Dinamika Politik dan Ekonomi Indonesia: Tantangan dalam Era Demokrasi
Sabtu, 30 Desember 2023 - 20:11 WIB
Prabowo yang berusaha mengubah citranya menjadi lebih humanis ternyata tidak mendapat dukungan dari anggota legislatif Gerindra yang selalu mencemooh pembangunan yang dilakukan oleh Jokowi.
Sementara itu, sikap kampanye Ganjar dan Mahfud lebih moderat. Keduanya dikenal sebagai pemimpin yang bersih, tegas, jujur, dan berani. Di sisi lain, Anies Baswedan selalu menekankan identitasnya sebagai pribumi asli Indonesia, dengan strategi kampanyenya menyoroti ketidaksesuaian budaya nasional Indonesia dengan yang dianggapnya sebagai budaya asing. Anies berpendapat bahwa sudah saatnya pribumi mengambil kendali.
Dalam konteks ini, persaingan dalam pemilihan kali ini tampak jelas dalam perebutan kekuasaan. Meskipun popularitas Prabowo masih unggul berdasarkan hasil jajak pendapat, pemilihan kali ini diperkirakan akan berlangsung sengit, mirip dengan dinamika pemilu tahun 2019. Perlu diperhatikan bahwa faktor-faktor seperti dukungan masyarakat, citra kandidat, dan isu-isu utama yang diangkat dalam kampanye dapat mempengaruhi hasil akhirnya.
Bagi sebagian pendukung demokrasi, esensi pemerintahan demokratis tidak boleh terbatas pada prosedur kelembagaan semata. Pada analisis akhir, dukungan mereka tidak hanya ditujukan kepada demokrasi formal.
Jika hak dan kebebasan yang dijanjikan oleh masyarakat hanyalah retorika kosong, jika anak-anak sekolah tidak dapat mengakses pendidikan berkualitas karena kemiskinan, dan jika kelompok etnis atau penganut agama mengalami penindasan, maka pemilihan umum yang diadakan secara demokratis, meskipun lancar, seakan kehilangan makna.
Dari perspektif ini, beberapa komentator dapat dengan tegas mengkritik proses demokrasi di Indonesia pasca-Soeharto, yang dimulai pada Mei 1998. Dalam menghadapi tekanan ekonomi yang merosot, demonstrasi mahasiswa, perpecahan internal di kalangan militer dan elit politik, serta kehilangan dukungan dari barat, Suharto terpaksa mengundurkan diri dari jabatan presiden.
Kritik terhadap proses demokrasi di Indonesia dapat muncul dari beberapa sudut pandang. Pertama, pada masa demokratisasi, elite politik yang masih memiliki pengaruh dari era otoriter dapat memanipulasi perumusan aturan pemilu sesuai kepentingan mereka, mendominasi politik pemilu.
Meskipun beberapa pendukung partai politik besar mungkin berpendapat bahwa manipulasi semacam itu membantu perkembangan demokrasi dengan mengurangi jumlah partai politik dan meningkatkan efisiensi lembaga-lembaga demokrasi, hal ini bisa menjadi sumber kritik.
Poin kedua adalah bahwa lingkungan hukum di Indonesia masih belum matang. Di luar kota-kota besar, kekerasan dan pemaksaan masih seringkali menjadi metode penyelesaian perselisihan. Hak-hak yang seharusnya dinikmati oleh sebagian besar masyarakat Indonesia seringkali tidak terlindungi. Lembaga peradilan tidak selalu dapat berfungsi sebagai arbiter pihak ketiga yang netral dan sepenuhnya melindungi hak politik masyarakat Indonesia.
Secara keseluruhan, analisis terhadap dinamika politik dan pembangunan ekonomi di Indonesia menyoroti tantangan serius yang dihadapi negara ini dalam menjaga keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi yang pesat dan pengentasan kemiskinan yang masih terbatas. Meskipun Indonesia telah mencapai pencapaian ekonomi yang signifikan, kesenjangan sosial antara kelompok kaya dan miskin semakin memburuk, menciptakan panggung politik yang dipenuhi oleh identitas dan pertentangan.
Sementara itu, sikap kampanye Ganjar dan Mahfud lebih moderat. Keduanya dikenal sebagai pemimpin yang bersih, tegas, jujur, dan berani. Di sisi lain, Anies Baswedan selalu menekankan identitasnya sebagai pribumi asli Indonesia, dengan strategi kampanyenya menyoroti ketidaksesuaian budaya nasional Indonesia dengan yang dianggapnya sebagai budaya asing. Anies berpendapat bahwa sudah saatnya pribumi mengambil kendali.
Dalam konteks ini, persaingan dalam pemilihan kali ini tampak jelas dalam perebutan kekuasaan. Meskipun popularitas Prabowo masih unggul berdasarkan hasil jajak pendapat, pemilihan kali ini diperkirakan akan berlangsung sengit, mirip dengan dinamika pemilu tahun 2019. Perlu diperhatikan bahwa faktor-faktor seperti dukungan masyarakat, citra kandidat, dan isu-isu utama yang diangkat dalam kampanye dapat mempengaruhi hasil akhirnya.
Bagi sebagian pendukung demokrasi, esensi pemerintahan demokratis tidak boleh terbatas pada prosedur kelembagaan semata. Pada analisis akhir, dukungan mereka tidak hanya ditujukan kepada demokrasi formal.
Jika hak dan kebebasan yang dijanjikan oleh masyarakat hanyalah retorika kosong, jika anak-anak sekolah tidak dapat mengakses pendidikan berkualitas karena kemiskinan, dan jika kelompok etnis atau penganut agama mengalami penindasan, maka pemilihan umum yang diadakan secara demokratis, meskipun lancar, seakan kehilangan makna.
Dari perspektif ini, beberapa komentator dapat dengan tegas mengkritik proses demokrasi di Indonesia pasca-Soeharto, yang dimulai pada Mei 1998. Dalam menghadapi tekanan ekonomi yang merosot, demonstrasi mahasiswa, perpecahan internal di kalangan militer dan elit politik, serta kehilangan dukungan dari barat, Suharto terpaksa mengundurkan diri dari jabatan presiden.
Kritik terhadap proses demokrasi di Indonesia dapat muncul dari beberapa sudut pandang. Pertama, pada masa demokratisasi, elite politik yang masih memiliki pengaruh dari era otoriter dapat memanipulasi perumusan aturan pemilu sesuai kepentingan mereka, mendominasi politik pemilu.
Meskipun beberapa pendukung partai politik besar mungkin berpendapat bahwa manipulasi semacam itu membantu perkembangan demokrasi dengan mengurangi jumlah partai politik dan meningkatkan efisiensi lembaga-lembaga demokrasi, hal ini bisa menjadi sumber kritik.
Poin kedua adalah bahwa lingkungan hukum di Indonesia masih belum matang. Di luar kota-kota besar, kekerasan dan pemaksaan masih seringkali menjadi metode penyelesaian perselisihan. Hak-hak yang seharusnya dinikmati oleh sebagian besar masyarakat Indonesia seringkali tidak terlindungi. Lembaga peradilan tidak selalu dapat berfungsi sebagai arbiter pihak ketiga yang netral dan sepenuhnya melindungi hak politik masyarakat Indonesia.
Secara keseluruhan, analisis terhadap dinamika politik dan pembangunan ekonomi di Indonesia menyoroti tantangan serius yang dihadapi negara ini dalam menjaga keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi yang pesat dan pengentasan kemiskinan yang masih terbatas. Meskipun Indonesia telah mencapai pencapaian ekonomi yang signifikan, kesenjangan sosial antara kelompok kaya dan miskin semakin memburuk, menciptakan panggung politik yang dipenuhi oleh identitas dan pertentangan.
Lihat Juga :
tulis komentar anda