Inpres Nomor 6 Tahun 2020 Harus Didampingi Peraturan Panglima TNI dan Kapolri
Jum'at, 07 Agustus 2020 - 08:35 WIB
"Masalahnya, bisakah dijamin Pergub/Perbup/Perwal itu dapat mengatur secara rinci batasan ruang lingkup kewenangan TNI dalam pengawasan, pembinaan masyarakat dan penerapan sanksi?" tanya dia.
Terlebih, lanjut Fahmi, Inpres 6/2020 juga mengesankan seolah TNI dan Polri berada dalam posisi setara terkait tugas pengawasan, patroli dan pembinaan masyarakat tersebut. Padahal mestinya leading sector tetaplah unsur penegak hukum. Dalam konteks daerah, itu berarti organisasi perangkat daerah yang terkait dan Polri.
Adapun, Fahmi memandang, dalam penerapan sanksi berupa teguran lisan sekalipun, tidak boleh disepelekan adanya kemungkinan "over action" dari para personel yang bertugas di lapangan. Maka mestinya Pergub/Perkab/Perwal itu juga diimbangi dengan peraturan Panglima TNI dan Kapolri yang berisi kewenangan, prosedur, cara bertindak dan larangan bagi personel yang bertugas di lapangan.
"Tapi Inpres tidak menginstruksikan pembuatan peraturan tersebut," katanya.
Ditambahkan Fahmi, kenapa perlu didampingi peraturan Panglima TNI dan peraturan Kapolri? Menurutnya, hal itu diperlukan agar pelaksanaannya tidak 'ngawur' dan terhindar dari kemungkinan tumpang tindih di lapangan yang bisa berujung friksi antarpetugas maupun aksi kekerasan improper dari aparat bertugas terkait penerapan sanksi pada warga masyarakat yang diduga tidak disiplin maupun melanggar protokol. (Baca juga: MA Sayangkan Hakim Elang Penuhi Panggilan KPK sebagai Saksi Tersangka Nurhadi)
"Kesimpulan saya, Inpres 6/2020 sebenarnya tidak bertabrakan dengan UU 34/2004 tentang TNI. Hanya saja penting dicatat perlunya penyiapan pedoman pelaksanaan yang jelas dan tegas, agar aturan main yang akan termuat dalam lebih dari 500 Pergub/Perbup/Perwal itu tidak salah arah, apalagi sampai melanggar prinsip-prinsip HAM dan penegakan hukum. Untuk memastikannya, tentu saja perlu terus diingatkan," pungkas dia.
Terlebih, lanjut Fahmi, Inpres 6/2020 juga mengesankan seolah TNI dan Polri berada dalam posisi setara terkait tugas pengawasan, patroli dan pembinaan masyarakat tersebut. Padahal mestinya leading sector tetaplah unsur penegak hukum. Dalam konteks daerah, itu berarti organisasi perangkat daerah yang terkait dan Polri.
Adapun, Fahmi memandang, dalam penerapan sanksi berupa teguran lisan sekalipun, tidak boleh disepelekan adanya kemungkinan "over action" dari para personel yang bertugas di lapangan. Maka mestinya Pergub/Perkab/Perwal itu juga diimbangi dengan peraturan Panglima TNI dan Kapolri yang berisi kewenangan, prosedur, cara bertindak dan larangan bagi personel yang bertugas di lapangan.
"Tapi Inpres tidak menginstruksikan pembuatan peraturan tersebut," katanya.
Ditambahkan Fahmi, kenapa perlu didampingi peraturan Panglima TNI dan peraturan Kapolri? Menurutnya, hal itu diperlukan agar pelaksanaannya tidak 'ngawur' dan terhindar dari kemungkinan tumpang tindih di lapangan yang bisa berujung friksi antarpetugas maupun aksi kekerasan improper dari aparat bertugas terkait penerapan sanksi pada warga masyarakat yang diduga tidak disiplin maupun melanggar protokol. (Baca juga: MA Sayangkan Hakim Elang Penuhi Panggilan KPK sebagai Saksi Tersangka Nurhadi)
"Kesimpulan saya, Inpres 6/2020 sebenarnya tidak bertabrakan dengan UU 34/2004 tentang TNI. Hanya saja penting dicatat perlunya penyiapan pedoman pelaksanaan yang jelas dan tegas, agar aturan main yang akan termuat dalam lebih dari 500 Pergub/Perbup/Perwal itu tidak salah arah, apalagi sampai melanggar prinsip-prinsip HAM dan penegakan hukum. Untuk memastikannya, tentu saja perlu terus diingatkan," pungkas dia.
(kri)
tulis komentar anda