Problematika PPDB dan Kenyataan Pendidikan Indonesia
Kamis, 16 Juli 2020 - 05:32 WIB
Hal mana semangat pendidikan di Indonesia juga diselenggarakan secara demokratis, berkeadilan dan tidak diskriminatif, sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) sebagai berikut:
Pasal 4 ayat (1)
“Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa”.
Pasal 5 ayat (1)
“Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu”.
Berdasarkan Pasal 21 ayat (1) UU Perlindungan Anak, Pasal 4 ayat (1) dan Pasal 5 ayat (1) UU Sisdiknas, maka penentuan PPDB berdasar usia adalah batal demi hukum. Tentu saja Pasal 25 ayat (2) orang tua murid yang anaknya menjadi korban PPDB karena faktor usia dapat mengajukan uji materil kepada Mahkamah Agung RI.
Selain persoalan substansi pada Pasal 25 Permendikbud No. 44 Tahun 2019, secara teknis Pasal 25 ayat (2) juga memiliki masalah ketidakpastian hukum dalam frasa. Pada Pasal 25 ayat (1) dinyatakan frasa “calon peserta didik baru”, pada ayat (1) kalimat pertama juga dinyatakan “calon peserta didik baru”, sedangkan di ayat yang sama menggunakan frasa “peserta didik yang lebih tua”.
Pertanyaannya, mengapa sudah ada peserta didik? Sedangkan masih tahap proses seleksi, statusnya masih “calon peserta didik”, di sini dapat dinilai antara satu frasa dengan frasa lainnya terdapat pertentangan masih dalam satu pasal. Maka Pasal 25 Permendikbud No. 44 Tahun 2019 bertentangan dengan asas kepastian hukum. Cukup beralasan orang tua murid mengajukan uji materil terhadap Pasal 25 Permendikbud No . 44 Tahun 2019.
Mengurai Benang Kusut PPDB
Permasalahan utama PPDB ini hakikatnya adalah bukan terletak pada terbatasnya daya tampung sekolah negeri dan banyaknya angkatan calon peserta didik baru. Melainkan kemampuan orang tua murid untuk membayar iuran sekolah dan biaya yang timbul dari proses keberangkatan serta aktivitas lainnya.
Pasal 4 ayat (1)
“Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa”.
Pasal 5 ayat (1)
“Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu”.
Berdasarkan Pasal 21 ayat (1) UU Perlindungan Anak, Pasal 4 ayat (1) dan Pasal 5 ayat (1) UU Sisdiknas, maka penentuan PPDB berdasar usia adalah batal demi hukum. Tentu saja Pasal 25 ayat (2) orang tua murid yang anaknya menjadi korban PPDB karena faktor usia dapat mengajukan uji materil kepada Mahkamah Agung RI.
Selain persoalan substansi pada Pasal 25 Permendikbud No. 44 Tahun 2019, secara teknis Pasal 25 ayat (2) juga memiliki masalah ketidakpastian hukum dalam frasa. Pada Pasal 25 ayat (1) dinyatakan frasa “calon peserta didik baru”, pada ayat (1) kalimat pertama juga dinyatakan “calon peserta didik baru”, sedangkan di ayat yang sama menggunakan frasa “peserta didik yang lebih tua”.
Pertanyaannya, mengapa sudah ada peserta didik? Sedangkan masih tahap proses seleksi, statusnya masih “calon peserta didik”, di sini dapat dinilai antara satu frasa dengan frasa lainnya terdapat pertentangan masih dalam satu pasal. Maka Pasal 25 Permendikbud No. 44 Tahun 2019 bertentangan dengan asas kepastian hukum. Cukup beralasan orang tua murid mengajukan uji materil terhadap Pasal 25 Permendikbud No . 44 Tahun 2019.
Mengurai Benang Kusut PPDB
Permasalahan utama PPDB ini hakikatnya adalah bukan terletak pada terbatasnya daya tampung sekolah negeri dan banyaknya angkatan calon peserta didik baru. Melainkan kemampuan orang tua murid untuk membayar iuran sekolah dan biaya yang timbul dari proses keberangkatan serta aktivitas lainnya.
Lihat Juga :
tulis komentar anda