Betulkah Fatwa Tidak Mengikat?

Kamis, 23 November 2023 - 20:26 WIB
Jika mencermati definisi tersebut, sebenarnya terdapat klausul yang perlu dijadikan pijakan analisis yakni bahwa dalam hal fatwa yang diberikan kepada penanya/peminta fatwa. Jadi fatwa yang demikian itu tidak mengikat bagi orang lain.

Fatwa para mujtahid dan hukum-hukum yang dihasilkan dari istinbath dan ijtihadnya, telah absah sebagai dalil bagi kalangan ahli taqlid. Imam al-Syatibi mengatakan, fatwa-fatwa kaum mujtahidin bagi orang awam adalah seperti beberapa dalil syar'i bagi para mujtahidin.

Itulah sebabnya, maka kita-kitab fiqih di kalangan ulama Syafi'iyah menjadi penting dan berkembang dalam ratusan bahkan mungkin ribuan judul dengan berbagai analisis, penjelasan dan tidak jarang berbagai kritik (intiqad dan radd). Kumpulan pendapat yang dituangkan dalam pelbagai kitab besar telah diringkas menjadi mukhtashor, nazham dan matan.

Sebaliknya, kitab yang kecil diberi syarah dan hasyiyah menjadi berjilid-jilid. Sampai pun tokoh ulama Indonesia, seperti Syeikh Mahfudh al-Tarmasi, dari Termas Jawa Timur, menulis hasyiyah “kitab Mauhibah” empat jilid, bahkan lima jilid (yang terakhir belum dicetak). Kedudukan kitab-kitab tersebut menjadi seperti periwayatan dalam Hadits/al-Sunnah.

Kalau dalam al-Sunnah ada mustanad riwayah (periwayatan yang bersambung); bi al-sama' (mendengarkan pembacaan guru) kemudian bi al-qira'ah (pembacaan apa yang dituliskan di hadapan guru) dan lalu bi al-ijazah (pendelegasian), maka para ulama dalam menerima dan mengajarkan kitab-kitab itu pun menggunakan mustanad tersebut dengan silsilah sanad yang langsung, berturut-turut sampai kepada para penulisnya (mu'allif) bahkan sampai kepada Imam al-Syafi'i (atau panutan mazhabnya).

Jadi—sekali lagi—hal demikian itu harus dipahami secara tepat. Karena sejarah awal produksi dan kodifikasi hukum selalu di awali dari fatwa para ulama mazhab generasi awal. Kumpulan fatwa tersebut selanjutnya dikodifikasi oleh muridnya. Pendapat tersebut dikaji secara mendalam dan selalu dijadikan rujukan. Alhasil, pendapat sampai saat ini dijadikan landasan dasar hukum (jurisprudence) oleh para murid dan pengikutnya.

Keluar dari Fatwa Sebagai Jalan Keluar?

Menjalankan fatwa adalah wajib. Maka, jika tidak menjalankan fatwa akan terkena hukum taklif, yakni haram alias dosa. Jika tidak ingin melaksanakan fatwa, jalan keluarnya adalah keluar dari fatwa dengan mengikuti pendapat lain.

Hemat penulis, hal ini disamakan langkah perpindahan mazhab (intiqal al mazhab), jika mazhab satunya dirasa sulit dilaksanakan. Seperti halnya seorang yang melaksanakan ibadah haji.

baca juga: Fatwa MUI Harus Disikapi Rasional, Hindari Tindakan Intoleransi
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More