Masjid Benteng Moralitas Berdemokrasi
Jum'at, 13 Oktober 2023 - 07:09 WIB
Kita tidak terlambat untuk kembali menempatkan agama dan seluruh simbolnya dalam posisi yang suci. Agama seyogyanya mendasari perilaku umat beragama dalam semua aktifitasnya, termasuk perilaku politik.
Agama memandu umatnya untuk berperilaku etis dan taat pada aturan. Dalam keyakinan fundamental semua agama, semua tindakan yang diambil seorang politisi mesti mencerminkan perilaku luhur agar kemenangannya terhormat dan maslahat bagi bangsa.
Ingat Sejarah
Kekuasaan ditakdirkan begitu indah. Semua orang ingin meraihnya. Untuk mendapatkannya, sering digunakan segala cara, termasuk menggunakan agama beserta atributnya (ayat suci, tempat ibadah dan sebagainya).
Penggunaan agama untuk kepentingan politik merupakan tindakan sangat berbahaya, baik bagi agama itu sendiri, umatnya maupun bangsa ini. Dalam sejarah, kita mendapat contoh yang konkret dan berharap tidak perlu diulang pada masa mendatang.
Kita tidak perlu membakar diri untuk membuktikan bahwa api itu panas. Cukuplah pengalaman masa lalu dari orang lain menjadi pelajaran penting betapa politisasi agama harus dicegah. Sebab, tidak ada lagi nilai-nilai ilahi yang tersisa dalam setiap kasus politisasi agama.
Dalam sejarah Islam tercatat, akhir pemerintahan al-khulafa al-rasyidin menjadi masa yang sulit. Pemerintahan yang sebelumnya berdasarkan meritokrasi berubah menjadi dinasti. Dinasti Umayyah (661-750)—yang didirikan oleh Muawiyah bin Abu Sufyan—memang berhasil menyebarkan pengaruh Islam ke wilayah-wilayah yang jauh lebih luas. Namun, ada sisi lain yang tidak boleh terulang.
Awal berdirinya dinasti ini, umat Islam terbelah menjadi dua kubu. Ada yang mendukung Ali bin Abi Thalib, khalifah terakhir dalam jajaran al-khulafa al-rasyidun. Ada pula yang mendukung Muawiyah bin Abu Sufyan.
Persoalan politiknya begitu kompleks. Terjadi perang yang melibatkan para sahabat, termasuk perang Karbala (680 M). Yazid bin Muawiyah, yang menjadi khalifah pasca ayahnya meninggal (680 M), memiliki catatan buruk tentang sahabat Ali bin Abu Thalib, keluarga dan pengikutnya.
baca juga: Jusuf Kalla Persilakan Bicara Politik di Masjid: Yang Tidak Boleh Kampanye
Agama memandu umatnya untuk berperilaku etis dan taat pada aturan. Dalam keyakinan fundamental semua agama, semua tindakan yang diambil seorang politisi mesti mencerminkan perilaku luhur agar kemenangannya terhormat dan maslahat bagi bangsa.
Ingat Sejarah
Kekuasaan ditakdirkan begitu indah. Semua orang ingin meraihnya. Untuk mendapatkannya, sering digunakan segala cara, termasuk menggunakan agama beserta atributnya (ayat suci, tempat ibadah dan sebagainya).
Penggunaan agama untuk kepentingan politik merupakan tindakan sangat berbahaya, baik bagi agama itu sendiri, umatnya maupun bangsa ini. Dalam sejarah, kita mendapat contoh yang konkret dan berharap tidak perlu diulang pada masa mendatang.
Kita tidak perlu membakar diri untuk membuktikan bahwa api itu panas. Cukuplah pengalaman masa lalu dari orang lain menjadi pelajaran penting betapa politisasi agama harus dicegah. Sebab, tidak ada lagi nilai-nilai ilahi yang tersisa dalam setiap kasus politisasi agama.
Dalam sejarah Islam tercatat, akhir pemerintahan al-khulafa al-rasyidin menjadi masa yang sulit. Pemerintahan yang sebelumnya berdasarkan meritokrasi berubah menjadi dinasti. Dinasti Umayyah (661-750)—yang didirikan oleh Muawiyah bin Abu Sufyan—memang berhasil menyebarkan pengaruh Islam ke wilayah-wilayah yang jauh lebih luas. Namun, ada sisi lain yang tidak boleh terulang.
Awal berdirinya dinasti ini, umat Islam terbelah menjadi dua kubu. Ada yang mendukung Ali bin Abi Thalib, khalifah terakhir dalam jajaran al-khulafa al-rasyidun. Ada pula yang mendukung Muawiyah bin Abu Sufyan.
Persoalan politiknya begitu kompleks. Terjadi perang yang melibatkan para sahabat, termasuk perang Karbala (680 M). Yazid bin Muawiyah, yang menjadi khalifah pasca ayahnya meninggal (680 M), memiliki catatan buruk tentang sahabat Ali bin Abu Thalib, keluarga dan pengikutnya.
baca juga: Jusuf Kalla Persilakan Bicara Politik di Masjid: Yang Tidak Boleh Kampanye
tulis komentar anda