Putu Wijaya sebelum Jadi Teroris

Senin, 31 Juli 2023 - 08:05 WIB
“Ngurah mungkin mengira dia ayah Ngurah yang sejati, sebab dia suami sah Ibu Ngurah. Tapi dia bukanlah seorang pejuang. Dia seorang penjilat, musuh gerilya. Dia bukan lelaki jantan, dia seorang wandu. Dia memiliki lima belas orang istri, tapi itu hanya untuk menutupi kewanduannya. Kalau dia harus melakukan tugas sebagai seorang suami, tiyanglah yang sebagian besar melakukannya. Tapi itu semua menjadi rahasia.... sampai.... kau lahir, Ngurah, dan menganggap dia sebagai ayahmu yang sebenarnya. Coba tanyakan kepada Ibu Ngurah, siapa sebenarnya ayah Ngurah yang sejati,” kata Wayan.

Ngurah tak percaya dan menghampiri ibunya yang mulai menangis. Wayan kemudian meneruskan ceritanya:

“Dia pura-pura saja tidak tahu siapa laki-laki yang selalu tidur dengan dia. Sebab sesungguhnya kami saling menyintai sejak kecil, sampai tua bangka ini. Hanya kesombongannya terhadap martabat kebangsawanannya menyebabkan dia menolakku, lalu dia kawin dengan bangsawan, pengkhianat itu, semata-mata hanya soal kasta. Meninggalkan tiyang yang tetap mengharapkannya. Tiyang bisa ditinggalkannya, sedangkan cinta itu semakin mendalam.

Tiyang menghamba di sini karena cinta tiyang kepadanya, seperti cinta Ngurah kepada Nyoman. Tiyang tidak pernah kawin seumur hidup dan orang-orang selalu menganggap tiyang gila, pikun, tuli. Cuma tiyang sendiri yang tahu, semua itu tiyang lakukan dengan sengaja untuk melupakan kesedihan, kehilangan masa muda yang tidak bisa dibeli lagi.”

Wayan kemudian meminta Ngurah mengejar Nyoman Niti. Mungkin wanita itu masih di jalan atau menginap di rumah temnannya. Ngurah tidak boleh kehilangan masa muda seperti dirinya hanya karena perbedaan kasta.

“Ngurah sudah tahu semuanya. Ngurah sudah pantas mendengar itu. Tapi jangan terlalu memikirkannya. Lupakan itu semua. Itu memang sudah terjadi, tetapi sekarang setelah Ngurah tahu, hati merasa lega. Sekarang lupakan semua itu. Lupakan, jangan bersakit-sakit memikirkannya,” kata Wayan.

Lalu, pada adagen berikutnya, Putu Wijaya menggambarkan sebuah akhir yang menarik: Gusti Biang berhenti menangis. Dia tampak malu menatap Wayan, tapi lak-laki itu mendekatinya.

“Bagaimana, Gusti Biang?” ujar Wayan.

“Kenapa kau ceritakan semua itu padanya,” kata Gusti Biang dengan malu-malu.

“Waktu telah tiba, dia sudah cukup dewasa untuk mengetahuinya..”.
Halaman :
Lihat Juga :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More