Hari Koperasi dan Kontroversi Baru LPDB
Rabu, 15 Juli 2020 - 11:12 WIB
Makin mengherankan lagi, karena Penjaminan Kredit Modal Kerja UMKM Dalam Rangka Pemulihan Ekonomi Nasional baru diluncurkan Selasa, 7 Juli 2020, atau empat bulan setelah kasus pertama Covid-19 terdeteksi. Kenapa begitu lamban, kita tidak tahu, tapi jika alasan regulasi dan kehati-hatian menjadi topik utama yang dituduh sebagai penyebab, bukankah seharusnya itu bisa diantisipasi beberapa bulan sebelumnya?
Katakankah proses verifikasi terkait biaya klaim perawatan maupun tenaga kesehatan, masih adanya wajib pajak yang mengajukan permohonan insentif pajak, penyiapan data untuk UMKM dan koperasi? Sekali lagi semua persoalan ini bisa diantisipasi.
Mungkin terlalu kuatir? Mungkin ya, tapi ini lebih tepatnya antara kuatir terjerat masalah saat penggunaan anggaran dan berlambat-lambat. Dan betul, kalau ditarik kesimpulannya, benar kata Presiden Jokowi, kita memang masih menganggap kondisi yang ada normal-normal saja. Berikut ini saya kutipkan kalimat Presiden Jokowi saat sidang kabinet paripurna di Istana Negara, Jakarta, Kamis (18/6/2020):
“Suasana dalam tiga bulan ke belakang ini dan ke depan, mestinya yang ada adalah suasana krisis. Kita juga mestinya juga semuanya yang hadir di sini, sebagai pimpinan, sebagai penanggung jawab, kita yang berada di sini ini bertanggung jawab kepada 260 juta penduduk Indonesia. Tolong garis bawahi, dan perasaan itu tolong kita sama, ada sense of crisis yang sama... Saya melihat masih banyak kita yang menganggap ini normal. Lah, kalau saya lihat, Bapak, Ibu, saudara-saudara masih ada yang lihat ini sebagai sebuah ini masih normal, berbahaya sekali. Kerja masih biasa-biasa saja. Ini kerjanya memang harus ekstra luar biasa, extraordinary. Perasaan ini tolong sama. Kita harus sama perasaannya, kalau ada yang berbeda satu saja, sudah berbahaya.”
Soal LPDB
Kondisi yang “normal-normal saja” tanpa perasaan ada krisis itu juga bisa kita temukan dalam penanganan koperasi dan UMKM. Pertama, jumlah pelaku usaha kelompok ini memang yang terbesar, dan paling terpukul saat Covid-19. Mereka juga menjadi tulang punggung bagi ekonomi kita untuk bisa bertahan dan bergerak.
Dana masih tertahan di berbagai lembaga penyalur, baik itu di Lembaga Pengelola Dana Bergulir Koperasi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (LPDB-KUMKM), PT Permodalan Nasional Madani (PNM), Bahana Artha Ventura (BAV), Pegadaian, Himbara (Himpunan Bank Negara).
PNM dapat suntikan Rp2,5 triliun (relaksasi dan pembiayaan baru) terkait PEN atau selain target pembiayaan yang sudah direncanakan sebelumnya yaitu Rp28 triliun; LPDB dikucurkan Rp1 triliun LPDB di luar Rp1,85 triliun yang dialokasikan sebelumnya. Pegadaian dapat Rp1,2 triliun suntikan untuk pembiayaan Ultra Mikro (UMi). Terakhir dana dikucurkan ke Himbara Rp30 triliun.
Informasi dari Kementerian Koperasi dan UKM anggaran Rp1 triliun terkait PEN ini akan disalurkan ke 266 koperasi, dan dipastikan tersalurkan September 2020. Sampai sekarang terserap 23% dan bulan Juli ini ditargekan terserap 50%, sementara masih meragukan apakah realisasi penyaluran dana bergulir ke koperasi-koperasi untuk anggaran 2020 di luar PEN bisa terlaksana dengan baik. Kenapa?
Karena kalau LPDB betul-betul konsisten memperlakukan kepada semua koperasi seperti yang diatur dalam regulasi yang mereka buat sendiri maka kemungkinan apa yang diharapkan oleh Presiden Jokowi agar realisasi penyaluran dana pemerintah untuk membantu koperasi dan UMKM akan sulit tercapai akibat rumitnya, sulitnya dan panjangnya proses yang harus dilalui koperasi untuk dapat menjadi penerima dan atau penyalur dana bergulir.
Katakankah proses verifikasi terkait biaya klaim perawatan maupun tenaga kesehatan, masih adanya wajib pajak yang mengajukan permohonan insentif pajak, penyiapan data untuk UMKM dan koperasi? Sekali lagi semua persoalan ini bisa diantisipasi.
Mungkin terlalu kuatir? Mungkin ya, tapi ini lebih tepatnya antara kuatir terjerat masalah saat penggunaan anggaran dan berlambat-lambat. Dan betul, kalau ditarik kesimpulannya, benar kata Presiden Jokowi, kita memang masih menganggap kondisi yang ada normal-normal saja. Berikut ini saya kutipkan kalimat Presiden Jokowi saat sidang kabinet paripurna di Istana Negara, Jakarta, Kamis (18/6/2020):
“Suasana dalam tiga bulan ke belakang ini dan ke depan, mestinya yang ada adalah suasana krisis. Kita juga mestinya juga semuanya yang hadir di sini, sebagai pimpinan, sebagai penanggung jawab, kita yang berada di sini ini bertanggung jawab kepada 260 juta penduduk Indonesia. Tolong garis bawahi, dan perasaan itu tolong kita sama, ada sense of crisis yang sama... Saya melihat masih banyak kita yang menganggap ini normal. Lah, kalau saya lihat, Bapak, Ibu, saudara-saudara masih ada yang lihat ini sebagai sebuah ini masih normal, berbahaya sekali. Kerja masih biasa-biasa saja. Ini kerjanya memang harus ekstra luar biasa, extraordinary. Perasaan ini tolong sama. Kita harus sama perasaannya, kalau ada yang berbeda satu saja, sudah berbahaya.”
Soal LPDB
Kondisi yang “normal-normal saja” tanpa perasaan ada krisis itu juga bisa kita temukan dalam penanganan koperasi dan UMKM. Pertama, jumlah pelaku usaha kelompok ini memang yang terbesar, dan paling terpukul saat Covid-19. Mereka juga menjadi tulang punggung bagi ekonomi kita untuk bisa bertahan dan bergerak.
Dana masih tertahan di berbagai lembaga penyalur, baik itu di Lembaga Pengelola Dana Bergulir Koperasi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (LPDB-KUMKM), PT Permodalan Nasional Madani (PNM), Bahana Artha Ventura (BAV), Pegadaian, Himbara (Himpunan Bank Negara).
PNM dapat suntikan Rp2,5 triliun (relaksasi dan pembiayaan baru) terkait PEN atau selain target pembiayaan yang sudah direncanakan sebelumnya yaitu Rp28 triliun; LPDB dikucurkan Rp1 triliun LPDB di luar Rp1,85 triliun yang dialokasikan sebelumnya. Pegadaian dapat Rp1,2 triliun suntikan untuk pembiayaan Ultra Mikro (UMi). Terakhir dana dikucurkan ke Himbara Rp30 triliun.
Informasi dari Kementerian Koperasi dan UKM anggaran Rp1 triliun terkait PEN ini akan disalurkan ke 266 koperasi, dan dipastikan tersalurkan September 2020. Sampai sekarang terserap 23% dan bulan Juli ini ditargekan terserap 50%, sementara masih meragukan apakah realisasi penyaluran dana bergulir ke koperasi-koperasi untuk anggaran 2020 di luar PEN bisa terlaksana dengan baik. Kenapa?
Karena kalau LPDB betul-betul konsisten memperlakukan kepada semua koperasi seperti yang diatur dalam regulasi yang mereka buat sendiri maka kemungkinan apa yang diharapkan oleh Presiden Jokowi agar realisasi penyaluran dana pemerintah untuk membantu koperasi dan UMKM akan sulit tercapai akibat rumitnya, sulitnya dan panjangnya proses yang harus dilalui koperasi untuk dapat menjadi penerima dan atau penyalur dana bergulir.
Lihat Juga :
tulis komentar anda