Menanti Peta Jalan Guru

Senin, 25 November 2019 - 06:10 WIB
Menanti Peta Jalan Guru
Menanti Peta Jalan Guru
A A A
Rakhmat Hidayat
Pengajar Prodi Sosiologi Universitas Negeri Jakarta (UNJ) dan Postdoctoral Fellow di University Tampere (Finland)


MEMPERINGATI Hari Guru Nasional, 25 November 2019, terasa istimewa dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Hal tersebut karena Indonesia baru saja memiliki menteri pendidikan dan kebudayaan (mendikbud) yang baru. Hal kedua adalah waktunya kita melihat ulang janji-janji Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam bidang pendidikan yang disampaikan dalam kontestasi Pemilu 2019.

Artinya, ada relevansi antara kehadiran mendikbud baru dengan visi Jokowi dalam bidang pendidikan. Sebagaimana kita ketahui, Nadiem Makarim resmi dilantik sebagai mendikbud. Pengangkatan ini mengejutkan berbagai kalangan karena sebelumnya Nadiem diprediksi mengisi jabatan menteri digital ekonomi atau menteri komunikasi dan informatika (menkominfo).

Nadiem jadi menteri dalam usia yang sangat muda (35 tahun) dengan latar belakang anak muda/milenial, memiliki bisnis digital, bukan dari kalangan kampus/pendidikan, dengan kualifikasi pendidikan master dari Harvard. Berbagai ekspektasi, baik optimisme maupun pesimisme ditujukan kepada mendikbud baru.

Nadiem sendiri mengatakan dalam 100 hari kepemimpinannya akan mendengar berbagai pemangku kepentingan pendidikan untuk memberikan masukan, usulan, maupun pemikiran-pemikirannya. Karena itu, dalam rangka peringatan Hari Guru Nasional dan ‘’Nadiem Mendengar’’, rasanya tepat untuk memberikan sumbang saran pemikiran dalam penataan guru di Indonesia.

Membincangkan guru adalah bagian dari membangun masa depan Indonesia. Kita dihadapkan dengan berbagai masalah dan tantangan yang dihadapi guru. Perbincangan dan diskusi tentang guru harusnya ditempatkan lebih substansial dan strategis sebagai bagian dari mengelola republik ini. Isu guru dan pendidikan adalah bagian dari isu publik yang harus kita perbincangkan. Kita perlu membuka ruang dialog dan diskusi untuk menguji visi dan gagasan pendidikan. Artinya, pendidikan bukan konsumsi elite baik pemerintah maupun parlemen.

Visi SDM

Peringatan Hari Guru Nasional mesti kita tempatkan sebagai momentum untuk meramaikan diskursus guru dan pendidikan sejalan dengan pembangunan Indonesia pasca-Pilpres 2019. Ada beberapa alasan yang mendukung ini. (1) Pilpres 2019 dengan terpilihnya Jokowi yang akan fokus kepada pembangunan sumber daya manusia (SDM) harus ditempatkan sebagai gagasan dan visi membangun Indonesia ke depan.

Artinya, konsepsi pembangunan SDM tidak semata-mata komoditas politik yang hilang ditelan bumi pasca-Pilpres 2019 atau pelantikan kabinet, tetapi harus menjadi isu publik yang kita kawal. Isu pendidikan harus ditempatkan sebagai pintu masuk dalam tata kelola republik ini terkait dengan pembangunan SDM. Energi republik ini harus didorong untuk memastikan arah dan prospek cetak biru pendidikan dan khususnya guru di Indonesia.

Mau dibawa ke mana dan bagaimana guru-guru Indonesia di era digital ini. (2) Diskursus pendidikan mencakup ranah yang makro. Dia terkait dengan SDM dan anggaran yang mengatur masa depan republik ini. Artinya, mengelola pendidikan dengan baik adalah refleksi dari masa depan Indonesia. Di pendidikan, kita membicarakan guru, kurikulum, sarana prasarana, hingga hak dan akses pemerataan pendidikan.

Jokowi dalam periode keduanya ini menekankan peningkatan kualitas manusia Indonesia, kemajuan budaya yang mencerminkan kepribadian bangsa. Dalam peningkatan kualitas SDM mencakup ranah kesehatan dan ranah pendidikan. Dalam ranah pendidikan mencakup, (1) mengembangkan reformasi sistem pendidikan, (2) revitalisasi pendidikan dan pelatihan vokasi, (3) menumbuhkan kewirausahaan.

Secara lebih rinci turunannya yaitu reformasi sistem pendidikan, mempercepat pelaksanaan Wajib Belajar 12 Tahun, pemerataan sarana pendidikan di daerah tertinggal, meningkatkan Program Indonesia Pintar, memperluas beasiswa afirmasi bagi mahasiswa miskin di wilayah 3T, percepatan akses dan pemerataan kualitas pendidikan, penguatan madrasah dan pesantren, peningkatan pendidikan mental karakter bangsa, gerakan literasi, revitalisasi pendidikan vokasi, peningkatan akses buruh mendapatkan beasiswa pendidikan dan keterampilan, menumbuhkan kewirausahaan.

Guru, Pendidikan, dan Kebudayaan

Berdasarkan penjelasan tersebut, saya memberikan beberapa catatan penting. Kualitas SDM diturunkan melalui penguatan kompetensi dan aspek guru yang harus mendapat perhatian serius dari mendikbud baru. Poin saya adalah bagaimana manajemen peningkatan kualitas guru Indonesia. Hal ini lebih penting daripada sekadar urusan bongkar pasang kurikulum. Kita ingin mendalami bagaimana cetak biru guru Indonesia ke depan misalnya menghadapi tantangan digital dan era milenial.

Cetak biru guru Indonesia adalah manifesto mengenai mengelola, merawat, dan memperjuangkan guru dengan masa depannya. Ia mencakup arah kebijakan pengembangan guru di Indonesia dengan berbagai turunannya misalnya aksesibilitas studi lanjut dan program-program pengembangan kapasitas guru seperti pelatihan, beasiswa, hibah, dan lainnya. Guru adalah ujung tombak pendidikan. Akan tidak berarti jika secanggih apa pun sistem pendidikan, tapi tidak ditopang oleh peningkatan kualitas guru.

Cetak biru guru juga mencakup pengadaan, penyebaran, dan pemerataan guru di Indonesia, khususnya di daerah-daerah 3T. Hal lainnya yang tidak kalah pentingnya adalah komitmen anggaran pendidikan dalam APBN dalam kepemimpinan Jokowi. Nadiem, sebagai orang baru dalam urusan pendidikan, diminta menyiapkan cetak biru pendidikan sebagai turunan dari visi Jokowi.

Dalam beberapa kesempatan awal ketika dilantik sebagai mendikbud, Nadiem mengatakan ingin membawa pendidikan nasional ke panggung global dengan kompetensi SDM yang andal. Di sisi lain, dia juga beberapa kali menyebut link and match dalam mengembangkan SDM bidang pendidikan. Nadiem mengatakan bahwa kualitas SDM pendidikan Indonesia harus bisa berkiprah di panggung dunia/global. Panggung global adalah manifestasi masa depan yang harus diperjuangkan oleh siapa pun.

Pada bagian ini, Nadiem dengan segala kiprah sebelumnya sudah melakukan interpretasi masa depan sebagaimana apa yang dilakukannya dengan mengelola bisnis digitalnya. Tentu dia tidak sekejap melakukan ini. Ia harus jatuh bangun jauh hari sebelum bisnis digitalnya sukses di pasar nasional dan sedang ekspansi di Asia Tenggara. Dia melalui trial error dari eksperimentasi masa depannya. Atas dasar itulah, Nadiem berada pada ruang eksperimen untuk menguji kapasitasnya dalam mengemas kualitas SDM pendidikan Indonesia.

Kedua , diskursus kebudayaan juga harus mendapatkan titik prioritas dan bagaimana kaitannya dengan pendidikan. Tampaknya ada kesan bahwa pendidikan dan kebudayaan terpisah dalam dua kamar yang berbeda. Kebudayaan dan pendidikan adalah dua hal yang tak bisa dipisahkan. Artinya, jika kita membicarakan pendidikan sejatinya, kita juga harus melihat aspek kebudayaan. Begitu pula sebaliknya.

Agenda kita adalah mendorong terjadi diskursus publik untuk meramaikan isu pendidikan sebagai hal yang tak terpisahkan dari ranah pendidikan dan SDM. Libatkanlah pemangku kepentingan seperti kampus, media, dan kelompok masyarakat untuk ikut terlibat dalam isu publik tersebut. Dengan agenda ini, kita berupaya menempatkan pendidikan dan kebudayaan sebagai bagian kehidupan rakyat Indonesia. Bukan sekadar komoditas dan konsumsi elite politik.

Selamat Hari Guru Nasional 2019
(cip)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7340 seconds (0.1#10.140)