Reklamasi, Sedimentasi, dan Ekosistem Pesisir
Jum'at, 30 Juni 2023 - 18:43 WIB
Jenis kegiatan pemanfaatan ruang laut yang berbeda akan memiliki kesimpulan penilaian yang berbeda pula, kendati telah sesuai fungsi peruntukan zonanya. Misalnya berdasarkan pertimbangan bahwa daya dukung tidak cukup, atau dampak yang ditimbulkan dapat menurunkan kualitas ekosistem (lingkungan) yang cukup besar.
Sementara itu, dalam poin 7 Pasal 19 UU Nomor 6/2023 tentang Penetapan Perppu Nomor 2/2022 tentang Cipta Kerja menjadi UU dinyatakan bahwa KKPRL diberikan untuk 17 kegiatan utama plus kegiatan pemanfaatan ruang laut lain. Dari ini, yang perlu mendapat kajian dan pertimbangan ketat di antaranya kegiatan yang akan mengubah rona lingkungan awal perairan laut, misalnya reklamasi, pengerukan, dan dumping.
Tiga aktivitas tersebut diperkirakan akan mengalirkan partikel-partikel ikutan (sedimen transport), baik dari material reklamasi atau material keruk/sedimen laut, ke lingkungan sekitar area kegiatan. Untuk itu, aktivitas pemanfataan ruang laut yang menghasilkan sedimen transport, terutama kegiatan pengerukan/pemanfaatan sedimen laut dan reklamasi, seharusnya berada sejauh mungkin dari batas kawasan konservasi, atau dapat dikendalikan dengan penerapan teknologi.
Dengan begitu, aktivitas reklamasi, pengerukan atau dumping tidak menurunkan kualitas lingkungan di bawah baku mutunya. Dengan kata lain, area kegiatan pengerukan/pemanfaatan sedimen atau reklamasi sesungguhnya bukan semata-mata luasan potensi sedimen yang akan dikeruk, tetapi dapat mencakup area sekitar yang terdampak secara fisik.
Oleh karena itu, PKKPRL bisa membatasi, mengurangi, atau menolak area pengerukan atau reklamasi baru karena di kawasan tersebut sudah over capacity. Sebab dampaknya bisa mempengaruhi lingkungan lebih luas seperti terjadi sedimentasi di alur pelayaran, area pantai umum, muara sungai, pelabuhan, atau yang merusak ekosistem sebagai habitat penting jenis ikan setempat.
Potensi dampak pada spesies bentik juga bergantung pada proses biologis termasuk mekanisme makan, tingkat mobilitas, karakteristik riwayat hidup, tahap perkembangan dan kondisi lingkungan (Fraser et al., 2017). Itu sebabnya pertimbangan lingkungan dan ekologi sangat ditekankan dalam proses pengerukan sedimen laut.
Proses pemindahan sedimen dalam kondisi endapan alaminya dengan menggunakan peralatan mekanis atau hidrolik tidak bisa dihindari memiliki dampak lingkungan yang nyata pada flora dan fauna laut, menggangu navigasi, dan bahkan dapat menimbulkan sedimentasi di tempat lain (Bianchini et al., 2019). Kegiatan pengerukan dan reklamasi pantai dapat mempengaruhi perubahan pola hidrodinamika perairan, yang berefek berantai pada aspek sirkulasi dan biologi perairan, yang otomatis mengganggu mekanisme transportasi bio massa air, dan jika terus berlanjut akan mengancam biota laut.
Studi kasus di Teluk Benoa, dengan menggunakan simulasi numerik, kecepatan aliran selama rentang waktu sebelum dan setelah reklamasi Pulau Serangan dan Pelabuhan Benoa, dari berkisar antara 0-1,4 m/s berubah berkisar antara 0-1,2 m/s., dan ditemukan saat surut rendah, beberapa area di dalam teluk tidak terendam air karena laju sedimentasi yang tinggi dan distribusi sedimen yang tidak stabil (Wisha et al., 2018).
Dalam proses pengerukan, partikel kontaminen di dalamnya juga perlu mendapat perhatian. Hal ini dikarenakan sedimen laut adalah penyerap utama polutan baik organik dan anorganik, termasuk logam berat yang membahayakan ekosistem dan biota laut. Jika tidak dikendalikan, karena sedimen yang dikeruk ini dapat terburai kembali ke sistem air hingga masuk ke dalam rantai makanan (Labianca et al., 2022).
Sementara itu, dalam poin 7 Pasal 19 UU Nomor 6/2023 tentang Penetapan Perppu Nomor 2/2022 tentang Cipta Kerja menjadi UU dinyatakan bahwa KKPRL diberikan untuk 17 kegiatan utama plus kegiatan pemanfaatan ruang laut lain. Dari ini, yang perlu mendapat kajian dan pertimbangan ketat di antaranya kegiatan yang akan mengubah rona lingkungan awal perairan laut, misalnya reklamasi, pengerukan, dan dumping.
Tiga aktivitas tersebut diperkirakan akan mengalirkan partikel-partikel ikutan (sedimen transport), baik dari material reklamasi atau material keruk/sedimen laut, ke lingkungan sekitar area kegiatan. Untuk itu, aktivitas pemanfataan ruang laut yang menghasilkan sedimen transport, terutama kegiatan pengerukan/pemanfaatan sedimen laut dan reklamasi, seharusnya berada sejauh mungkin dari batas kawasan konservasi, atau dapat dikendalikan dengan penerapan teknologi.
Dengan begitu, aktivitas reklamasi, pengerukan atau dumping tidak menurunkan kualitas lingkungan di bawah baku mutunya. Dengan kata lain, area kegiatan pengerukan/pemanfaatan sedimen atau reklamasi sesungguhnya bukan semata-mata luasan potensi sedimen yang akan dikeruk, tetapi dapat mencakup area sekitar yang terdampak secara fisik.
Oleh karena itu, PKKPRL bisa membatasi, mengurangi, atau menolak area pengerukan atau reklamasi baru karena di kawasan tersebut sudah over capacity. Sebab dampaknya bisa mempengaruhi lingkungan lebih luas seperti terjadi sedimentasi di alur pelayaran, area pantai umum, muara sungai, pelabuhan, atau yang merusak ekosistem sebagai habitat penting jenis ikan setempat.
Reklamasi, Pengerukan, dan Sedimentasi Laut
Mengapa aktivitas pengerukan dan reklamasi perlu dipertimbangkan dengan demikian panjang dan terkesan njelimet? Sebab kawasan pesisir atau pantai adalah kawasan yang subur, tempat terjadinya proses produksi bentik penting dalam mendukung produksi ikan demersal. Kegiatan pengerukan sedimen di dekat pantai dapat mempengaruhi tingkat kepekaan proses produksi bentik ini dan membutuhkan waktu yang panjang untuk pemulihan setelah penghentian pengerukan atau reklamasi (Newell, Seiderer and Hitchcock, 1998).Potensi dampak pada spesies bentik juga bergantung pada proses biologis termasuk mekanisme makan, tingkat mobilitas, karakteristik riwayat hidup, tahap perkembangan dan kondisi lingkungan (Fraser et al., 2017). Itu sebabnya pertimbangan lingkungan dan ekologi sangat ditekankan dalam proses pengerukan sedimen laut.
Proses pemindahan sedimen dalam kondisi endapan alaminya dengan menggunakan peralatan mekanis atau hidrolik tidak bisa dihindari memiliki dampak lingkungan yang nyata pada flora dan fauna laut, menggangu navigasi, dan bahkan dapat menimbulkan sedimentasi di tempat lain (Bianchini et al., 2019). Kegiatan pengerukan dan reklamasi pantai dapat mempengaruhi perubahan pola hidrodinamika perairan, yang berefek berantai pada aspek sirkulasi dan biologi perairan, yang otomatis mengganggu mekanisme transportasi bio massa air, dan jika terus berlanjut akan mengancam biota laut.
Studi kasus di Teluk Benoa, dengan menggunakan simulasi numerik, kecepatan aliran selama rentang waktu sebelum dan setelah reklamasi Pulau Serangan dan Pelabuhan Benoa, dari berkisar antara 0-1,4 m/s berubah berkisar antara 0-1,2 m/s., dan ditemukan saat surut rendah, beberapa area di dalam teluk tidak terendam air karena laju sedimentasi yang tinggi dan distribusi sedimen yang tidak stabil (Wisha et al., 2018).
Dalam proses pengerukan, partikel kontaminen di dalamnya juga perlu mendapat perhatian. Hal ini dikarenakan sedimen laut adalah penyerap utama polutan baik organik dan anorganik, termasuk logam berat yang membahayakan ekosistem dan biota laut. Jika tidak dikendalikan, karena sedimen yang dikeruk ini dapat terburai kembali ke sistem air hingga masuk ke dalam rantai makanan (Labianca et al., 2022).
tulis komentar anda