Meski Dikritik, RUU Cipta Kerja Tetap Perlu Disahkan
Sabtu, 22 Agustus 2020 - 14:20 WIB
JAKARTA - Pengamat Ekonomi Universitas Diponegoro (Undip) Prof FX Sugiyanto mengatakan, Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja yang dikritik oleh beberapa kalangan masih bisa diperbaiki dan tetap perlu disahkan.
Hal ini dikatakan Sugiyanto dalam diskusi bertajuk Strategi Jitu Bangkitkan Ekonomi Pasca Pandemi, Jumat 21 Agustus 2020. (Baca juga: DPR Bersama Serikat Buruh Dalami 9 Poin Krusial di RUU Ciptaker)
"Saya membacanya ditolak itu bukan berarti tidak harus diundangkan, tetapi memperbaiki kelemahan-kelemahan. Dalam praktik implementasi saya pikir hal-hal itu pasti akan terjadi ketidaksetujuan maka itu menjadi kritik bagi pemerintah untuk memperbaiki itu," ucap Sugiyanto.
"Tapi tanpa itu nanti kita tidak akan pernah maju. Pemerintah harus mulai tebal kuping tapi sekaligus juga menyerap masukan-masukan itu," tambahnya. (Baca juga: Lewat Tim Khusus Buruh-DPR RUU Cipta Kerja, Kepentingan Buruh Terakomodasi)
Sugiyanto menilai, RUU Cipta Kerja bisa memiliki semangat yang baik untuk mengatasi hambatan-hambatan regulasi. Menurutnya, dalam praktik implementasi perundang-undangan sering kali terjadi ketidaksesuaian antar undang-undang.
"Karena setiap undang-undang itu ternyata bisa saling meniadakan. RUU Cipta Kerja pada dasarnya bagaimana agar terjadi sinkronisasi. Kalau kita lihat spirit dalam undang-undang itu, sebenernya ingin mengurangi hambatan-hambatan terjadi secara parsial karena berlakunya sebuah undang-undang," ucapnya
Menurutnya, banyak dalam praktik perundang-undangan ketika diimplementasikan itu tidak sinkron sehingga itu tidak jalan di level bawah dan buktinya ada seperti yang terjadi saat ini yakni penyerapan anggaran Covid-19 (virus Corona) yang baru terserap beberapa persen.
"Jadi menurut saya biarlah ketidaksetujuan itu biar menjadi masukan, tetapi RUU Cipta Kerja itu juga menurut saya suatu upaya yang juga harus dilihat banyak sisi positifnya," ujar Sugiyanto.
Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Undip ini mengaku setuju apabila RUU Cipta Kerja disahkan menjadi Undang-Undang. Dengan demikian, kata Sugiyanto, hambatan-hambatan yang selama ini muncul dan pasti akan terjadi itu mulai dipangkas.
"Jujur saya termasuk yang sangat setuju dengan UU Cipta Kerja. Dengan segala kelemahannya yang perlu diatasi. Karena dengan begitu, hambatan-hambatan yang selama ini muncul dan pasti akan terjadi itu mulai dipangkas," ungkap Sugiyanto.
Sugiyanto berharap, jika RUU Cipta Kerja ini disahkan nantinya, kerja sama dan kolaborasi antar Kementerian dan Pemerintah Daerah bisa semakin intensif.
"Mestinya nanti setelah disahkan, nanti peraturan di bawahnya harus lebih intensif. Kolaborasi antar Kementerian dan OPD di tingkat daerah, harus dilakukan dan itu tidak mudah, tapi harus dilakukan. Maka praktik-praktik hambatan dalam kelembagaan aturan, kemudian hubungan antar birokrasi ini harus bisa diperbaiki. Jadi semakin intensif untuk bekerja sama," jelasnya.
Hal ini dikatakan Sugiyanto dalam diskusi bertajuk Strategi Jitu Bangkitkan Ekonomi Pasca Pandemi, Jumat 21 Agustus 2020. (Baca juga: DPR Bersama Serikat Buruh Dalami 9 Poin Krusial di RUU Ciptaker)
"Saya membacanya ditolak itu bukan berarti tidak harus diundangkan, tetapi memperbaiki kelemahan-kelemahan. Dalam praktik implementasi saya pikir hal-hal itu pasti akan terjadi ketidaksetujuan maka itu menjadi kritik bagi pemerintah untuk memperbaiki itu," ucap Sugiyanto.
"Tapi tanpa itu nanti kita tidak akan pernah maju. Pemerintah harus mulai tebal kuping tapi sekaligus juga menyerap masukan-masukan itu," tambahnya. (Baca juga: Lewat Tim Khusus Buruh-DPR RUU Cipta Kerja, Kepentingan Buruh Terakomodasi)
Sugiyanto menilai, RUU Cipta Kerja bisa memiliki semangat yang baik untuk mengatasi hambatan-hambatan regulasi. Menurutnya, dalam praktik implementasi perundang-undangan sering kali terjadi ketidaksesuaian antar undang-undang.
"Karena setiap undang-undang itu ternyata bisa saling meniadakan. RUU Cipta Kerja pada dasarnya bagaimana agar terjadi sinkronisasi. Kalau kita lihat spirit dalam undang-undang itu, sebenernya ingin mengurangi hambatan-hambatan terjadi secara parsial karena berlakunya sebuah undang-undang," ucapnya
Menurutnya, banyak dalam praktik perundang-undangan ketika diimplementasikan itu tidak sinkron sehingga itu tidak jalan di level bawah dan buktinya ada seperti yang terjadi saat ini yakni penyerapan anggaran Covid-19 (virus Corona) yang baru terserap beberapa persen.
"Jadi menurut saya biarlah ketidaksetujuan itu biar menjadi masukan, tetapi RUU Cipta Kerja itu juga menurut saya suatu upaya yang juga harus dilihat banyak sisi positifnya," ujar Sugiyanto.
Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Undip ini mengaku setuju apabila RUU Cipta Kerja disahkan menjadi Undang-Undang. Dengan demikian, kata Sugiyanto, hambatan-hambatan yang selama ini muncul dan pasti akan terjadi itu mulai dipangkas.
"Jujur saya termasuk yang sangat setuju dengan UU Cipta Kerja. Dengan segala kelemahannya yang perlu diatasi. Karena dengan begitu, hambatan-hambatan yang selama ini muncul dan pasti akan terjadi itu mulai dipangkas," ungkap Sugiyanto.
Sugiyanto berharap, jika RUU Cipta Kerja ini disahkan nantinya, kerja sama dan kolaborasi antar Kementerian dan Pemerintah Daerah bisa semakin intensif.
"Mestinya nanti setelah disahkan, nanti peraturan di bawahnya harus lebih intensif. Kolaborasi antar Kementerian dan OPD di tingkat daerah, harus dilakukan dan itu tidak mudah, tapi harus dilakukan. Maka praktik-praktik hambatan dalam kelembagaan aturan, kemudian hubungan antar birokrasi ini harus bisa diperbaiki. Jadi semakin intensif untuk bekerja sama," jelasnya.
(maf)
tulis komentar anda