Mengawal Omnibus Law, Mahasiswa Harus Menjadi Mitra Kritis
Jum'at, 17 Juli 2020 - 18:02 WIB
JAKARTA - Pembahasan Omnibus Law menjadi salah satu pembahasan yang masih hangat dalam masyarakat, terkhusus dalam dunia mahasiswa dan dunia pergerakan. Pro dan kontra pun tidak bisa dihindari dalam pembahasan omnibus law tersebut.
Bagi mereka yang mendukung, mereka menilai bahwa kebijakan pemerintah ini merupakan hal yang bagus untuk mendukung kemajuan negara, namun bagi sebagai orang, kebijakan ini dinilai sebagai satu kebijakan yang tidak aspiratif terhadap masyarakat, namun cenderung menindas masyarakat. (Baca juga: Pusat Studi IPB Sebut RUU Cipta Kerja Memundurkan Reforma Agraria)
Koordinator Persatuan Mahasiswa Nusantara (Permasta), Riswan Siahaan menilai karena itu berbagai gerakan muncul untuk merespons kebijakan tersebut, mulai dari gerakan kelompok mahasiswa, sampai pada masyarakat. Namun kecenderungan yang terjadi ketika timbul sebuah gerakan untuk merespons Omnibus Law malah melahirkan konflik yang baru dan merusak relasi antara masyarakat dan pemerintah yang berdampak pada keutuhan bangsa dan negara.
"Ditambah lagi kita sedang dalam situasi krisis karena pandemi COVID-19 yang mengharuskan kita untuk melakukan pembatasan sosial, karena itu kami mendorong kita semua untuk lebih bijak dalam melakukan gerakan kita. Kita sama-sama mengawal pembahasan OMNIBUS LAW, namun tetap memperhatikan situasi saat ini dan sebisa mungkin gerakan kita harus menghilangkan potensi konflik lain yang akan dihasilkan dari gerakan tersebut," ujar Riswan Siahaan selaku koordinator Permasta (Unkris, UIJ, UBK, STT Jakarta, Tribuana, Mercusuar, UIC, UNIJA) dalam seminar 'Omnibuslaw Dalam Hukum Indonesia', Jakarta, Jumat (17/7/2020).
Mahasiswa Universitas Krisnadwipayana ini sepakat untuk menjadi mitra pemerintah dalam mengawal pembahasan omnibus law tersebut. Artinya menjadi mitra kritis yang memberikan respons dengan cara yang bijak.
"Dengan kata lain, jika kita melihat ketimpangan dalam peraturan atau kebijakan yang dikeluarkan pemerintah, maka kita harus memberikan kritikan sekaligus solusi kepada pemerintah terkait apa yang mereka keluarkan, namun jika kita menemukan hal baik dari kebijakan tersebut, maka kita perlu mengapresiasi hal tersebut dan tidak menutupi hal-hal baik dengan mengungkit hal-hal buruk dalam pemerintahan," jelasnya. (Baca: PP Muhammadiyah: RUU Ciptaker Rapuh dan Melawan Moral Konstitusi)
"Artinya kita tidak menjadi lawan dari pemerintah namun kita menjadi mitra kritis pemerintah untuk membangun bangsa kita," sambung Riswan.
Bagi mereka yang mendukung, mereka menilai bahwa kebijakan pemerintah ini merupakan hal yang bagus untuk mendukung kemajuan negara, namun bagi sebagai orang, kebijakan ini dinilai sebagai satu kebijakan yang tidak aspiratif terhadap masyarakat, namun cenderung menindas masyarakat. (Baca juga: Pusat Studi IPB Sebut RUU Cipta Kerja Memundurkan Reforma Agraria)
Koordinator Persatuan Mahasiswa Nusantara (Permasta), Riswan Siahaan menilai karena itu berbagai gerakan muncul untuk merespons kebijakan tersebut, mulai dari gerakan kelompok mahasiswa, sampai pada masyarakat. Namun kecenderungan yang terjadi ketika timbul sebuah gerakan untuk merespons Omnibus Law malah melahirkan konflik yang baru dan merusak relasi antara masyarakat dan pemerintah yang berdampak pada keutuhan bangsa dan negara.
"Ditambah lagi kita sedang dalam situasi krisis karena pandemi COVID-19 yang mengharuskan kita untuk melakukan pembatasan sosial, karena itu kami mendorong kita semua untuk lebih bijak dalam melakukan gerakan kita. Kita sama-sama mengawal pembahasan OMNIBUS LAW, namun tetap memperhatikan situasi saat ini dan sebisa mungkin gerakan kita harus menghilangkan potensi konflik lain yang akan dihasilkan dari gerakan tersebut," ujar Riswan Siahaan selaku koordinator Permasta (Unkris, UIJ, UBK, STT Jakarta, Tribuana, Mercusuar, UIC, UNIJA) dalam seminar 'Omnibuslaw Dalam Hukum Indonesia', Jakarta, Jumat (17/7/2020).
Mahasiswa Universitas Krisnadwipayana ini sepakat untuk menjadi mitra pemerintah dalam mengawal pembahasan omnibus law tersebut. Artinya menjadi mitra kritis yang memberikan respons dengan cara yang bijak.
"Dengan kata lain, jika kita melihat ketimpangan dalam peraturan atau kebijakan yang dikeluarkan pemerintah, maka kita harus memberikan kritikan sekaligus solusi kepada pemerintah terkait apa yang mereka keluarkan, namun jika kita menemukan hal baik dari kebijakan tersebut, maka kita perlu mengapresiasi hal tersebut dan tidak menutupi hal-hal baik dengan mengungkit hal-hal buruk dalam pemerintahan," jelasnya. (Baca: PP Muhammadiyah: RUU Ciptaker Rapuh dan Melawan Moral Konstitusi)
"Artinya kita tidak menjadi lawan dari pemerintah namun kita menjadi mitra kritis pemerintah untuk membangun bangsa kita," sambung Riswan.
(kri)
Lihat Juga :
tulis komentar anda