Menuju Negara Wisata

Senin, 04 Maret 2024 - 13:25 WIB
Anjloknya jumlah kunjungan wisman hingga 50% pasca peristiwa Bom Bali, sebagai contoh, sangat berdampak signifikan terhadap sektor industri pariwisata nasional, khususnya industri pariwisata Bali. Dalam upaya mendorong kontribusi wisnus bagi pembangunan sektor pariwisata nasional, hal utama yang mesti dilakukan oleh pemerintah Indonesia di antaranya menumbuh-kembangkan budaya berwisata di kalangan masyarakat khususnya kalangan generasi mudanya. Dalam konteks ini, kegiatan berwisata bukan semata-mata urusan gaya hidup (lifestyle), namun juga merupakan sebuah “kebutuhan hidup”. Di sini keluarga memegang peranan penting dalam menumbuhkan budaya berwisata khususnya di kalangan anak-anaknya.

Crispy Money Syndrome

Dibandingkan dengan negara-negara se-kawasan, Indonesia memiliki keunikan tersendiri terutama terkait penggunaan mata uang dollar Amerika Serikat (AS) sebagai alat pembayaran. Perilaku pasar uang (money changer) di negara ini mensyaratkan ketentuan khusus terkait penukaran mata uang dollar AS yang relatif demanding seperti ketentuan crispy money dan penukaran dengan nilai nominal tertentu. Hal demikian tentunya dapat mengusik kenyamanan wisman dalam melakukan dan menikmati perjalanan wisatanya di Indonesia, dan bahkan bisa membuat wisman kapok datang lagi ke Indonesia.

Pemberlakuan Biaya Fiskal

CEO Transport Traveloka, Iko Putera, mengatakan bahwa pada tahun 2023 banyak masyarakat Indonesia yang berwisata ke luar negeri. Hal ini terlihat dari catatan jumlah transaksi perjalanan ke luar negeri melalui aplikasi Traveloka yang mengalami peningkatan di tahun 2023 dibanding tahun 2022. Pertumbuhan wisatawan Indonesia yang berwisata ke luar negeri dari tahun ke tahun sebesar 70%. Jumlah tersebut di luar jumlah orang Indonesia yang berobat ke luar negeri (health tourism).

Presiden Joko Widodo menyatakan bahwa setiap tahun terdapat satu juta orang Indonesia yang berobat ke luar negeri dan mengakibatkan hilangnya devisa sebesar Rp170 triliun. Solusi yang bisa digunakan negara untuk “menghambat” aliran devisa negara ke luar negeri adalah melalui pemberlakuan biaya fiskal luar negeri.

Indonesia sejatinya pernah memberlakukan biaya fiskal ini berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 90 tahun 1993 tentang Pemberian Surat Keterangan Fiskal Luar Negeri. Pemberlakuan kembali kebijakan biaya fiskal ini bertujuan untuk membendung aliran devisa negara ke luar negeri, baik untuk tujuan berwisata ataupun berobat.

Pungutan biaya fiskal sebagai salah satu sumber pendapatan negara sama sekali tidak membebani masyarakat. Hal ini karena pemberlakuan biaya fiskal hanya menyasar WNI yang melakukan perjalanan ke luar negeri, seperti perjalanan wisata termasuk berobat ke luar negeri (health tourism). Kebijakan biaya fiskal mengecualikan pekerja migran Indonesia (PMI) yang notabene merupakan pahlawan devisa negara.

Pengenaan biaya fiskal diharapkan dapat mendorong masyarakat untuk melakukan kunjungan wisata dan berobat di dalam negeri sebagaimana harapan pemerintah. Selain itu, sebagai sumber baru pendapatan negara, pemberlakuan biaya fiskal setidaknya dapat menjadi solusi alternatif bagi pemerintah. Wacana menaikkan pajak hiburan yang sempat membuat gaduh di kalangan industri pariwisata nasional baru-baru ini bukan merupakan tindakan yang bijak. Namun sebaliknya, kebijakan tersebut justru dapat memicu terjadinya PHK massal di kalangan pekerja industri hiburan lantaran sepi pengunjung. Salam Pariwisata !!!
(zik)
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More