Tali Kasih TNI, Wujudkan Mimpi Warga Desa Tertinggal di Aceh

Minggu, 24 Maret 2024 - 20:11 WIB
Dansatgas TMMD Ke-119 Kodim Abdya, Letkol Inf Beni Maradona. Foto/Istimewa
Letkol Inf Beni Maradona

Dansatgas TMMD Ke-119 Kodim Abdya

MENTARI tersipu malu membawa cahayanya di pukul 05.20 WIB di tanah Barat Daya Aceh. Siulan burung di ranting dan gesekan dahan pohon berdendang riang, seakan melempar tanda kepada penghuni bumi bahwa putaran waktu yang dinanti telah tiba.

Lantunan syahdu 'Shadaqallahul-'adzim' menjadi penutup doa rutin para hamba di wilayah itu, tidak terkecuali Nurmala. Salah satu sosok perempuan tangguh asal Desa Alue Manggota, Kecamatan Blangpidie, Kabupaten Aceh Barat Daya (Abdya), Aceh.

75 tahun sudah Nurmala hidup di udik itu. Sebuah kampung yang asri nan indah dengan hamparan persawahan dan perbukitan hijau yang menjulang tinggi. Dalam piramid hijau tersebut ragam jenis rempah dan tanaman tumbuh dengan sangat subur. Ironisnya, 1.210 jiwa penghuni Alue Manggota yang menggantungkan lumbungnya pada mahakarya alam ini taraf hidupnya masih stagnan.



Sejak puluhan tahun, Nurmala (75) bersama sang anak Junawati (45) dan ketiga cucunya tinggal di sebuah gubuk yang tidak layak untuk dihuni berukuran 4x4 meter yang kondisinya sangat memprihatinkan.

Bila hujan tiba, kelima orang perempuan di rumah itu harus berjibaku menutup dinding-dinding papan dengan buntalan plastik. Tidak hanya kayu dan papan, material seng yang jadi atap pelindung rumah pun turut lapuk termakan usia.

Bila rembulan tiba, di mana penghuni lain tengah lelap dalam tidurnya, Nurmala beserta keluarganya harus getir menahan dinginnya angin malam yang menusuk hingga ke nadi. Hempasan angin beragresi bebas melewati rongga-rongga dinding papan yang hanya ditutup tempelan kertas koran usang.

Kondisi ini diperparah dengan serangan badai. Lempengan papan yang menempel di dinding dan lembaran seng yang telah menghitam pekat kerap lepas tersapu gelombang.

Selain gangguan dari alam, Nurmala beserta keluarganya juga acap kali harus getir menahan sesaknya buang air besar (BAB) di tengah malam. Pasalnya, hunian yang dibangun sang suami pada 4 dekade silam ini tidak menyediakan ruang khusus MCK (Mandi, Cuci, dan Kakus).

Meski usianya tidak lagi muda, Nurmala pantang menyerah menjalani hidup. Untuk memenuhi kebutuhan pangan dan ekonomi harian, Nurmala menggantungkan hidup pada hasil ladang miliknya yang berada di atas perbukitan.

Hasil kebun seperti pisang, pepaya, cabai, pala, kopi, pinang dan jengkol yang ia petik langsung dijual untuk dibarter menjadi beras dan sembako. Uang sisa yang didapat dari penjualan itu ia simpan sebagai modal biaya rehab rumah, sebagaimana mimpi yang ia lukis bersama sang mendiang.

Setiap pagi usai salat Subuh, Nurmala hempaskan kaki pergi ke gunung untuk memetik hasil kebun buah tangan almarhum suaminya. Untuk sampai di lokasi, Nurmala dan penduduk Alue Manggota lainnya harus berjalan kaki selama 3 hingga 4 jam lebih melewati jalan setapak yang curam dan licin.

Tidak sedikit warga terpeleset jatuh dan bahkan mencampakkan hasil panennya di pelerengan, lantaran geram tidak ada akses jalan yang memadai.

"Nek, preh dilee siat. Na haba get untuk Nek dan geutanyoe mandum (Nek tunggu sebentar. Ada kabar baik untuk Nenek dan kita semua)," teriak seorang pria hentikan langkah Nurmala di ujung jalan desa pada Selasa (20/2/2024).

Sosok pria misterius itu bergegas lari menghampiri Nurmala dan warga lainnya. Meski terengah-engah, raut wajahnya terlukis penuh kegembiraan.

"Alhamdulillah, mimpi Nek untuk rehab rumah akan terkabul. Dan mimpi kita semua miliki jalan yang baik ke gunung juga akan terwujud," ungkap pria itu dengan sumringah.

Menanggapi kabar tersebut, Nurmala dan warga lainnya mencoba menyadarkan pria itu. Mereka menganggap pria yang dihormatinya ini sedang berhalusinasi.

"Nyang beutoi Pak Keuchik. Bek sulet. Soe nyang ek peugot (yang benar Pak Kepala Desa/Kades. Jangan bohong. Siapa yang mau buat)," ujar Nurmala pada pria itu yang belakangan diketahui Kepala Desa Alue Manggota bernama T Fakri.

Kades mengungkap sosok yang akan mewujudkan mimpi Nurmala dan penduduk desa memiliki wajah garang.

Seratusan orang itu berpakaian loreng membawa ransel dan senjata. Pasukan tersebut telah sampai di desanya dan telah membuat tenda-tenda markas di ujung jalan desa, tepatnya berjarak 500 meter dari posisi Nurmala dan warga berdiri saat itu.

Fakri mengatakan selama satu bulan pasukan loreng tersebut akan mengobrak-abrik gunung dan warga desa dengan kekuatan penuh. Mereka juga membawa 2 unit alat berat ekscavator dan bulldozer.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More