Inpres Nomor 6 Tahun 2020 Harus Didampingi Peraturan Panglima TNI dan Kapolri

Jum'at, 07 Agustus 2020 - 08:35 WIB
loading...
Inpres Nomor 6 Tahun...
Inpres Nomor 6 Tahun 2020 diterbitkan dinilai sebagai upaya peningkatan disiplin dan penegakan hukum protokol kesehatan dalam pencegahan dan pengendalian COVID-19. Foto/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Intruksi Presiden (Inpres) Nomor 6 Tahun 2020 tentang Peningkatan Disiplin dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan COVID-19 diterbitkan dinilai sebagai upaya peningkatan disiplin dan penegakan hukum protokol kesehatan dalam pencegahan dan pengendalian COVID-19.

"Instruksi ditujukan pada sejumlah menteri, Panglima TNI, Kapolri, kepala Lembaga serta gubernur, bupati dan wali kota," ujar
Pengamat Militer Institute for Scurity and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi menyatakan kepada SINDOnews, Jumat (7/8/2020). (Baca juga: Saleh Daulay Berharap Inpres Sanksi Pelanggar Protokol Kesehatan Timbulkan Efek Jera)

Menurut dia, dalam Inpres itu, Panglima TNI diminta untuk memberikan dukungan kepada gubernur, bupati/wali kota dengan mengerahkan kekuatan TNI untuk melakukan pengawasan pelaksanaan protokol kesehatan di masyarakat. Panglima TNI bersama Kapolri dan instansi lain secara terpadu dengan pemerintah daerah menggiatkan patroli penerapan protokol kesehatan di masyarakat.

"Juga diminta untuk melakukan pembinaan masyarakat untuk berpartisipasi dalam upaya pencegahan dan pengendalian COVID-19," tuturnya.

Secara normatif, Fahmi menilai intruksi tersebut selaras dengan bentuk kegiatan Operasi Militer Selain Perang (OMSP) sesuai UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI Pasal 7 ayat (2) huruf b angka 9 dan 10 yaitu membantu tugas pemerintahan di daerah dan membantu Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam rangka tugas keamanan dan ketertiban masyarakat yang diatur dalam undang-undang.

Selain itu, Inpres itu harus dioperasionalisasi melalui Pergub/Perwali/Perbup. Sehingga, meski Inpres sudah memberi panduan terkait bentuk sanksi, namun Inpres tersebut tidak merumuskan secara rinci bagaimana penerapannya. Dalam hal ini, gubernur, bupati dan wali kota hanya diminta melakukan koordinasi dengan Kementerian/Lembaga terkait, TNI dan Polri.

"Di sini potensi masalah muncul. Inpres menyebutkan bahwa tugas TNI dan Polri adalah melakukan pengawasan, patroli dan pembinaan masyarakat. Mengingat bahwa pelaksanaannya akan diatur melalui Pergub/Perbup/Perwal, maka isi peraturan-peraturan tersebut mestinya tidak boleh melanggar prinsip-prinsip hak asasi manusia dan memperhatikan betul bahwa pengawasan, patroli dan pembinaan masyarakat itu (sesuai isi Inpres) dilakukan dalam koridor penegakan disiplin, penegakan hukum dan ketertiban masyarakat," papar dia.

Lebih lanjut Fahmi menyatakan, terkait penerapan sanksi, TNI mestinya tidak berhadapan langsung dengan masyarakat. Sesuai dengan ketentuan mengenai OMSP di atas dan memperhatikan bahwa penjuru penegakan hukum dan ketertiban masyarakat adalah Polri, bukan TNI.

"Masalahnya, bisakah dijamin Pergub/Perbup/Perwal itu dapat mengatur secara rinci batasan ruang lingkup kewenangan TNI dalam pengawasan, pembinaan masyarakat dan penerapan sanksi?" tanya dia.

Terlebih, lanjut Fahmi, Inpres 6/2020 juga mengesankan seolah TNI dan Polri berada dalam posisi setara terkait tugas pengawasan, patroli dan pembinaan masyarakat tersebut. Padahal mestinya leading sector tetaplah unsur penegak hukum. Dalam konteks daerah, itu berarti organisasi perangkat daerah yang terkait dan Polri.

Adapun, Fahmi memandang, dalam penerapan sanksi berupa teguran lisan sekalipun, tidak boleh disepelekan adanya kemungkinan "over action" dari para personel yang bertugas di lapangan. Maka mestinya Pergub/Perkab/Perwal itu juga diimbangi dengan peraturan Panglima TNI dan Kapolri yang berisi kewenangan, prosedur, cara bertindak dan larangan bagi personel yang bertugas di lapangan.

"Tapi Inpres tidak menginstruksikan pembuatan peraturan tersebut," katanya.

Ditambahkan Fahmi, kenapa perlu didampingi peraturan Panglima TNI dan peraturan Kapolri? Menurutnya, hal itu diperlukan agar pelaksanaannya tidak 'ngawur' dan terhindar dari kemungkinan tumpang tindih di lapangan yang bisa berujung friksi antarpetugas maupun aksi kekerasan improper dari aparat bertugas terkait penerapan sanksi pada warga masyarakat yang diduga tidak disiplin maupun melanggar protokol. (Baca juga: MA Sayangkan Hakim Elang Penuhi Panggilan KPK sebagai Saksi Tersangka Nurhadi)

"Kesimpulan saya, Inpres 6/2020 sebenarnya tidak bertabrakan dengan UU 34/2004 tentang TNI. Hanya saja penting dicatat perlunya penyiapan pedoman pelaksanaan yang jelas dan tegas, agar aturan main yang akan termuat dalam lebih dari 500 Pergub/Perbup/Perwal itu tidak salah arah, apalagi sampai melanggar prinsip-prinsip HAM dan penegakan hukum. Untuk memastikannya, tentu saja perlu terus diingatkan," pungkas dia.
(kri)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1243 seconds (0.1#10.140)