Hari Koperasi dan Kontroversi Baru LPDB
Rabu, 15 Juli 2020 - 11:12 WIB
Sejauh ini ada sejumlah peraturan yang dipakai landasan penyaluran dana bergulir, antara lain Permenkop Nomor 6/2019 tentang Perubahan Atas Peraturan Menkop UKM Nomor 08 Tahun 2018 tentang Penyaluran Pinjaman/ Pembiayaan Dana Bergulir oleh Lembaga Pengelola Dana Bergulir Koperasi dan UMKM, dan sejumlah peraturan direksi LPDB.
Kriterianya tidak masalah, tapi dokumen yang harus diserahkan begitu banyak dan rumit. Lebih rumit dari persyaratan perbankan. Padahal, LPDB juga meminta jaminan material maupun imaterial.
Tapi segera angin sejukpun disampaikan Kementerian Koperasi dan UKM sehari sebelum peringatan Hari Koperasi 12 Juli 2020 lalu. yang menyebut Kemenkop UKM telah mengeluarkan Permenkop UKM No 4/2020 tentang Penyaluran Pinjaman Atau Pembiayaan Dana Bergulir oleh LPDB-KUMKM, yang menjadi pengganti Permenkop No 8/2018 sebagaimana telah diubah dengan Permenkop No 6/2019. Seperti disiarkan di berbagai media, Sekretaris KemenkopUKM Rully Indrawan mengklaim peraturan baru ini memberikan kemudahan kepada koperasi untuk mengakses dana LPDB dengan pencairan pembiayaan berubah drastis dari 16 proses yang rigid menjadi hanya 3 proses saja.
Syaratnya adalah penilaian legalitas, kapasitas pembayaran, dan pengikatan jaminan, serta pencairan dana. Peraturan baru ini mengedepankan risiko (risk based) yaitu legalitas dan kelembagaan, kelayakan usaha, dan kondisi keuangan serta jaminan untuk memastikan kemampuan mengembalikan.
Secara karakter LPDB diklaim berubah total operasionalnya dari model banking approach menjadi venture capital approach yang bisa memberi pembiayaan tanpa harus menunggu calon mitranya BEP dan surplus dua kali, tapi lebih mendasarkan kepada cashflow dan repayment capacity. Tak cukup hanya itu, Kemenkop UKM menyebut ini sebagai legacy dari Menkop UKM yang inginkan LPDB dikhususkan melayani koperasi.
Benarkah? Saya telah mengecek dengan apa yang ada dalam Permenkop No 4/2020 itu, jauh dari apa yang disebut kemudahan. Tidak ada perubahan drastis dari 16 proses menjadi 3 proses, tapi malah syaratnya ditambah dari aturan yang lama.
Sebagai contoh di Pasal 7, kalau dalam Permenkop yang lama dokumen yang harus dilampirkan itu 12 item, maka di Permenkop yang baru ditambah menjadi 15 item. Kemudian persoalan jaminan makin ditegaskan sebagai tekanan risk based. Di bagian mana ada disebut
Permenkop baru ini ingin mengesankan dibuat sebagai jawaban atas keinginan Presiden Jokowi agar proses bantuan untuk koperasi dan UMKM dipercepat dan dipermudah, tapi pada kenyataannya Permenkop ini malah mempersulit koperasi. Bahkan kalau dikatakan Pemenkop ini menegaskan bahwa LPDB itu hanya untuk koperasi, faktanya tidak benar karena di Pasal 3 jelas-jelas bahwa dana bergulir di LPDB itu bukan hanya untuk koperasi tapi juga UMKM.
Kita sepakat bahwa dalam penyaluran dana bergulir harus ada prinsip kehati-hatian. Kita sepakat bahwa aspek risiko harus menjadi pertimbangan besar. Itulah sebabnya ada analisis repayment capacity dan juga jaminan.
Tapi, sekali lagi, Permenkop malah tidak sesuai antara yang diucapkan dengan yang diatur. Bahkan dari pengalaman yang kita dengar dari koperasi, LPDB meminta untuk memeriksa sistem komputer untuk validasi, sesuatu yang aneh dan kalau tidak ada komunikasi yang baik akan terkesan diskriminatif dan menempatkan koperasi sebagai pihak “pesakitan” yang terlibat kasus pidana.
Kriterianya tidak masalah, tapi dokumen yang harus diserahkan begitu banyak dan rumit. Lebih rumit dari persyaratan perbankan. Padahal, LPDB juga meminta jaminan material maupun imaterial.
Tapi segera angin sejukpun disampaikan Kementerian Koperasi dan UKM sehari sebelum peringatan Hari Koperasi 12 Juli 2020 lalu. yang menyebut Kemenkop UKM telah mengeluarkan Permenkop UKM No 4/2020 tentang Penyaluran Pinjaman Atau Pembiayaan Dana Bergulir oleh LPDB-KUMKM, yang menjadi pengganti Permenkop No 8/2018 sebagaimana telah diubah dengan Permenkop No 6/2019. Seperti disiarkan di berbagai media, Sekretaris KemenkopUKM Rully Indrawan mengklaim peraturan baru ini memberikan kemudahan kepada koperasi untuk mengakses dana LPDB dengan pencairan pembiayaan berubah drastis dari 16 proses yang rigid menjadi hanya 3 proses saja.
Syaratnya adalah penilaian legalitas, kapasitas pembayaran, dan pengikatan jaminan, serta pencairan dana. Peraturan baru ini mengedepankan risiko (risk based) yaitu legalitas dan kelembagaan, kelayakan usaha, dan kondisi keuangan serta jaminan untuk memastikan kemampuan mengembalikan.
Secara karakter LPDB diklaim berubah total operasionalnya dari model banking approach menjadi venture capital approach yang bisa memberi pembiayaan tanpa harus menunggu calon mitranya BEP dan surplus dua kali, tapi lebih mendasarkan kepada cashflow dan repayment capacity. Tak cukup hanya itu, Kemenkop UKM menyebut ini sebagai legacy dari Menkop UKM yang inginkan LPDB dikhususkan melayani koperasi.
Benarkah? Saya telah mengecek dengan apa yang ada dalam Permenkop No 4/2020 itu, jauh dari apa yang disebut kemudahan. Tidak ada perubahan drastis dari 16 proses menjadi 3 proses, tapi malah syaratnya ditambah dari aturan yang lama.
Sebagai contoh di Pasal 7, kalau dalam Permenkop yang lama dokumen yang harus dilampirkan itu 12 item, maka di Permenkop yang baru ditambah menjadi 15 item. Kemudian persoalan jaminan makin ditegaskan sebagai tekanan risk based. Di bagian mana ada disebut
Permenkop baru ini ingin mengesankan dibuat sebagai jawaban atas keinginan Presiden Jokowi agar proses bantuan untuk koperasi dan UMKM dipercepat dan dipermudah, tapi pada kenyataannya Permenkop ini malah mempersulit koperasi. Bahkan kalau dikatakan Pemenkop ini menegaskan bahwa LPDB itu hanya untuk koperasi, faktanya tidak benar karena di Pasal 3 jelas-jelas bahwa dana bergulir di LPDB itu bukan hanya untuk koperasi tapi juga UMKM.
Kita sepakat bahwa dalam penyaluran dana bergulir harus ada prinsip kehati-hatian. Kita sepakat bahwa aspek risiko harus menjadi pertimbangan besar. Itulah sebabnya ada analisis repayment capacity dan juga jaminan.
Tapi, sekali lagi, Permenkop malah tidak sesuai antara yang diucapkan dengan yang diatur. Bahkan dari pengalaman yang kita dengar dari koperasi, LPDB meminta untuk memeriksa sistem komputer untuk validasi, sesuatu yang aneh dan kalau tidak ada komunikasi yang baik akan terkesan diskriminatif dan menempatkan koperasi sebagai pihak “pesakitan” yang terlibat kasus pidana.
Lihat Juga :
tulis komentar anda