Urgensi Pendidikan Followership bagi Polri: Pelajaran Kasus Sambo dan Tragedi Kanjuruhan

Senin, 27 Maret 2023 - 03:28 WIB
Adapun tragedi Kanjuruhan merupakan insiden sepak bola yang terjadi pada 1 Oktober 2022, setelah laga antara Arema FC dengan Persebaya Surabaya. Sesuai kapasitas Stadion Kanjuruhan, Malang, sebanyak 42.000 tiket penonton dicetak oleh panitia. Selama pertandingan, situasi berjalan lancar dan kondusif. Namun setelah pertandingan berakhir, Persebaya mengalahkan Arema 3-2, beberapa suporter masuk ke lapangan hendak berfoto bersama pemain. Menurut saksi, mereka dikejar oleh polisi yang memukuli dan menarik baju mereka. Hal ini memicu suporter lainnya untuk masuk ke area lapangan.

Tak ingin kondisi ricuh dan keselamatan pemain terancam, polisi yang bertugas melakukan tindakan pengamanan dengan menghalau suporter yang turun kelapangan hijau. Setelah kondisi dinilai semakin tak terkendali unit polisi anti huru hara mulai menembakkan gas air mata. Beberapa tembakan mengarah ke tribun selatan yang mana tidak terdapat gesekan suporter. Ini memicu berlariannya para penonton di tribun untuk menghindari asap gas air mata dan menimbulkan kepanikan. Penumpukan dan penghimpitan kerumunan pun terjadi di pintu keluar, menyebabkan sejumlah supporter mengalami luka-luka dan asfiksia.

Tercatat sebanyak 135 orang meninggal dunia, 93 orang luka berat, dan 484 orang luka ringan/sedang. Tragedi Kanjuruhan ini merupakan bencana paling mematikan kedua dalam sejarah sepak bola dunia -setelah tragedi Estadio Nacional 1964 di Peru yang menewaskan 328 orang-. Dengan begitu, bencana Kanjuruhan adalah yang paling mematikan di Asia, Indonesia, dan belahan bumi bagian timur.

Pelajaran Followership

Dari kasus Sambo maupun tragedi Kanjuruhan kita melihat bahwa tindakan yang dilakukan oleh bawahan (follower) akan berdampak besar pada atasan (leader). Peran bawahan demikian besar pengaruhnya kepada atasan. Kelley (1992) menyatakan bahwa tanpa bawahan/follower akan sedikit hal yang bisa diselesaikan dan bawahan memiliki kontribusi 80-90% dalam kesuksesan organisasi.

Pada Kasus Sambo, jatuhnya korban sebenarnya tidak akan terjadi, apabila perintah membunuh yang diinstruksikan Sambo ditolak oleh para bawahannya. Namun karena pengaruh kuat kekuasaan dan kondisi yang sangat tertekan -karir dan keselamatan akan terancam- bila menolak perintah, maka dengan sadar instruksi itu dipenuhinya.

Meminjam cara pandangnya Edmonds (2021) dalam bukunya InTOXICating Followership, Bharada E terposisikan sebagai mereka yang rentan terkena pengaruh atas pimpinan jahat dan tak mengindahkan moral (Susceptible to unscrupulous leaders).



Serupa dengan di atas, tragedi Kanjuruhan juga semestinya dapat dihindari apabila para petugas pengamanan lapangan berani untuk:

Pertama, berani melakukan aksi moral dengan menyampaikan kepada pimpinan bahwa penggunaan gas air mata di stadion adalah terlarang. Ini merujuk peraturan FIFA pasal 19 b tentang petugas penjaga keamanan lapangan (Pitchside stewards), yang berbunyi, "No firearms or 'crowd control gas' shall be carried or used” (Senjata api atau 'gas pengendali massa' tidak boleh dibawa atau digunakan).

Kedua, berani menolak perintah atasan untuk menembakkan gas air mata kearah penonton. Apalagi kearah tribun yang tidak terdapat gejolak massa ataupun tindakan anarkistis.
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More