Suara Waria untuk Siapa?
Senin, 25 September 2023 - 17:23 WIB
Sejak awal tahun 70-an, para waria mulai berkumpul di tiga tempat: Lapangan Banteng-Monas; Taman Suropati; dan Taman Lawang di mana terbentuknya organisasi waria pertama di Indonesia, yaitu Hiwad (Himpunan Wadam) pada tahun 1973 atas fasilitasi Ali Sadikin. Ketuanya Maya Puspa. Tapi organisasi baru ini pun tidak memiliki kegiatan yang berarti dan akhirnya mati suri.
Pada tahun 1977, Myrna mendirikan grup penghibur baru, namanya Fantastic Dolls, yang bergerak dalam bidang nyanyi, tari, sulap, serta lawak. Fantastic Dolls besama Bambang Brothers makin popular. Fantastic Dolls melakukan pertunjukkan Kabaret Show di Taman Ria Monas; Senayan; Ancol dan beberapa tempat rekreasi lainnya. Kelompok ini aktif sampai awal tahun 90-an. Fantastic Dolls menjadi kebanggaan para waria, dan prestasinya diakui masyarakat.
Menurut Chenny, salah satu anggota, Fantastic Dolls melakukan beberapa kegiatan sosial bagi waria seperti pemberian bantuan pada waria jompo, waria yang menderita sakit kronis, dan pembersihan kuburan waria yang tidak terawat, dan penguburan waria yang tidak punya keluarga. Kegiatan nyanyi dan tari di atas panggung merupakan sumber dana untuk mebiayai aksi sosial Fantastic Dolls.
Kesuksesan Myrna itu membuat dia dijadikan ketua waria seluruh DKI pada 1979. Berkat kegigihan mengurus kematian Susi dan Iin, yang tenggelam di Kali Malang, dia menggantikan posisi Maya Puspa di Hiwad dan mengubah nama Hiwad menjadi Hiwaria (Himpunan Waria).
Organisasi waria kedua yang lumayan besar adalah Persatuan Waria Kota Surabaya (Purwakos) yang didirikan pada Oktober 1978. Selanjutnya ada juga Ikatan Waria Malang (Iwama) dan Waria DIY. Waria DIY, yang didirikan pada 1980 di Daerah Istimewa Yogyakarta dan setahun kemudian beganti nama dengan Ikatan Waria Yogyakarta (Iwayo).
Waria memang termasuk yang menonjol dibanding kaum gay atau lesbian dalam hal pengorganisasian diri. Demikian juga dengan keberanian mereka untuk tampil di tengah masyarakat. Gay atau lesbian masih bisa menyembunyikan identitas mereka sebagai gay atau lesbian karena sekilas tak bisa dibedakan antara lelaki/perempuan yang suka cewek/cowok dan lelaki/perempuan yang suka cowok/cewek dari segi penampilan.
Gay tetap memakai baju laki-laki dan lesbian tetap pakai baju perempuan. Sedangkan waria adalah laki-laki yang tidak hanya cenderung berperilaku perempuan, tetapi juga berpenampilan, berdandan, dan berpakaian perempuan. Identitas mereka sebagai waria cenderung lebih jelas di mata publik dan waria siap tampil di depan publik.
Di era Orde Baru, pada pertengahan 80-an, organisasi waria Hiwaria, bergabung dengan MKGR, salah satu underbow dari Golkar. Akhirnya, setiap waria yang ada di DKI Jakarta, langsung atau tidak, menjadi anggota Hiwaria. Organisasi ini mencoba bersuara dan menyampaikan aspirasi untuk melindungi kaum waria. Misalnya, sebelum konferensi APEC diselenggarakan di Jakarta pada 1994, Hiwaria membuat pernyataan untuk memprotes perilaku Satpol PP dan tentara di Jakarta yang diskriminatif dan tidak manusiawi kepada waria.
Tetapi hubungan Hiwaria dengan MKGR itu terkesan sekadar legalistas dan formalitas saja. Kelompok ini sendiri tidak pernah menjadi kelompok yang kukuh dengan administrasi yang rapi. Kelompok ini tidak memiliki Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, daftar anggota, kop surat, stempel atau persyaratan lain sebagai organisasi. Bahkan Hiwaria cenderung hanya sekadar nama.
Model lain keterlibatan waria dalam politik pada zaman Orde Baru adalah mereka kerap diminta untuk menjadi penghibur, penari atau penyanyi di panggung pada saat kampanye. Di antara 3 (tiga) organisasi peserta pemilu (Golkar-PDI-PPP), PDI-lah yang sering menggunakan jasa waria pada saat kampanye. Tentu waria-waria itu ikut kampanye bukan karena kesadaran politik atau strategi untuk menuntut hak mereka, tetapi karena kebutuhan uang. PDI juga mengikutsertakan waria untuk meramaikan kampanye bukan untuk mendengar aspirasi waria.
Pada tahun 1977, Myrna mendirikan grup penghibur baru, namanya Fantastic Dolls, yang bergerak dalam bidang nyanyi, tari, sulap, serta lawak. Fantastic Dolls besama Bambang Brothers makin popular. Fantastic Dolls melakukan pertunjukkan Kabaret Show di Taman Ria Monas; Senayan; Ancol dan beberapa tempat rekreasi lainnya. Kelompok ini aktif sampai awal tahun 90-an. Fantastic Dolls menjadi kebanggaan para waria, dan prestasinya diakui masyarakat.
Menurut Chenny, salah satu anggota, Fantastic Dolls melakukan beberapa kegiatan sosial bagi waria seperti pemberian bantuan pada waria jompo, waria yang menderita sakit kronis, dan pembersihan kuburan waria yang tidak terawat, dan penguburan waria yang tidak punya keluarga. Kegiatan nyanyi dan tari di atas panggung merupakan sumber dana untuk mebiayai aksi sosial Fantastic Dolls.
Kesuksesan Myrna itu membuat dia dijadikan ketua waria seluruh DKI pada 1979. Berkat kegigihan mengurus kematian Susi dan Iin, yang tenggelam di Kali Malang, dia menggantikan posisi Maya Puspa di Hiwad dan mengubah nama Hiwad menjadi Hiwaria (Himpunan Waria).
Organisasi waria kedua yang lumayan besar adalah Persatuan Waria Kota Surabaya (Purwakos) yang didirikan pada Oktober 1978. Selanjutnya ada juga Ikatan Waria Malang (Iwama) dan Waria DIY. Waria DIY, yang didirikan pada 1980 di Daerah Istimewa Yogyakarta dan setahun kemudian beganti nama dengan Ikatan Waria Yogyakarta (Iwayo).
Waria memang termasuk yang menonjol dibanding kaum gay atau lesbian dalam hal pengorganisasian diri. Demikian juga dengan keberanian mereka untuk tampil di tengah masyarakat. Gay atau lesbian masih bisa menyembunyikan identitas mereka sebagai gay atau lesbian karena sekilas tak bisa dibedakan antara lelaki/perempuan yang suka cewek/cowok dan lelaki/perempuan yang suka cowok/cewek dari segi penampilan.
Gay tetap memakai baju laki-laki dan lesbian tetap pakai baju perempuan. Sedangkan waria adalah laki-laki yang tidak hanya cenderung berperilaku perempuan, tetapi juga berpenampilan, berdandan, dan berpakaian perempuan. Identitas mereka sebagai waria cenderung lebih jelas di mata publik dan waria siap tampil di depan publik.
Di era Orde Baru, pada pertengahan 80-an, organisasi waria Hiwaria, bergabung dengan MKGR, salah satu underbow dari Golkar. Akhirnya, setiap waria yang ada di DKI Jakarta, langsung atau tidak, menjadi anggota Hiwaria. Organisasi ini mencoba bersuara dan menyampaikan aspirasi untuk melindungi kaum waria. Misalnya, sebelum konferensi APEC diselenggarakan di Jakarta pada 1994, Hiwaria membuat pernyataan untuk memprotes perilaku Satpol PP dan tentara di Jakarta yang diskriminatif dan tidak manusiawi kepada waria.
Tetapi hubungan Hiwaria dengan MKGR itu terkesan sekadar legalistas dan formalitas saja. Kelompok ini sendiri tidak pernah menjadi kelompok yang kukuh dengan administrasi yang rapi. Kelompok ini tidak memiliki Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, daftar anggota, kop surat, stempel atau persyaratan lain sebagai organisasi. Bahkan Hiwaria cenderung hanya sekadar nama.
Model lain keterlibatan waria dalam politik pada zaman Orde Baru adalah mereka kerap diminta untuk menjadi penghibur, penari atau penyanyi di panggung pada saat kampanye. Di antara 3 (tiga) organisasi peserta pemilu (Golkar-PDI-PPP), PDI-lah yang sering menggunakan jasa waria pada saat kampanye. Tentu waria-waria itu ikut kampanye bukan karena kesadaran politik atau strategi untuk menuntut hak mereka, tetapi karena kebutuhan uang. PDI juga mengikutsertakan waria untuk meramaikan kampanye bukan untuk mendengar aspirasi waria.
Lihat Juga :
tulis komentar anda