Perubahan Iklim Tanggung Jawab Siapa?
Kamis, 09 November 2023 - 08:49 WIB
Seruan dan kesepakatan tokoh agama menjadi penting mengingat dimensi etis yang disuarakan pemuka agama mampu menjadi panduan dan pengawas yang independen dari kepentingan politik dan ekonomi. Agama bisa berdampak pada pengendalian perubahan iklim ialah karena kemampuannya menjinakan gaya hidup. Agama menganjurkan manusia untuk berperilaku hemat dan tidak berlebihan, mubazir dan israf yang berdampak pada mitigasi perubahan iklim. Sebab, agama memiliki konstituen yang jelas dan nyata, serta adanya rujukan dalam keyakinan berupa kitab suci.
Banyak ayat-ayat di kitab suci yang secara tegas dan jelas mengajak pemeluk agama untuk berperilaku ramah lingkungan dan mencegah perubahan iklim. Umumnya, agama mengacu pada Lima R: Reference (rujukan dari kitab suci), Respect (saling menghormati), Restrain (mengontrol/membatasi), Redistribution (berbagi), Responsibility (bertanggung jawab).
Pakar tafsir Imam Abu Hayan dalam kitab tafsirnya Al-Bahr al-Muhith menegaskan, pelestarian alam atau lingkungan menjadi misi para nabi sepanjang sejarah. Saat menguraikan makna dari surat Huud ayat 61, ia memaparkan bagaimana Nabi Shalih as. diperintahkan kepada kaum Tsamud untuk konsisten di jalan tauhid, kemudian mengoptimalkan peran sebagai pemimpin di muka bumi dan seruan terakhir agar mereka mendayagunakan potensi alam di muka bumi secara proporsional.
Tugas ’imarah disandingkan dengan tauhid dan kekhalifahan membuktikan bahwa pelestarian alam tak lagi masuk ranah cabang agama (furu’iyyah), tetapi merupakan hajiyaat (kebutuhan), bahkan masuk dalam prioritas utama dharuriyyat (keharusan). Bahwa menjaga lingkungan berarti mempertahankan keberlangsungan hidup meliputi lima dharuriyyat ; agama, jiwa, akal, nasab, dan harta.
Apabila bercermin pada sejarah kejayaan Islam pada masa Khalifah Harun al Rasyid dan al-Makmun tahun 750-1256 Masehi akan mengenang maktabah Bayt al-Hikmah (Rumah Kearifan, House of Wisdom). Saat itu, para ulama menggabungkan tiga pola dan sikap hidup sekaligus: (1) pendalaman memahami konsep ketuhanan melalui agama dengan membaca dan menggali isyarat alam raya; (2) untuk dikaji secara rasional dan pengembangan ilmu pengetahuan; (3) untuk diamalkan bagi kemaslahatan dan peradaban manusia. Kehadiran agama menyatu dalam pola fikir ilmiah untuk mencari makna hidup manusia di bumi yang nyata.
Dalam konteks memahami linhgkungan (fiqhul bi’ah) dan mencegah perubahan iklim, MUI merasa ikut bertanggung jawab. MUI memiliki perhatian yang cukup intens dalam upaya pelestarian lingkungan hidup dan perubahan iklim. MUI banyak mengeluarkan fatwa sebagai panduan berinteraksi dengan alam dan menjaga kelestarian lingkungan dan iklim, di antaranya dengan mengeluarkan fatwa tentang air daur ulang, penambangan ramah lingkungan, pelestarian satwa langka untuk menjaga keseimbangan ekosistem, pengelolaan sampah, hukum pembakaran hutan dan lahan serta pengandaliannya, dan tentang pendayagunaan zakat, infak, dan wakaf untuk pembangunan sarana air bersih dan sanitasi.
Fatwa-fatwa ini adalah untuk memberi landasan dan pedoman syariah bagi masyarakat Indonesia dan dunia bahwa umat muslim adalah bagian dari komunitas dunia yang prihatin dengan lingkungan hidup dan perubahan iklim. Hal ini juga menunjukkan bahwa umat peduli pada Sustainable Development Goals ( SDGs ) atau Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB).
Dalam tataran praktis menghadapi perubahan iklim, MUI bersama Dewan Masjid Indonesia (DMI) telah meluncurkan program nasional masjid ramah lingkungan atau ecoMasjid. Program nasional ecoMasjid ini mengajak umat untuk segera menyadari dan memulai kegiatan dalam menghadapi perubahan iklim yang ancamannya semakin terasa saat ini. Program ini dimulai dengan pengelolaan sumber daya air dan penggunaan energi terbarukan yang ramah lingkungan. Dengan jumlah penduduk Indonesia sekitar 280 juta jiwa, potensi masjid sekitar 800 ribu di Indonesia dan hutan tropis yang luas sepert hutan hutan mangrove, maka tentunya umat muslim Indonesia dapat memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pemeliharaan lingkungan dan mencegah perubahan iklim
Pertanyaannya, apa yang telah dan yang akan kita lakukan untuk menjaga planet bumi agar terus lestari dan terus dapat dinikmati generasi selanjutnya?
Banyak ayat-ayat di kitab suci yang secara tegas dan jelas mengajak pemeluk agama untuk berperilaku ramah lingkungan dan mencegah perubahan iklim. Umumnya, agama mengacu pada Lima R: Reference (rujukan dari kitab suci), Respect (saling menghormati), Restrain (mengontrol/membatasi), Redistribution (berbagi), Responsibility (bertanggung jawab).
Pakar tafsir Imam Abu Hayan dalam kitab tafsirnya Al-Bahr al-Muhith menegaskan, pelestarian alam atau lingkungan menjadi misi para nabi sepanjang sejarah. Saat menguraikan makna dari surat Huud ayat 61, ia memaparkan bagaimana Nabi Shalih as. diperintahkan kepada kaum Tsamud untuk konsisten di jalan tauhid, kemudian mengoptimalkan peran sebagai pemimpin di muka bumi dan seruan terakhir agar mereka mendayagunakan potensi alam di muka bumi secara proporsional.
Tugas ’imarah disandingkan dengan tauhid dan kekhalifahan membuktikan bahwa pelestarian alam tak lagi masuk ranah cabang agama (furu’iyyah), tetapi merupakan hajiyaat (kebutuhan), bahkan masuk dalam prioritas utama dharuriyyat (keharusan). Bahwa menjaga lingkungan berarti mempertahankan keberlangsungan hidup meliputi lima dharuriyyat ; agama, jiwa, akal, nasab, dan harta.
Apabila bercermin pada sejarah kejayaan Islam pada masa Khalifah Harun al Rasyid dan al-Makmun tahun 750-1256 Masehi akan mengenang maktabah Bayt al-Hikmah (Rumah Kearifan, House of Wisdom). Saat itu, para ulama menggabungkan tiga pola dan sikap hidup sekaligus: (1) pendalaman memahami konsep ketuhanan melalui agama dengan membaca dan menggali isyarat alam raya; (2) untuk dikaji secara rasional dan pengembangan ilmu pengetahuan; (3) untuk diamalkan bagi kemaslahatan dan peradaban manusia. Kehadiran agama menyatu dalam pola fikir ilmiah untuk mencari makna hidup manusia di bumi yang nyata.
Dalam konteks memahami linhgkungan (fiqhul bi’ah) dan mencegah perubahan iklim, MUI merasa ikut bertanggung jawab. MUI memiliki perhatian yang cukup intens dalam upaya pelestarian lingkungan hidup dan perubahan iklim. MUI banyak mengeluarkan fatwa sebagai panduan berinteraksi dengan alam dan menjaga kelestarian lingkungan dan iklim, di antaranya dengan mengeluarkan fatwa tentang air daur ulang, penambangan ramah lingkungan, pelestarian satwa langka untuk menjaga keseimbangan ekosistem, pengelolaan sampah, hukum pembakaran hutan dan lahan serta pengandaliannya, dan tentang pendayagunaan zakat, infak, dan wakaf untuk pembangunan sarana air bersih dan sanitasi.
Fatwa-fatwa ini adalah untuk memberi landasan dan pedoman syariah bagi masyarakat Indonesia dan dunia bahwa umat muslim adalah bagian dari komunitas dunia yang prihatin dengan lingkungan hidup dan perubahan iklim. Hal ini juga menunjukkan bahwa umat peduli pada Sustainable Development Goals ( SDGs ) atau Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB).
Dalam tataran praktis menghadapi perubahan iklim, MUI bersama Dewan Masjid Indonesia (DMI) telah meluncurkan program nasional masjid ramah lingkungan atau ecoMasjid. Program nasional ecoMasjid ini mengajak umat untuk segera menyadari dan memulai kegiatan dalam menghadapi perubahan iklim yang ancamannya semakin terasa saat ini. Program ini dimulai dengan pengelolaan sumber daya air dan penggunaan energi terbarukan yang ramah lingkungan. Dengan jumlah penduduk Indonesia sekitar 280 juta jiwa, potensi masjid sekitar 800 ribu di Indonesia dan hutan tropis yang luas sepert hutan hutan mangrove, maka tentunya umat muslim Indonesia dapat memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pemeliharaan lingkungan dan mencegah perubahan iklim
Pertanyaannya, apa yang telah dan yang akan kita lakukan untuk menjaga planet bumi agar terus lestari dan terus dapat dinikmati generasi selanjutnya?
(zik)
tulis komentar anda