Tali Kasih TNI, Wujudkan Mimpi Warga Desa Tertinggal di Aceh
Minggu, 24 Maret 2024 - 20:11 WIB
Selain gangguan dari alam, Nurmala beserta keluarganya juga acap kali harus getir menahan sesaknya buang air besar (BAB) di tengah malam. Pasalnya, hunian yang dibangun sang suami pada 4 dekade silam ini tidak menyediakan ruang khusus MCK (Mandi, Cuci, dan Kakus).
Meski usianya tidak lagi muda, Nurmala pantang menyerah menjalani hidup. Untuk memenuhi kebutuhan pangan dan ekonomi harian, Nurmala menggantungkan hidup pada hasil ladang miliknya yang berada di atas perbukitan.
Hasil kebun seperti pisang, pepaya, cabai, pala, kopi, pinang dan jengkol yang ia petik langsung dijual untuk dibarter menjadi beras dan sembako. Uang sisa yang didapat dari penjualan itu ia simpan sebagai modal biaya rehab rumah, sebagaimana mimpi yang ia lukis bersama sang mendiang.
Setiap pagi usai salat Subuh, Nurmala hempaskan kaki pergi ke gunung untuk memetik hasil kebun buah tangan almarhum suaminya. Untuk sampai di lokasi, Nurmala dan penduduk Alue Manggota lainnya harus berjalan kaki selama 3 hingga 4 jam lebih melewati jalan setapak yang curam dan licin.
Tidak sedikit warga terpeleset jatuh dan bahkan mencampakkan hasil panennya di pelerengan, lantaran geram tidak ada akses jalan yang memadai.
"Nek, preh dilee siat. Na haba get untuk Nek dan geutanyoe mandum (Nek tunggu sebentar. Ada kabar baik untuk Nenek dan kita semua)," teriak seorang pria hentikan langkah Nurmala di ujung jalan desa pada Selasa (20/2/2024).
Sosok pria misterius itu bergegas lari menghampiri Nurmala dan warga lainnya. Meski terengah-engah, raut wajahnya terlukis penuh kegembiraan.
"Alhamdulillah, mimpi Nek untuk rehab rumah akan terkabul. Dan mimpi kita semua miliki jalan yang baik ke gunung juga akan terwujud," ungkap pria itu dengan sumringah.
Menanggapi kabar tersebut, Nurmala dan warga lainnya mencoba menyadarkan pria itu. Mereka menganggap pria yang dihormatinya ini sedang berhalusinasi.
"Nyang beutoi Pak Keuchik. Bek sulet. Soe nyang ek peugot (yang benar Pak Kepala Desa/Kades. Jangan bohong. Siapa yang mau buat)," ujar Nurmala pada pria itu yang belakangan diketahui Kepala Desa Alue Manggota bernama T Fakri.
Meski usianya tidak lagi muda, Nurmala pantang menyerah menjalani hidup. Untuk memenuhi kebutuhan pangan dan ekonomi harian, Nurmala menggantungkan hidup pada hasil ladang miliknya yang berada di atas perbukitan.
Hasil kebun seperti pisang, pepaya, cabai, pala, kopi, pinang dan jengkol yang ia petik langsung dijual untuk dibarter menjadi beras dan sembako. Uang sisa yang didapat dari penjualan itu ia simpan sebagai modal biaya rehab rumah, sebagaimana mimpi yang ia lukis bersama sang mendiang.
Setiap pagi usai salat Subuh, Nurmala hempaskan kaki pergi ke gunung untuk memetik hasil kebun buah tangan almarhum suaminya. Untuk sampai di lokasi, Nurmala dan penduduk Alue Manggota lainnya harus berjalan kaki selama 3 hingga 4 jam lebih melewati jalan setapak yang curam dan licin.
Tidak sedikit warga terpeleset jatuh dan bahkan mencampakkan hasil panennya di pelerengan, lantaran geram tidak ada akses jalan yang memadai.
"Nek, preh dilee siat. Na haba get untuk Nek dan geutanyoe mandum (Nek tunggu sebentar. Ada kabar baik untuk Nenek dan kita semua)," teriak seorang pria hentikan langkah Nurmala di ujung jalan desa pada Selasa (20/2/2024).
Sosok pria misterius itu bergegas lari menghampiri Nurmala dan warga lainnya. Meski terengah-engah, raut wajahnya terlukis penuh kegembiraan.
"Alhamdulillah, mimpi Nek untuk rehab rumah akan terkabul. Dan mimpi kita semua miliki jalan yang baik ke gunung juga akan terwujud," ungkap pria itu dengan sumringah.
Menanggapi kabar tersebut, Nurmala dan warga lainnya mencoba menyadarkan pria itu. Mereka menganggap pria yang dihormatinya ini sedang berhalusinasi.
"Nyang beutoi Pak Keuchik. Bek sulet. Soe nyang ek peugot (yang benar Pak Kepala Desa/Kades. Jangan bohong. Siapa yang mau buat)," ujar Nurmala pada pria itu yang belakangan diketahui Kepala Desa Alue Manggota bernama T Fakri.
tulis komentar anda