Penyelesaian Stunting dan Jargon Hilirisasi

Jum'at, 02 Februari 2024 - 11:41 WIB
Jika “efisiensi” itu terjadi di masa kehamilan, maka bayi yang dilahirkan akan membawa efisiesnsi program metabolisme semasa ia dalam kandungan dan dilahirkan dalam keadaan berat lahir yang rendah. Bayi dengan berat lahir yang rendah ini hadir dengan program metabolisme yang sesuai dengan lingkungan yang terbatas. Hasilnya, terdapat ketidaksesuaian ketika orang tua berupaya untuk menambah asupan untuk memperbaiki status gizi anak.

Bayi dengan berat lahir rendah yang tidak mendapatkan penanganan yang adekuat akan bertumbuh dengan berat badan yang kurang. Proses pertumbuhan terhambat karena asupan gizi yang tidak mencukupi, tubuh mempertahankan efisiensi sehingga pertambahan tinggi badan terhambat.

Pada titik ini, stunting menjadi sangat relevan untuk menilai perjalanan pertumbuhan seorang anak. Namun demikian, tubuh pendek bukanlah satu-satunya dampak yang dicemaskan.

Stunting adalah sebuah indikator proksi terhadap masalah lainnya yang menyertai kurangnya asupan gizi di waktu yang lama. Salah satunya adalah perkembangan otak janin yang tentunya akan mempengaruhi kecerdasan anak. Atau anemia pada bayi yang tentunya akan mempengaruhi pertumbuhan anak.

Tidak semua anak pendek pasti bermasalah dengan perkembangan otaknya, pun demikian dengan kemungkinan terjadinya anemia. Tetapi anak pendek yang disebabkan oleh karena asupan zat gizi yang tidak adekuat dalam waktu yang lama bisa menuntun kita untuk mendapatkan masalah lainnya yang mungkin terjadi akibat asupan gizi yang tidak adekuat.

Stunting tak hanya menjadi gambaran masa lalu seorang anak, namun juga bisa menjadi gambaran masa depan seseorang. Perkembangan otak yang tidak optimal akan mempengaruhi kecerdasan seorang anak dan tentunya akan turut berdampak pada kecerdasannya dikemudian hari.

Sebuah poin penting dalam produktifitas dan kemampuan untuk bekerja pada bidang yang membutuhkan kecakapan yang tinggi. Tak lupa masalah program metabolik yang berubah dan melahirkan resiko obesitas pada penanganan stunting yang salah.

Obesitas merupakan akar masalah beragam penyakit degeneratif seperti diabetes mellitus, penyakit jantung koroner dan penyakit kronis lainnya. Stunting bisa menjadi pengingat untuk berhati-hati terhadap semua resiko yang bisa terjadi di kemudian hari.

Dari seluruh rententan kejadian tersebut, menjadi jelas, periode 1.000 HPK yang dipenuhi dengan masalah kurangnya asupan gizi akan berujung pada masalah besar lainnya di kemudian hari. Mengurangi angka stunting berarti mengurangi rangkaian tahapan seorang anak menjadi stunting.

Sehingga sekali lagi secara relevan, menggunakan stunting sebagai indikator perbaikan gizi bagaikan sekali mendayung dua tiga pulau terlampaui. Atau dalam sudut pandang berbeda, peningkatan angka stunting menjadi pertanda meningkatnya pula berbagai masalah yang menjadi tahapan terjadinya stunting pada anak.

Jika ibu hamil merupakan target utama upaya pencegahan stunting, maka memastikan para wanita usia subur yang kelak akan mengandung berada dalam status kesehatan yang optimal, merupakan langkah penting yang strategis. Intervensi sedini mungkin pada wanita usia subur dalam hal ini pada kelompok remaja memberikan peluang penyelesaian masalah yang lebih efektif.

Remaja putri yang menderita anemia memiliki dampak buruk di kemudian hari. Remaja putri yang anemia jika tidak segera diatasi akan terbawa hingga ia dewasa dan hamil, yang kemudian juga berdampak buruk bagi janin yang dikandungnya.

Janin yang dikandungnya beriskiko lahir dengan berat badan di bawah 2.500 gram (Bayi Berat Lahir Rendah/BBLR). Bayi Berat Lahir Rendah/BBLR ini dapat meningkatkan risiko sakit dan meninggal pada usia muda. Bayi yang dilahirkan oleh ibu yang anemia berpeluang besar untuk mengalami anemia. Kondisi ini akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan (kemampuan kognitif) anak di kemudian hari.

Catatan Akhir

Masa 1.000 HPK dimulai sejak kehamilan (270 hari) sampai dengan anak berusia 2 tahun (730 hari). Ini adalah masa kritis di mana anak bertumbuh dan berkembang dengan sangat cepat dan signifikan. Masa ini tidak bisa terulang, segala intervensi yang dilakukan pada masa ini akan memberikan hasil yang optimal pada anak sehingga disebut window of opportunities atau periode emas.

Ibu yang mengandung dalam keadaan malnutrisi dan secara konstan berada dalam asupan zat gizi tidak adekuat akan berimplikasi pada pemenuhan zat gizi janin karena ibu adalah satu-satunya jalur bagi janin untuk mendapatkan zat gizi. Kurang zat gizi makro (karbohidrat, protein dan lemak) dicerminkan melalui status gizi dan pertambahan berat badan ibu saat hamil. Sedang kurang zat gizi mikro menjadi ancaman serius bagi kesejahteraan janin.

Dalam enam bulan pertama kehidupan bayi, pemenuhan zat besi (zat gizi mikro) diperoleh dari simpanan yang “diwariskan” oleh ibu saat masih dalam kandungan. Jika ibu mengalami anemia selama masa kehamilan, simpanan zat besi bayinya akan bermasalah sehingga memengaruhi bayi tersebut pada enam bulan pertama.

Mengingat stunting itu merupakan kejadian yang telah berlangsung lama, prosesnya cukup kompleks, dan berdampak jangka panjang, langkah penyelesaiannya pun sangat kompleks. Berbeda dengan masalah ekonomi, maka jargon hilirisasi tidak tepat diterapkan dalam masalah stunting ini. Target penyelesaian stunting justru harus dilakukan pada hulunya, dalam hal ini dimulai pada ibu hamil dan bahkan pada remaja putri.

Pemilihan target intervensi yang berada di hilir bukanlah upaya etiologis namun simtomatis. Program penanganan melalui intervensi “di ujung jalan”, instan dan insidentil, seperti melakukan bakti sosial, memberi makan gratis, dan penanganan lain yang berpusat pada periode di luar 1000 HPK bukan pilihan yang bijak. Penyelesaian stunting harus mengutamakan pendekatan kesisteman.

Pendekatan kesisteman ini perlu melibatkan berbagai unsur yang secara bahu membahu dalam mengatasi stunting. Tidak hanya pemerintah saja, perlu adanya komitmen politik dan kolaborasi pemerintah dengan lintas sektor. Selanjutnya, dibutuhkan pula adanya partisipasi masyarakat dan organisasi profesi kesehatan dalam bentuk Gerakan Indonesia Mengatasi Stunting (GIMS) serta berbagai aktivitas lainnya. Wallahu a'lam bishawab.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More