Problematika PPDB dan Kenyataan Pendidikan Indonesia
Kamis, 16 Juli 2020 - 05:32 WIB
Anton Hariyadi, S.H.
Advokat Kantor Hukum A Law Firm
USIA Dalam Pendidikan, Hak Anak dan Hukum Penerimaan Peserta Didik Baru atau disingkat PPDB, saat ini menjadi isu sentral pendidikan Indonesia, karena menuai kritik dan pertentangan yang keras dari kalangan orang tua murid.
PPDB yang dinilai orang tua murid diskriminatif tersebut, didasari pada fakta bahwa penentuan PPDB berdasar jarak tempat tinggal calon peserta didik dengan Sekolah itu sama, maka seleksi untuk pemenuhan kuota/daya tampung terakhir menggunakan usia yang lebih tua berdasarkan surat keterangan lahir atau akta kelahiran, sebagaimana yang dinyatakan dalam Permendikbud No. 44 Tahun 2019 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru Pada Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, Dan Sekolah Menengah Kejuruan (Permendikbud No. 44 Tahun 2019), dinyatakan bahwa:
Pasal 25
“(1) Seleksi calon peserta didik baru kelas 7 (tujuh) SMP dan kelas 10 (sepuluh) SMA dilakukan dengan memprioritaskan jarak tempat tinggal terdekat ke Sekolah dalam wilayah zonasi yang ditetapkan.
(2) Jika jarak tempat tinggal calon peserta didik dengan Sekolah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sama, maka seleksi untuk pemenuhan kuota/daya tampung terakhir menggunakan usia peserta didik yang lebih tua berdasarkan surat keterangan lahir atau akta kelahiran.”
Ukuran usia yang lebih tua sebagai penentu penerimaan sebagaimana ditentukan pada Pasal 25 ayat (2) Permendikbud No. 44 Tahun 2019, menurut hukum adalah menyalahi Undang-Undang, yakni bertentangan dengan Pasal 21 ayat (1) UU Perlindungan Anak Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak yang berbunyi:
“Negara, Pemerintah, dan Pemerintah Daerah berkewajiban dan bertanggung jawab menghormati pemenuhan Hak Anak tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, etnik, budaya dan bahasa, status hukum, urutan kelahiran, dan kondisi fisik dan/atau mental”.
Advokat Kantor Hukum A Law Firm
USIA Dalam Pendidikan, Hak Anak dan Hukum Penerimaan Peserta Didik Baru atau disingkat PPDB, saat ini menjadi isu sentral pendidikan Indonesia, karena menuai kritik dan pertentangan yang keras dari kalangan orang tua murid.
PPDB yang dinilai orang tua murid diskriminatif tersebut, didasari pada fakta bahwa penentuan PPDB berdasar jarak tempat tinggal calon peserta didik dengan Sekolah itu sama, maka seleksi untuk pemenuhan kuota/daya tampung terakhir menggunakan usia yang lebih tua berdasarkan surat keterangan lahir atau akta kelahiran, sebagaimana yang dinyatakan dalam Permendikbud No. 44 Tahun 2019 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru Pada Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, Dan Sekolah Menengah Kejuruan (Permendikbud No. 44 Tahun 2019), dinyatakan bahwa:
Pasal 25
“(1) Seleksi calon peserta didik baru kelas 7 (tujuh) SMP dan kelas 10 (sepuluh) SMA dilakukan dengan memprioritaskan jarak tempat tinggal terdekat ke Sekolah dalam wilayah zonasi yang ditetapkan.
(2) Jika jarak tempat tinggal calon peserta didik dengan Sekolah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sama, maka seleksi untuk pemenuhan kuota/daya tampung terakhir menggunakan usia peserta didik yang lebih tua berdasarkan surat keterangan lahir atau akta kelahiran.”
Ukuran usia yang lebih tua sebagai penentu penerimaan sebagaimana ditentukan pada Pasal 25 ayat (2) Permendikbud No. 44 Tahun 2019, menurut hukum adalah menyalahi Undang-Undang, yakni bertentangan dengan Pasal 21 ayat (1) UU Perlindungan Anak Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak yang berbunyi:
“Negara, Pemerintah, dan Pemerintah Daerah berkewajiban dan bertanggung jawab menghormati pemenuhan Hak Anak tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, etnik, budaya dan bahasa, status hukum, urutan kelahiran, dan kondisi fisik dan/atau mental”.
tulis komentar anda