Penyelesaian Stunting dan Jargon Hilirisasi

Jum'at, 02 Februari 2024 - 11:41 WIB
Zaenal Abidin, Ketua Umum PB Ikatan Dokter Indonesia (periode 2012-2015). Foto/Dok. SINDOnews
Zaenal Abidin

Ketua Umum PB Ikatan Dokter Indonesia (periode 2012-2015 )

TOPIK stunting menjadi hal menarik yang sering didiskusikan menjelang Pilpres 2024. Ketiga pasangan calon presiden dan wakil presiden menjadikan stunting sebagai isu utama dalam visi-misi dan kampanye mereka.

Berdasarkan Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan pada tahun 2022, prevalensi balita stunting di Indonesia sebanyak 21,6%. Angka ini ditargetkan akan turun menjadi 14% pada tahun 2024. kompas.com, Selasa (17/2/2023). Dengan target ini, strategi dari ketiga paslon menjadi hal yang sangat krusial.

Apa itu Stunting?



Stunting adalah suatu kondisi di mana anak balita mengalami gagal tumbuh akibat kekurangan zat gizi yang berlangsung lama (kronis) baik karena kurangnya asupan makanan bergizi atau adanya penyakit yang mempengaruhi keadaan gizi anak.

Di Indonesia, lima provinsi dengan angka stunting tertinggi menurut data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) pada tahun 2022, adalah : Nusa Tengara Timur (NTT) (35,3%); Sulawesi Barat (35%); Papua (34, 6%); Nusa Tengara Barat (NTB) (32,7%); Aceh (31,2%).

Secara garis besar penyebab stunting ada dua, yaitu langsung (spesifik) dan tidak langsung (sensitif). Penyebab langsung yaitu rendahnya asupan gizi dan status kesehatan. Faktor asupan gizi dan status kesehatan dipengaruhi oleh ketahahan pangan (ketersediaan, keterjangkauan dan akses pangan bergizi), lingkungan sosial (norma, makanan bayi dan anak, hygiene, pendidikan, dan tempat kerja), lingkungan kesehatan (akses, pelayanan preventif dan kuratif), dan lingkungan pemukiman (air, sanitasi, kondisi bangunan).

Sedangkan penyebab tidak langsungnya dipengaruhi oleh pendapatan dan kesenjangan ekonomi, perdagangan, urbanisasi, globalisasi, sistem pangan, jaminan sosial, sistem kesehatan, pembangunan pertanian, dan pemberdayaan perempuan.

Selain kedua penyebab tersebut, terdapat faktor lain yang turut berkontribusi terhadap kejadian stunting, yaitu pola asuh ibu. Faktor ini secara langsung dapat menjadi penyebab terjadinya penurunan asupan zat gizi anak dan juga pada status kesehatan anak.

Mengatasi Stunting

Mengingat penyebabnya ada yang langsung (spesifik) dan tidak langsung (sensitif) maka Bappenas pun mengeluarkan dua strategi intervensi, yaitu: intervensi gizi spesifik dan intervensi gizi sensitif. intervensi gizi spesifik dimaksudkan untuk mengatasi penyebab langsung sedang intervensi gizi sensitif untuk mengatasi penyebab tidak langsung.

Intervensi gizi spesifik adalah kegiatan yang dampaknya dapat langsung mengatasi masalah stunting seperti asupan makanan, infeksi, status gizi ibu, penyakit menular, dan kesehatan lingkungan. Intervensi gizi spesifik ini umumnya diberikan oleh sektor kesehatan berdasarkan bukti klinis yang valid dan telah terbukti efektifitasnya pada banyak negara.

Intervisi spesifik meliputi 11 kegiatan. Ke-11 yakni skrining anemia, konsumsi tablet tambah darah (TTD) remaja putri, pemeriksaan kehamilan (ANC), konsumsi tablet tambah darah ibu hamil, pemberian makanan tambahan bagi ibu hamil kurang energi kronik (KEK), pemantauan pertumbuhan balita, ASI eksklusif, pemberian MPASI kaya protein hewani bagi Baduta, tata laksana Balita dengan masalah gizi, peningkatan cakupan dan perluasan imunisasi, edukasi remaja ibu hamil dan keluarga termasuk pemicuan bebas buang air besar sembarangan (BABS).

Dari 11 intervensi spesifik di atas dapat digolongkan manjadi tiga kelompok, yaitu: (a) Intervensi prioritas, yaitu intervensi yang diidentifikasi memilik dampak paling besar pada pencegahan stunting dan ditujukan untuk menjangkau semua sasaran prioritas; (b) Intervensi pendukung, yaitu intervensi yang berdampak pada masalah gizi dan kesehatan lain yang terkait stunting dan diprioritaskan setelah intervensi prioritas dilakukan.

(c) Intervensi prioritas sesuai kondisi tertentu, yaitu intervensi yang diperlukan sesuai dengan kondisi tertentu, termasuk untuk kondisi darurat bencana (program gizi darurat). Intervensi gizi sensitif meliputi peningkatan penyediaan air bersih dan sarana sanitasi; peningkatan akses dan kualitas pelayanan gizi dan kesehatan; peningkatan kesadaran, komitmen dan praktik pengasuhan gizi ibu dan anak; dan peningkatan akses pangan bergizi. Intervensi gizi sensitif umumnya dilaksanakan lintas sektor, tidak hanya melibatkan Kementerian Kesehatan.

Untuk diketahui, stunting bukan saja kondisi yang berawal dan berakhir pada anak tersebut, saat itu. Melainkan, boleh jadi merupakan peristiwa lama yang dapat ditelusuri ke belakang, dari status gizi ibunya saat hamil sampai anak lahir (masa 1.000 HPK) dan bahkan sampai anak itu menjadi remaja atau remaja putri.

Membicarakan stunting tidak boleh melepaskan diri dari periode penting perjalanan kehidupan manusia, yaitu pada 1.000 hari pertama kehidupan (1.000 HPK). Secara sederhana, 1.000 HPK mencakup dua masa pada siklus kehidupan, yaitu masa kehamilan (dan janin tentunya) serta masa 2 tahun pertama setelah dilahirkan.

Periode ini merupakan periode dengan tingkat plastisitas yang tinggi. Janin di masa kehamilan ataupun anak di masa dua tahun pertama akan merespons apapun yang ia terima di masa ini. Jika ia kekurangan, maka tubuh akan memberi respons dengan bersikap efisien, sehingga dampak kekurangan tersebut tidak akan mempengaruhi “kinerja” metabolismenya.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More