertahanan siber yang kuat. Transformasi tata kelola pemerintahan dan kegiatan masyarakat berbasis teknologi informasi dan komunikasi juga memerlukan pertahanan dan keamanan yang tangguh. Pertahanan dan keamanan negara dalam menangkal ancaman atau gangguan siber ini harus dibangun dengan memperkuat aspek pengaturan atau regulasi, aspek organisasi atau kelembagaan dan aspek kultur masyarakat.
Pada aspek pengaturan atau regulasi perlu dilakukan review terhadap berbagai peraturan perundang-undangan dan kebijakan-kebijakan negara yang terkait untuk memperkuat bangunan sistem pertahanan dan keamanan negara pada dimensi siber. Pembenahannya dilakukan melalui mempertimbangkan urgensi pengaturan tentang keamanan nasional secara komprehensif untuk integrasi fungsi-fungsi yang ada. Hal ini dilakukan untuk menyesuaikan substansi pengaturan fungsi kelembagaan dengan memgakomodasi pengaturan atas perkembangan spektrum ancaman dan gangguan yang bersifat nonmiliter, termasuk ancaman siber terhadap pertahanan negara.
Permasalahan serius dalam perkembangan siber dengan intensitas pengaruh dan daya rusak yang semakin meluas ini menjadikan pertimbangan kuat untuk melihat kembali aspek kelembagaan dalam menghadapi ancaman nonmiliter dalam dimensi siber ini. Penguatan kelembagaan ini dilakukan melalui integrasi fungsi yang berkaitan dengan penanganan gangguan pertahanan dan keamanan siber pada satu lembaga dengan kewenangan yang kuat.
Selain dua upaya tersebut di atas, perlu juga dilakukan upaya-upaya untuk membangun kesadaran bersama masyarakat sebagai komponen pertahanan semesta untuk memperkuat pertahanan negara melalui optimalisasi fungsi-fungsi positif atas perkembangan teknologi informasi dan komunikasi melalui penguatan nilai-nilai kebangsaan dan bermedia sosial dengan sehat.
tulis komentar anda