Bergaji tinggi tapi korupsi
A
A
A
JIKA kita membaca media maka hampir tidak pernah sepi dari pemberitaan kasus korupsi dengan segala bentuk ekspresi budayanya. Pemberitaan kasus-kasus korupsi itu terasa akan semakin heboh jika melibatkan figur populer di negeri ini.
Saat membaca berita itulah energi dan emosi publik seakan memuncak. Bagaimana tidak, yang terlibat dalam kasus korupsi itu mayoritas adalah pejabat publik yang diberitakan sangat kaya (tajir)dan bergaji tinggi. Lakon utama kasus-kasus yang kini menghebohkan itu di antaranya adalah Djoko Susilo, Luthfi Hasan Ishaaq, Rudi Rubiandini, dan Akil Mochtar.
Di luar empat tersangka itu tentu masih banyak kasus serupa dan berskala besar. Tetapi yang menarik dari empat tersangka kasus tersebut adalah bahwa mereka sejatinya pejabat publik yang terhormat, kaya, dan bergaji tinggi. Berdasarkan buktibukti yang ada, komisi pemberantasan korupsi (KPK) pun tidak ragu menetapkan mereka sebagai tersangka kasus korupsi.
Tidak mengherankan jika sebagan besar orang yang mengikuti pemberitaan kasus menghebohkan ini bertanyatanya, mengapa mereka masih juga tergoda untuk melakukan korupsi? Bukankah kehidupan mereka telah tercukupi dengan begitu banyak fasilitas yang diberikan negara? Harta mereka pasti melimpah. Gaji mereka juga pasti sangat besar.
Lalu, kepuasan apalagi yang hendak mereka cari? Beberapa pertanyaan itu tentu absah untuk dimajukan. Tetapi sejatinya tidak ada yang aneh dengan kasus-kasus yang menghebohkan itu. Karena, sepanjang berkaitan dengan makhluk Tuhan yang bernama manusia, maka semua menjadi serbamungkin. Sebab, manusia adalah makhluk Tuhan yang paling sulit diprediksi.
Dengan kehidupan yang sangat dinamis maka perilaku manusia menjadi sangat sulit diprediksi. Jadi, persis seperti yang diungkapkan Louis Leahy dalam Manusia Sebuah Misteri (1989). Dalam buku itu digambarkan bahwa manusia merupakan makhluk yang berdimensi banyak. Sebagai khalifah Tuhan di muka bumi, manusia sejatinya memiliki tugas yang sangat terhormat.
Yakni, memelihara kehidupan di alam semesta. Tetapi, jangan lupa manusia juga berpotensi untuk menjadi perusak kehidupan di muka bumi. Karena itulah, Louis Leahy menyebut manusia sebagai makhluk dengan karakter yang seringk paradoks. Itulah sebabnya ilmu-ilmu tentang manusia (humanity sciences) tergolong disiplin yang sulit untuk dipahami.
Hal itu berbeda dengan ilmuilmu alam (natural sciences) yang menjadikan segala sesuatu di luar manusia sebagai objek kajian. Dengan karakter yang sangat stabil dan cenderung taat pada ketentuan Tuhan (sunnatullah), makhluk selain manusia mudah untuk dijelaskan. Itulah sebabnya banyak ilmuan dapat memprediksi kejadian alam dengan tingkat presisi yang sangat tinggi.
Coba bandingkan dengan manusia. Siapa yang dapat menebak apa yang akan dilakukan seseorang pada masa mendatang. Hari ini seseorang menampilkan diri sebagai sosok yang baik, tetapi bagaimana dengan besok. Siapa yang dapat menjamin bahwa besok ia akan tetap menjadi pribadi yang baik?
Dengan menggunakan perspektif dari ilmu-ilmu tentang manusia itulah kiranya kita dapat menjelaskan realitas orang yang sudah bergaji tinggi tetapi masih melakukan korupsi. Sangat mungkin mereka adalah tipologi manusia yang senantiasa ingin memuaskan keinginan. Padahal yang namanya keinginan pasti tidak pernah berakhir. Keinginan itu laksana orang yang ingin menghilangkan rasa haus dengan minum air laut.
Jika itu dilakukan, maka yang terjadi justru sebaliknya. Semakin banyak air laut yang diminum maka akan semakin haus. Jadi, sejatinya manusia tidak akan mampu memenuhi keinginannya. Seperti dikatakan dalam sebuah hadis Nabi Muhammad SAW bahwa jika seseorang sudah memiliki satu lembah berisi emas, maka ia pasti akan mencari lembah kedua. Jika lembah kedua yang berisi emas telah diperoleh, ia pun pasti mencari lembah ketiga.
Begitu seterusnya tabiat manusia. Manusia tidak akan pernah merasa puas kecuali setelah mulutnya disumpal dengan tanah alias mati. Hadis ini mengingatkan bahwa jika yang dicari manusia adalah kepuasan, pasti tidak akan ada ujungnya. Tetapi harus diakui, bahwa dalam hidup ini setiap orang selalu dihadapkan pada godaan. Celakanya, godaan itu selalu menyesuaikan dengan kondisi seseorang.
Mereka yang memiliki derajat tinggi seperti pejabat publik, pasti akan berhadapan dengan godaan yang luar biasa. Ibaratnya, semakin tinggi pepohonan maka semakin kencang angin menerpa. Maka, beruntunglah mereka yang selalu berpegang teguh pada nilai-nilai keagamaan. Meski godaan terus berdatangan namun dengan fondasi keimanan yang kuat, ia tetap dapat menjaga integritasnya.
Berkaitan dengan kuatnya godaan itulah maka setiap pejabat publik harus diingatkan bahwa kekuasaan itu amanah. Karena kekuasaan itu amanah maka harus dijaga sebaik-baiknya. Bahkan, dalam Alquran ditegaskan bahwa kekuasaan itu sejatinya titipan Allah. Dialah pemilik kekuasaan yang sejati. Dia berkuasa untuk memberikan kekuasaan dan kehormatan pada orang yang dikehendaki.
Sebaliknya, Dia juga berkuasa mencabut kekuasaan dari seseorang dan menjadikannya terhina (QS. Ali Imran: 26). Ketentuan itu jelas termaktub dalam hukum-hukum yang ditetapkan Allah. Itulah yang terjadi pada diri pejabat publik yang tadinya berkuasa dan terhormat kemudian harus kehilangan semuanya. Bukan hanya kekuasaan yang pergi.
Bahkan, ia harus menerima kenyataan menjadi orang yang terhinakan. Semua itu harus dipahami sebagai hukum yang tak terelakkan jika seseorang tidak mampu menjaga amanah. Kasus suap yang mengguncang kehidupan berbangsa dan bernegara akhir-akhir ini tentu harus dijadikan pelajaran (‘ibrah).Siapa pun yang bermain- main dengan korupsi, pasti akan berhadapan dengan aparat penegak hukum. Karena itu, jangan pernah melakukan kesalahan yang sama.
Semoga penangkapan pejabat publik yang sudah kaya dan bergaji tinggi tapi masih serakah sehingga melakukan korupsi dapat menjadikan bangsa ini semakin kuat dan bermartabat. Hal itu karena memang tidak ada seorang pun yang benar-benar kebal dari hukum.
BIYANTO
Dosen IAIN Sunan Ampel dan Ketua Majelis Dikdasmen PW Muhammadiyah Jatim
Saat membaca berita itulah energi dan emosi publik seakan memuncak. Bagaimana tidak, yang terlibat dalam kasus korupsi itu mayoritas adalah pejabat publik yang diberitakan sangat kaya (tajir)dan bergaji tinggi. Lakon utama kasus-kasus yang kini menghebohkan itu di antaranya adalah Djoko Susilo, Luthfi Hasan Ishaaq, Rudi Rubiandini, dan Akil Mochtar.
Di luar empat tersangka itu tentu masih banyak kasus serupa dan berskala besar. Tetapi yang menarik dari empat tersangka kasus tersebut adalah bahwa mereka sejatinya pejabat publik yang terhormat, kaya, dan bergaji tinggi. Berdasarkan buktibukti yang ada, komisi pemberantasan korupsi (KPK) pun tidak ragu menetapkan mereka sebagai tersangka kasus korupsi.
Tidak mengherankan jika sebagan besar orang yang mengikuti pemberitaan kasus menghebohkan ini bertanyatanya, mengapa mereka masih juga tergoda untuk melakukan korupsi? Bukankah kehidupan mereka telah tercukupi dengan begitu banyak fasilitas yang diberikan negara? Harta mereka pasti melimpah. Gaji mereka juga pasti sangat besar.
Lalu, kepuasan apalagi yang hendak mereka cari? Beberapa pertanyaan itu tentu absah untuk dimajukan. Tetapi sejatinya tidak ada yang aneh dengan kasus-kasus yang menghebohkan itu. Karena, sepanjang berkaitan dengan makhluk Tuhan yang bernama manusia, maka semua menjadi serbamungkin. Sebab, manusia adalah makhluk Tuhan yang paling sulit diprediksi.
Dengan kehidupan yang sangat dinamis maka perilaku manusia menjadi sangat sulit diprediksi. Jadi, persis seperti yang diungkapkan Louis Leahy dalam Manusia Sebuah Misteri (1989). Dalam buku itu digambarkan bahwa manusia merupakan makhluk yang berdimensi banyak. Sebagai khalifah Tuhan di muka bumi, manusia sejatinya memiliki tugas yang sangat terhormat.
Yakni, memelihara kehidupan di alam semesta. Tetapi, jangan lupa manusia juga berpotensi untuk menjadi perusak kehidupan di muka bumi. Karena itulah, Louis Leahy menyebut manusia sebagai makhluk dengan karakter yang seringk paradoks. Itulah sebabnya ilmu-ilmu tentang manusia (humanity sciences) tergolong disiplin yang sulit untuk dipahami.
Hal itu berbeda dengan ilmuilmu alam (natural sciences) yang menjadikan segala sesuatu di luar manusia sebagai objek kajian. Dengan karakter yang sangat stabil dan cenderung taat pada ketentuan Tuhan (sunnatullah), makhluk selain manusia mudah untuk dijelaskan. Itulah sebabnya banyak ilmuan dapat memprediksi kejadian alam dengan tingkat presisi yang sangat tinggi.
Coba bandingkan dengan manusia. Siapa yang dapat menebak apa yang akan dilakukan seseorang pada masa mendatang. Hari ini seseorang menampilkan diri sebagai sosok yang baik, tetapi bagaimana dengan besok. Siapa yang dapat menjamin bahwa besok ia akan tetap menjadi pribadi yang baik?
Dengan menggunakan perspektif dari ilmu-ilmu tentang manusia itulah kiranya kita dapat menjelaskan realitas orang yang sudah bergaji tinggi tetapi masih melakukan korupsi. Sangat mungkin mereka adalah tipologi manusia yang senantiasa ingin memuaskan keinginan. Padahal yang namanya keinginan pasti tidak pernah berakhir. Keinginan itu laksana orang yang ingin menghilangkan rasa haus dengan minum air laut.
Jika itu dilakukan, maka yang terjadi justru sebaliknya. Semakin banyak air laut yang diminum maka akan semakin haus. Jadi, sejatinya manusia tidak akan mampu memenuhi keinginannya. Seperti dikatakan dalam sebuah hadis Nabi Muhammad SAW bahwa jika seseorang sudah memiliki satu lembah berisi emas, maka ia pasti akan mencari lembah kedua. Jika lembah kedua yang berisi emas telah diperoleh, ia pun pasti mencari lembah ketiga.
Begitu seterusnya tabiat manusia. Manusia tidak akan pernah merasa puas kecuali setelah mulutnya disumpal dengan tanah alias mati. Hadis ini mengingatkan bahwa jika yang dicari manusia adalah kepuasan, pasti tidak akan ada ujungnya. Tetapi harus diakui, bahwa dalam hidup ini setiap orang selalu dihadapkan pada godaan. Celakanya, godaan itu selalu menyesuaikan dengan kondisi seseorang.
Mereka yang memiliki derajat tinggi seperti pejabat publik, pasti akan berhadapan dengan godaan yang luar biasa. Ibaratnya, semakin tinggi pepohonan maka semakin kencang angin menerpa. Maka, beruntunglah mereka yang selalu berpegang teguh pada nilai-nilai keagamaan. Meski godaan terus berdatangan namun dengan fondasi keimanan yang kuat, ia tetap dapat menjaga integritasnya.
Berkaitan dengan kuatnya godaan itulah maka setiap pejabat publik harus diingatkan bahwa kekuasaan itu amanah. Karena kekuasaan itu amanah maka harus dijaga sebaik-baiknya. Bahkan, dalam Alquran ditegaskan bahwa kekuasaan itu sejatinya titipan Allah. Dialah pemilik kekuasaan yang sejati. Dia berkuasa untuk memberikan kekuasaan dan kehormatan pada orang yang dikehendaki.
Sebaliknya, Dia juga berkuasa mencabut kekuasaan dari seseorang dan menjadikannya terhina (QS. Ali Imran: 26). Ketentuan itu jelas termaktub dalam hukum-hukum yang ditetapkan Allah. Itulah yang terjadi pada diri pejabat publik yang tadinya berkuasa dan terhormat kemudian harus kehilangan semuanya. Bukan hanya kekuasaan yang pergi.
Bahkan, ia harus menerima kenyataan menjadi orang yang terhinakan. Semua itu harus dipahami sebagai hukum yang tak terelakkan jika seseorang tidak mampu menjaga amanah. Kasus suap yang mengguncang kehidupan berbangsa dan bernegara akhir-akhir ini tentu harus dijadikan pelajaran (‘ibrah).Siapa pun yang bermain- main dengan korupsi, pasti akan berhadapan dengan aparat penegak hukum. Karena itu, jangan pernah melakukan kesalahan yang sama.
Semoga penangkapan pejabat publik yang sudah kaya dan bergaji tinggi tapi masih serakah sehingga melakukan korupsi dapat menjadikan bangsa ini semakin kuat dan bermartabat. Hal itu karena memang tidak ada seorang pun yang benar-benar kebal dari hukum.
BIYANTO
Dosen IAIN Sunan Ampel dan Ketua Majelis Dikdasmen PW Muhammadiyah Jatim
(nfl)