Menuju Negara Wisata
Senin, 04 Maret 2024 - 13:25 WIB
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2022, sekitar 69,25% penduduk Indonesia (sekitar 190,98 juta penduduk) masuk dalam kategori usia produktif (usia 15-64 tahun). Dengan demikian, masyarakat Indonesia khususnya kalangan generasi Y atau milenial dan generasi Z menjadi kekuatan potensial dalam membantu menggerakkan roda industri pariwisata nasional.
Dalam berwisata, generasi Y dan Z mempunyai karakteristik dan minat (passion) tersendiri. Generasi ini ketika berlibur ingin mencari pengalaman, mengeksplorasi, serta mencari spot-spot yang instagramable untuk kepentingan konten media sosial mereka. Hal ini tentunya menjadi bagian dari gaya hidup baru generasi Y dan Z. Gaya berwisata generasi Y dan Z memberikan implikasi positif bagi destinasi wisata yang dikunjungi melalui sharing informasi baik secara streaming maupun melalui tayangan konten-konten video wisata dengan kalangan subscribers dan viewers-nya.
Aksesibilitas Wisata
Infrastruktur pariwisata paling krusial di Indonesia yang harus diperhatikan adalah terkait aksesibilitas wisatawan ke destinasi wisata, khususnya di Kawasan Timur Indonesia (KTI). Kunjungan wisatawan ke Wakatobi sebagai contoh, setiap tahun menunjukkan tren penurunan. Sebelum masa pandemi Covid-19, kunjungan wisata ke wilayah ini per tahun mencapai 30 ribu pengunjung. Namun setelah pandemi, kunjungan wisatawan berkisar 11 ribu pengunjung seperti yang terjadi pada tahun 2022. Keadaan ini terlihat sangat kontras jika dibandingkan dengan destinasi wisata yang berada di Yogyakarta yang bisa mendapatkan puluhan ribu pengunjung setiap bulannya.
Salah satu variabel penting dalam konteks ini adalah terkait biaya perjalanan menuju KTI yang masih tergolong mahal. Sebagai perbandingan, harga tiket termurah Jakarta-Yogyakarta berada di kisaran Rp700 ribu hingga Rp1 juta sekali berangkat, sedangkan tiket perjalanan sekali berangkat Jakarta-Kendari berada di kisaran Rp2 juta hingga Rp2,3 juta. Hal tersebut belum termasuk biaya transportasi tambahan menuju lokasi wisata, biaya akomodasi dan biaya konsumsi selama berwisata. Biaya perjalanan menuju KTI juga masih lebih mahal jika dibandingkan dengan biaya perjalanan wisata dari Jakarta menuju Kuala Lumpur yang berkisar Rp600 ribu sampai Rp1,5 juta. Fakta ini menjadi alasan bagi wisnus untuk lebih memilih berwisata ke luar negeri daripada berwisata di dalam negeri khususnya KTI.
Belajar dari Barat
Berdasarkan data Badan Pengembangan Pariwisata Prancis, sektor pariwisata Prancis menyumbang 7,1% terhadap PDB nasional. Dari pencapaian pariwisata tersebut, wisatawan domestik merupakan kelompok wisatawan yang cukup strategis sebagai pendulang pendapatan negara. Pada tahun 2016, sebagai contoh, masyarakat Prancis secara umum tercatat melakukan 214 juta perjalanan, yang 187,9 juta di antaranya (sekitar 87,8%) dihabiskan untuk melakukan perjalanan wisata di dalam negeri.
Sama seperti Prancis, sektor pariwisata di Kanada juga semakin menguat dengan dukungan wisatawan domestik. Berdasarkan laporan Destination Canada Fall 2023 Outlook; Tourism Economic, pariwisata domestik akan menjadi pelopor pemulihan industri pariwisata Kanada seperti pada tahun 2019 sebelum masa pandemi. Pada tahun 2019, pendapatan sektor pariwisata Kanada dari wisatawan domestik sebesar $77 miliar. Atas dasar pertimbangan pentingnya peranan pendapatan pariwisata baik yang bersumber dari devisa wisatawan internasional maupun pendapatan dari wisatawan domestik, industri pariwisata Kanada diperkirakan akan kembali bangkit pada tahun 2024.
Belajar dari pengalaman Prancis dan Kanada, menjaga keberlangsungan industri pariwisata sangat membantu dalam menjaga stabilitas pendapatan sektor pariwisata sekaligus membantu penguatan ekonomi nasional. Model pengembangan sektor pariwisata berbasis wisnus ala Prancis dan Kanada tersebut sejatinya dapat dicontoh oleh Indonesia dalam mengembangkan sektor pariwisata nasionalnya. Apalagi untuk kalangan negara-negara berkembang seperti Indonesia yang sangat bersandar pada keberadaan wisman, sektor pariwisata diakui sangat rentan terhadap dampak dari dinamika perkembangan situasi global seperti adanya pemberlakuan kebijakan travel ban dan travel warning oleh negara asal wisman. Peristiwa Bom Bali setidaknya menjadi pengalaman berharga bagi pemerintah Indonesia sekaligus menjadi turning point untuk secara serius menggarap keberadaan wisnus dan tidak lagi menomorduakannya.
Dalam berwisata, generasi Y dan Z mempunyai karakteristik dan minat (passion) tersendiri. Generasi ini ketika berlibur ingin mencari pengalaman, mengeksplorasi, serta mencari spot-spot yang instagramable untuk kepentingan konten media sosial mereka. Hal ini tentunya menjadi bagian dari gaya hidup baru generasi Y dan Z. Gaya berwisata generasi Y dan Z memberikan implikasi positif bagi destinasi wisata yang dikunjungi melalui sharing informasi baik secara streaming maupun melalui tayangan konten-konten video wisata dengan kalangan subscribers dan viewers-nya.
Aksesibilitas Wisata
Infrastruktur pariwisata paling krusial di Indonesia yang harus diperhatikan adalah terkait aksesibilitas wisatawan ke destinasi wisata, khususnya di Kawasan Timur Indonesia (KTI). Kunjungan wisatawan ke Wakatobi sebagai contoh, setiap tahun menunjukkan tren penurunan. Sebelum masa pandemi Covid-19, kunjungan wisata ke wilayah ini per tahun mencapai 30 ribu pengunjung. Namun setelah pandemi, kunjungan wisatawan berkisar 11 ribu pengunjung seperti yang terjadi pada tahun 2022. Keadaan ini terlihat sangat kontras jika dibandingkan dengan destinasi wisata yang berada di Yogyakarta yang bisa mendapatkan puluhan ribu pengunjung setiap bulannya.
Salah satu variabel penting dalam konteks ini adalah terkait biaya perjalanan menuju KTI yang masih tergolong mahal. Sebagai perbandingan, harga tiket termurah Jakarta-Yogyakarta berada di kisaran Rp700 ribu hingga Rp1 juta sekali berangkat, sedangkan tiket perjalanan sekali berangkat Jakarta-Kendari berada di kisaran Rp2 juta hingga Rp2,3 juta. Hal tersebut belum termasuk biaya transportasi tambahan menuju lokasi wisata, biaya akomodasi dan biaya konsumsi selama berwisata. Biaya perjalanan menuju KTI juga masih lebih mahal jika dibandingkan dengan biaya perjalanan wisata dari Jakarta menuju Kuala Lumpur yang berkisar Rp600 ribu sampai Rp1,5 juta. Fakta ini menjadi alasan bagi wisnus untuk lebih memilih berwisata ke luar negeri daripada berwisata di dalam negeri khususnya KTI.
Belajar dari Barat
Berdasarkan data Badan Pengembangan Pariwisata Prancis, sektor pariwisata Prancis menyumbang 7,1% terhadap PDB nasional. Dari pencapaian pariwisata tersebut, wisatawan domestik merupakan kelompok wisatawan yang cukup strategis sebagai pendulang pendapatan negara. Pada tahun 2016, sebagai contoh, masyarakat Prancis secara umum tercatat melakukan 214 juta perjalanan, yang 187,9 juta di antaranya (sekitar 87,8%) dihabiskan untuk melakukan perjalanan wisata di dalam negeri.
Sama seperti Prancis, sektor pariwisata di Kanada juga semakin menguat dengan dukungan wisatawan domestik. Berdasarkan laporan Destination Canada Fall 2023 Outlook; Tourism Economic, pariwisata domestik akan menjadi pelopor pemulihan industri pariwisata Kanada seperti pada tahun 2019 sebelum masa pandemi. Pada tahun 2019, pendapatan sektor pariwisata Kanada dari wisatawan domestik sebesar $77 miliar. Atas dasar pertimbangan pentingnya peranan pendapatan pariwisata baik yang bersumber dari devisa wisatawan internasional maupun pendapatan dari wisatawan domestik, industri pariwisata Kanada diperkirakan akan kembali bangkit pada tahun 2024.
Belajar dari pengalaman Prancis dan Kanada, menjaga keberlangsungan industri pariwisata sangat membantu dalam menjaga stabilitas pendapatan sektor pariwisata sekaligus membantu penguatan ekonomi nasional. Model pengembangan sektor pariwisata berbasis wisnus ala Prancis dan Kanada tersebut sejatinya dapat dicontoh oleh Indonesia dalam mengembangkan sektor pariwisata nasionalnya. Apalagi untuk kalangan negara-negara berkembang seperti Indonesia yang sangat bersandar pada keberadaan wisman, sektor pariwisata diakui sangat rentan terhadap dampak dari dinamika perkembangan situasi global seperti adanya pemberlakuan kebijakan travel ban dan travel warning oleh negara asal wisman. Peristiwa Bom Bali setidaknya menjadi pengalaman berharga bagi pemerintah Indonesia sekaligus menjadi turning point untuk secara serius menggarap keberadaan wisnus dan tidak lagi menomorduakannya.
tulis komentar anda