Menuju Negara Wisata

Senin, 04 Maret 2024 - 13:25 WIB
Salah satu variabel penting dalam konteks ini adalah terkait biaya perjalanan menuju KTI yang masih tergolong mahal. Sebagai perbandingan, harga tiket termurah Jakarta-Yogyakarta berada di kisaran Rp700 ribu hingga Rp1 juta sekali berangkat, sedangkan tiket perjalanan sekali berangkat Jakarta-Kendari berada di kisaran Rp2 juta hingga Rp2,3 juta. Hal tersebut belum termasuk biaya transportasi tambahan menuju lokasi wisata, biaya akomodasi dan biaya konsumsi selama berwisata. Biaya perjalanan menuju KTI juga masih lebih mahal jika dibandingkan dengan biaya perjalanan wisata dari Jakarta menuju Kuala Lumpur yang berkisar Rp600 ribu sampai Rp1,5 juta. Fakta ini menjadi alasan bagi wisnus untuk lebih memilih berwisata ke luar negeri daripada berwisata di dalam negeri khususnya KTI.

Belajar dari Barat

Berdasarkan data Badan Pengembangan Pariwisata Prancis, sektor pariwisata Prancis menyumbang 7,1% terhadap PDB nasional. Dari pencapaian pariwisata tersebut, wisatawan domestik merupakan kelompok wisatawan yang cukup strategis sebagai pendulang pendapatan negara. Pada tahun 2016, sebagai contoh, masyarakat Prancis secara umum tercatat melakukan 214 juta perjalanan, yang 187,9 juta di antaranya (sekitar 87,8%) dihabiskan untuk melakukan perjalanan wisata di dalam negeri.



Sama seperti Prancis, sektor pariwisata di Kanada juga semakin menguat dengan dukungan wisatawan domestik. Berdasarkan laporan Destination Canada Fall 2023 Outlook; Tourism Economic, pariwisata domestik akan menjadi pelopor pemulihan industri pariwisata Kanada seperti pada tahun 2019 sebelum masa pandemi. Pada tahun 2019, pendapatan sektor pariwisata Kanada dari wisatawan domestik sebesar $77 miliar. Atas dasar pertimbangan pentingnya peranan pendapatan pariwisata baik yang bersumber dari devisa wisatawan internasional maupun pendapatan dari wisatawan domestik, industri pariwisata Kanada diperkirakan akan kembali bangkit pada tahun 2024.

Belajar dari pengalaman Prancis dan Kanada, menjaga keberlangsungan industri pariwisata sangat membantu dalam menjaga stabilitas pendapatan sektor pariwisata sekaligus membantu penguatan ekonomi nasional. Model pengembangan sektor pariwisata berbasis wisnus ala Prancis dan Kanada tersebut sejatinya dapat dicontoh oleh Indonesia dalam mengembangkan sektor pariwisata nasionalnya. Apalagi untuk kalangan negara-negara berkembang seperti Indonesia yang sangat bersandar pada keberadaan wisman, sektor pariwisata diakui sangat rentan terhadap dampak dari dinamika perkembangan situasi global seperti adanya pemberlakuan kebijakan travel ban dan travel warning oleh negara asal wisman. Peristiwa Bom Bali setidaknya menjadi pengalaman berharga bagi pemerintah Indonesia sekaligus menjadi turning point untuk secara serius menggarap keberadaan wisnus dan tidak lagi menomorduakannya.

Anjloknya jumlah kunjungan wisman hingga 50% pasca peristiwa Bom Bali, sebagai contoh, sangat berdampak signifikan terhadap sektor industri pariwisata nasional, khususnya industri pariwisata Bali. Dalam upaya mendorong kontribusi wisnus bagi pembangunan sektor pariwisata nasional, hal utama yang mesti dilakukan oleh pemerintah Indonesia di antaranya menumbuh-kembangkan budaya berwisata di kalangan masyarakat khususnya kalangan generasi mudanya. Dalam konteks ini, kegiatan berwisata bukan semata-mata urusan gaya hidup (lifestyle), namun juga merupakan sebuah “kebutuhan hidup”. Di sini keluarga memegang peranan penting dalam menumbuhkan budaya berwisata khususnya di kalangan anak-anaknya.

Crispy Money Syndrome

Dibandingkan dengan negara-negara se-kawasan, Indonesia memiliki keunikan tersendiri terutama terkait penggunaan mata uang dollar Amerika Serikat (AS) sebagai alat pembayaran. Perilaku pasar uang (money changer) di negara ini mensyaratkan ketentuan khusus terkait penukaran mata uang dollar AS yang relatif demanding seperti ketentuan crispy money dan penukaran dengan nilai nominal tertentu. Hal demikian tentunya dapat mengusik kenyamanan wisman dalam melakukan dan menikmati perjalanan wisatanya di Indonesia, dan bahkan bisa membuat wisman kapok datang lagi ke Indonesia.

Pemberlakuan Biaya Fiskal

CEO Transport Traveloka, Iko Putera, mengatakan bahwa pada tahun 2023 banyak masyarakat Indonesia yang berwisata ke luar negeri. Hal ini terlihat dari catatan jumlah transaksi perjalanan ke luar negeri melalui aplikasi Traveloka yang mengalami peningkatan di tahun 2023 dibanding tahun 2022. Pertumbuhan wisatawan Indonesia yang berwisata ke luar negeri dari tahun ke tahun sebesar 70%. Jumlah tersebut di luar jumlah orang Indonesia yang berobat ke luar negeri (health tourism).

Presiden Joko Widodo menyatakan bahwa setiap tahun terdapat satu juta orang Indonesia yang berobat ke luar negeri dan mengakibatkan hilangnya devisa sebesar Rp170 triliun. Solusi yang bisa digunakan negara untuk “menghambat” aliran devisa negara ke luar negeri adalah melalui pemberlakuan biaya fiskal luar negeri.

Indonesia sejatinya pernah memberlakukan biaya fiskal ini berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 90 tahun 1993 tentang Pemberian Surat Keterangan Fiskal Luar Negeri. Pemberlakuan kembali kebijakan biaya fiskal ini bertujuan untuk membendung aliran devisa negara ke luar negeri, baik untuk tujuan berwisata ataupun berobat.

Pungutan biaya fiskal sebagai salah satu sumber pendapatan negara sama sekali tidak membebani masyarakat. Hal ini karena pemberlakuan biaya fiskal hanya menyasar WNI yang melakukan perjalanan ke luar negeri, seperti perjalanan wisata termasuk berobat ke luar negeri (health tourism). Kebijakan biaya fiskal mengecualikan pekerja migran Indonesia (PMI) yang notabene merupakan pahlawan devisa negara.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More