Memperjelas Arah Pendidikan Hukum di Negara Hukum
Jum'at, 20 Januari 2023 - 17:06 WIB
Berbagai persoalan hukum yang muncul akhir-akhir ini seperti tertangkapnya beberapa hakim agung, panitera dan pengacara serta tercorengnya institusi Polri akibat dari perbuatan mantan anggotanya Ferdi Sambo, benar-benar telah merusak wajah aparat penegak hukum, mereka dianggab bermain-main dalam kasus hukum yang ditangani dan menjadi aktornya. Oleh karenanya pendidikan tinggi hukum dan fakultas hukum dianggap juga harus ikut bertanggung jawab terhadap tingkah polah para lulusannya tersebut.
Faktor lainnya yang tidak kalah penting adalah para sarjana hukum harus memiliki Integritas, idealisme, perilaku dan moral yang baik, jujur, berkeadilan, dan bijaksana. Selama ini komponen idealisme, moral, dan perilaku kurang mendapat tempat dalam kurikulum pendidikan tinggi hukum.
Mata kuliah yang membahas moral sangat minim, hanya sekitar 8 (delapan) SKS yang terbagi kedalam mata kuliah hukum yaitu: Etika profesi hukum, filsafat hukum, Pancasila dan Agama yang masing-masing 2 (dua) SKS. Perbaikan kurikulum, metode pengajaran, serta bahan ajar, dan sumber daya pengajar yang berkualitas harus segera dibenahi.
Sistem pendidikan tinggi hukum tidak boleh hanya berparadigma positivistik-formalistik legalistik saja, melainkan harus mencerminkan dan berbasis pada kebutuhan hukum yang hidup di masyarakat living law.
Hikmahanto Juwana guru besar ilmu Hukum Universitas Indonesia juga memberikan konsep pendidikan hukum kedepannya agar profesionalitas akademisi dan praktisi hukum semakin menjadi lebih baik secara kualitas dan seimbang dari aspek kuantitas, yaitu.
Pertama, Menetralkan tujuan pendidikan hukum. Kedua, pemisahan tegas antara pendidikan hukum akademis dan profesi (praktisi). Ketiga kurikulum berbasis kompetensi. Keempat pendidikan pasca. Ke depannya rumusan aturan terkait jenjang karier praktisi hukum menjadi lebih terstruktur antarseluruh penegak hukum yang diatur undang-undang.
Sebagai negara hukum, Indonesia harus memperjelas arah dunia pendidikan hukum, khususnya dalam menjalankan tridarma perguruan tinggi (pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat). Ketiga hal tersebut harus dilakukan sebagai bentuk pertanggungjawaban peran pendidikan tinggi.
Terkait dengan tugas pendidikan, kita perlu melihat bagaimana kurikulum yang digunakan akan menghasilkan mahasiswa sebagai lulusan dan sesuai dengan profile yang diharapkan (cakap dalam bidang hukum, mempunyai Integritas dan bisa bertanggung jawab terhadap profesi yang diembannya).
Faktor lainnya yang tidak kalah penting adalah para sarjana hukum harus memiliki Integritas, idealisme, perilaku dan moral yang baik, jujur, berkeadilan, dan bijaksana. Selama ini komponen idealisme, moral, dan perilaku kurang mendapat tempat dalam kurikulum pendidikan tinggi hukum.
Mata kuliah yang membahas moral sangat minim, hanya sekitar 8 (delapan) SKS yang terbagi kedalam mata kuliah hukum yaitu: Etika profesi hukum, filsafat hukum, Pancasila dan Agama yang masing-masing 2 (dua) SKS. Perbaikan kurikulum, metode pengajaran, serta bahan ajar, dan sumber daya pengajar yang berkualitas harus segera dibenahi.
Sistem pendidikan tinggi hukum tidak boleh hanya berparadigma positivistik-formalistik legalistik saja, melainkan harus mencerminkan dan berbasis pada kebutuhan hukum yang hidup di masyarakat living law.
Hikmahanto Juwana guru besar ilmu Hukum Universitas Indonesia juga memberikan konsep pendidikan hukum kedepannya agar profesionalitas akademisi dan praktisi hukum semakin menjadi lebih baik secara kualitas dan seimbang dari aspek kuantitas, yaitu.
Pertama, Menetralkan tujuan pendidikan hukum. Kedua, pemisahan tegas antara pendidikan hukum akademis dan profesi (praktisi). Ketiga kurikulum berbasis kompetensi. Keempat pendidikan pasca. Ke depannya rumusan aturan terkait jenjang karier praktisi hukum menjadi lebih terstruktur antarseluruh penegak hukum yang diatur undang-undang.
Sebagai negara hukum, Indonesia harus memperjelas arah dunia pendidikan hukum, khususnya dalam menjalankan tridarma perguruan tinggi (pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat). Ketiga hal tersebut harus dilakukan sebagai bentuk pertanggungjawaban peran pendidikan tinggi.
Terkait dengan tugas pendidikan, kita perlu melihat bagaimana kurikulum yang digunakan akan menghasilkan mahasiswa sebagai lulusan dan sesuai dengan profile yang diharapkan (cakap dalam bidang hukum, mempunyai Integritas dan bisa bertanggung jawab terhadap profesi yang diembannya).
(bmm)
Lihat Juga :
tulis komentar anda