Pengamat Sebut Banyak Pelanggaran Hukum dalam Program Kartu Prakerja
Jum'at, 01 Mei 2020 - 06:27 WIB
JAKARTA - Pengamat hukum Andri W Kusuma menganggap, program Kartu Prakerja sebenarnya memiliki muatan dan niat yang sangat baik dari pemerintah. Namun, dari aspek pelaksanaan dan perspektif hukum, ia menyarankan program itu dihentikan sementara karena banyak pelanggaran hukum.
Kata Andri, meskipun pemerintah telah menerbitkan Perppu Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19, saat ini Perppu tersebut sedang dilakukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK) terutama mengenai aturan yang membuat pemerintah atau pengambil kebijakan terkait 'kebal' secara hukum.
Andri menjelaskan, salah satu potensi yang dilanggar di antaranya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. ( ).
"Bukan saja uang Prakerja yang hilang tapi paket data (uang) pun milik para pencari kerja dan korban PHK pasti terpotong, sementara kita tidak pernah bisa tahu berapa data kita yang terpotong. Kita beli paket data 2 GB saja kita tidak pernah tahu apa benar isinya 2 GB, karena tidak bisa atau susah diaudit," kata Andri kepada wartawan, Kamis (30/4/2020).
Menurut dia, untuk mengakses video pelatihan yang disediakan mitra Kartu Prakerja, paket data pencari kerja itu berpotensi tersedot. Sehingga, dalam kondisi yang ada saat ini, dikhawatirkan masyarakat yang mendaftar akan kehilangan paket data atau uang pribadinya.
"Karena mereka tidak punya pilihan, dan parahnya mereka tidak tahu berapa paket datanya yang terpotong. Ini juga melanggar UU Perlindungan Konsumen," ujarnya. ( ).
Tercatat sebanyak 8 juta orang lebih mendaftar program prakerja sejak gelombang awal dibuka hingga Senin (27/4/2020). Setiap peserta yang lolos akan mendapatkan biaya pelatihan sebesar Rp3,55 juta ketika diumumkan lolos sebagai peserta Kartu Prakerja. Namun, peserta hanya bisa menggunakan dana sebesar Rp1 juta terlebih dahulu untuk mengikuti pelatihan.
Menurut Andri, ada celah hukum di Kartu Prakerja ini, termasuk dugaan unsur tindak pidana korupsi. "Hanya saja saat ini ada Perppu yang 'luar biasa' itu yang membuat tidak bisa diperiksa secara hukum, karena itu sebagai praktisi hukum, saya tidak pernah setuju ada aturan apalagi UU yang memberikan kekebalan atau impunitas, rawan abuse of power," katanya.
Dia menambahkan, dalam rezim hukum mana pun doktrin impunitas sudah ditinggalkan. "Power tends to corrupt absolut power tends to corrupt absolutely," ujarnya.
Kata Andri, meskipun pemerintah telah menerbitkan Perppu Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19, saat ini Perppu tersebut sedang dilakukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK) terutama mengenai aturan yang membuat pemerintah atau pengambil kebijakan terkait 'kebal' secara hukum.
Andri menjelaskan, salah satu potensi yang dilanggar di antaranya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. ( ).
"Bukan saja uang Prakerja yang hilang tapi paket data (uang) pun milik para pencari kerja dan korban PHK pasti terpotong, sementara kita tidak pernah bisa tahu berapa data kita yang terpotong. Kita beli paket data 2 GB saja kita tidak pernah tahu apa benar isinya 2 GB, karena tidak bisa atau susah diaudit," kata Andri kepada wartawan, Kamis (30/4/2020).
Menurut dia, untuk mengakses video pelatihan yang disediakan mitra Kartu Prakerja, paket data pencari kerja itu berpotensi tersedot. Sehingga, dalam kondisi yang ada saat ini, dikhawatirkan masyarakat yang mendaftar akan kehilangan paket data atau uang pribadinya.
"Karena mereka tidak punya pilihan, dan parahnya mereka tidak tahu berapa paket datanya yang terpotong. Ini juga melanggar UU Perlindungan Konsumen," ujarnya. ( ).
Tercatat sebanyak 8 juta orang lebih mendaftar program prakerja sejak gelombang awal dibuka hingga Senin (27/4/2020). Setiap peserta yang lolos akan mendapatkan biaya pelatihan sebesar Rp3,55 juta ketika diumumkan lolos sebagai peserta Kartu Prakerja. Namun, peserta hanya bisa menggunakan dana sebesar Rp1 juta terlebih dahulu untuk mengikuti pelatihan.
Menurut Andri, ada celah hukum di Kartu Prakerja ini, termasuk dugaan unsur tindak pidana korupsi. "Hanya saja saat ini ada Perppu yang 'luar biasa' itu yang membuat tidak bisa diperiksa secara hukum, karena itu sebagai praktisi hukum, saya tidak pernah setuju ada aturan apalagi UU yang memberikan kekebalan atau impunitas, rawan abuse of power," katanya.
Dia menambahkan, dalam rezim hukum mana pun doktrin impunitas sudah ditinggalkan. "Power tends to corrupt absolut power tends to corrupt absolutely," ujarnya.
(zik)
tulis komentar anda