Kode etik caleg

Senin, 10 Februari 2014 - 13:21 WIB
Kode etik caleg
Kode etik caleg
A A A
PARTAI Golkar telah mengambil prakarsa yang sangat maju sebagai partai modern dengan menyusun dan menetapkan kode etik sebagai code of conduct bagi para calon anggota legislatif (caleg) dalam berkampanye dalam Pemilu 2014.

Kode etik caleg ini diyakini merupakan keniscayaan dalam pemilihan umum yang menggunakan sistem suara terbanyak seperti sekarang ini. Dalam pemilu dengan sistem suara terbanyak seperti yang berjalan sekarang ini, kompetisi antarcaleg bukan hanya terjadi antar caleg yang berbeda parpol, melainkan juga internal parpol.

Tak jarang kompetisi dalam kampanye untuk meraih suara sebanyak-banyaknya bagi dirinya tersebut akan berlangsung sangat ketat, dan kadang keras dan kejam. Kode etik sebagai code of conduct ini harus dipatuhi para caleg dalam kampanye yang tidak jarang menjadi ajang persaingan memperebutkan suara terutama antar caleg PG.Kode etik ini diharapkan bisa menuntun para caleg agar bersaing secara lebih sehat, beradab, dan ksatria sebagaimana layaknya politisi sejati.

Kode etik yang menjadi code of conduct ini juga akan mengatur etika kampanye, pembagian wilayah kampanye, pertanggungjawaban tim sukses, larangan melakukan kampanye hitam, keharusan menaati undang- undang tentang pemilu agar menjauhi politik uang (money politic) atau penyuapan, dan lain-lainnya, yang intinya agar persaingan antarcaleg dapat berlangsung secara sehat dan beradab.

Dalam konteks dan perspektif inilah, Partai Golkar membentuk badan kehormatan di tingkat DPP (pusat) dan tim kehormatan partai di tingkat DPD. Dewan dan atau tim kehormatan ini bertugas menegakkan kode etik bagi para caleg tersebut di atas. Kode etik tersebut harus dipatuhi oleh para caleg di semua tingkatan tanpa kecuali.

Bahkan lebih dari itu, DPP Partai Golkar juga sudah membentuk mahkamah partai yang berwenang untuk menyelesaikan sengketa antarcaleg serta mengadili berbagai kasus yang terjadi secara internal.Sebagai parpol yang menjunjung tinggi supremasi hukum dan berwatak rasional, Partai Golkar juga telah membentuk tim advokasi partai.

Tim ini dibentuk untuk menunjukkan bahwa Partai Golkar senantiasa berpijak pada konstitusi UUD 1945, di mana peserta pemilu legislatif adalah partai politik, bukan caleg. Alhasil, caleg harus selalu dipayungi dan dilindungi secara hukum oleh partai. Seluruh caleg bergerak atas nama partai, bukan atas nama individu, demi kemenangan partai, bukan demi kemenangan pribadi.

Pembentukan kode etik caleg, dewan/tim kehormatan partai, tim advokasi partai, dan mahkamah partai, menunjukkan Partai Golkar adalah partai politik yang modern dan menjunjung tinggi supremasi hukum. Sengketa-sengketa yang terjadi antar caleg, bahkan konflik di antara mereka harus diselesaikan dengan mekanisme hukum dan etika partai, bukan diselesaikan secara personal sendiri-sendiri.

Pasalnya, Partai Golkar adalah partai politik, bukan sekumpulan atau segerombolan individu perorangan yang berburu kekuasaan. Jika kode etik caleg, dewan kehormatan serta mahkamah partai ini tidak dibuat maka akan sangat berbahaya bagi soliditas partai dan bahkan ada kemungkinan akan terjadinya kampanye negatif (black campaign) yang saling mematikan antar caleg, serta tidak mustahil akan terjadinya sikap “kanibalisme” politik karena ambisi pribadi yang melampaui batas kepatutan.

Kasus serius semacam ini memang belum pernah terjadi di internal PG, tetapi bisa saja suatu hari nanti terjadi di lapangan. Untuk itu harus dicegah sedini mungkin dengan membentuk kode etik caleg sebagai code of conduct, tim kehormatan sebagai penegak kode etik, tim advokasi partai, dan mahkamah partai sebagai lembaga peradilan internal partai yang memiliki hukum acara tersendiri bagaimana prosedur dan mekanisme menyelesaikan masalah.

Keanggotaan dewan kehormatan dan mahkamah partai diambilkan dari unsur pimpinan dan penasihat yang tidak menjadi caleg, agar netralitas tetap terpelihara dengan baik. Di antara pimpinan kedua lembaga tersebut untuk tingkat DPP Partai Golkar adalah tiga orang mantan menteri kehakiman, hukum dan ham, yaitu Prof Muladi, Oetoyo Oesman, dan Andi Mattalata. Sementara di tingkat daerah diserahkan kepada masing-masing DPD.

Penting dan perlu
Kode etik dan badan-badan partai tersebut penting dan perlu bagi para caleg sebagai pedomanetisbagaimanabersaing, dan juga bagi struktur PG di DPD-DPD dan PK-PD (pengurus kecamatan dan pengurus desa) PG di daerah agar secara struktural bersikap fair, proporsional, dan tidak berpihak hanya mendukung salah satu caleg di daerah pemilihannya.

Ini penting sekali karena kita menggunakan sistem pemilu yang unik, aneh, dan “brutal”. Benar, kompetisi dalam politik itu tak terhindarkan, dan itu adalah baik dan positif asal dilakukan secara beradab. Namun demikian, dalam berkompetisi dan berkontestasi harus ada aturan mainnya baik dalam bentuk undang-undang maupun kode etik. Partai tidak boleh berdiam saja membiarkan persaingan politik yang keras berlangsung seperti layaknya persaingan di rimba atau hutan.

Nah, Partai Golkar telah memelopori pembentukan infrastruktur penegakan kode etik caleg dan badan-badan peradilan internal lainnya dengan baik sebagai langkah maju menuju partai politik yang modern yang menjunjung tinggi supremasi hukum dan etika. Partai politik adalah pilar dan tulang punggung demokrasi.

Namun, tidak mungkin partai politik dapat menjadi pilar demokrasi manakala partai tersebut tidak mampu menjalankan fungsinya secara optimal sebagaimana layaknya sebuah partai yang modern. Partai politik yang lemah, keropos, tidak memiliki mekanisme untuk menindak dan menghukum kadernya yang melanggar hukum, bukanlah partai politik masadepan.

Kini saatnya partai-partai politik membangun dan memperkuat dirinya sepadan dengan kedudukannya yang tinggi dan strategis sebagai pilar demokrasi. Sudah terlalu banyak kritik dialamatkan kepada partaipartai politik kita. Parpol seolah-olah cuma menjadi gerombolan orang yang tidak jelas cita-cita dan ideologinya, kecuali sekadar pemburu kekuasaan.

Dan ironisnya, setelah berhasil meraih kekuasaan, kemudian mereka korup. Perilaku koruptif ini tidak mustahil lahir karena sejak awalnya ketika mereka berkampanye mempromosikan dirinya untuk terpilih memang tidak diatur oleh partai. Mereka dibiarkan bergerak sendiri-sendiri dengan logistiknya masing-masing untuk berburu kekuasaan semaunya sendiri.

Maka era seperti itu harus diakhiri, dan parpol harus melakukan pembenahan internal, bahkan kalau perlu parpol-parpol melakukan overhaul (turun mesin) untuk memperbaiki diri sehingga menjadi parpol yang kuat dan modern. Parpol yang tidak bisa memperkuat dirinya dan membangun dirinya menjadi parpol yang modern dan mampu menjalankan fungsi-fungsinya sebagai parpol, tidak akan pernah menjadi solusi.

Bahkan tidak mustahil yang terjadi justru sebaliknya: alih-alih menjadi solusi (part of the solution), justru partai politik akan menjadi bagian dari masalah (part of the roblem). Percayalah!

HAJRIYANTO Y THOHARI

Wakil Ketua MPR RI dan Ketua DPP Partai Golkar
(nfl)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0856 seconds (0.1#10.140)