Pilkada dan Kualitas Demokrasi
A
A
A
Deden Ramdan
Wakil Rektor III Universitas Pasundan
PEMILIHAN kepala daerah langsung merupakan sarana perwujudan kedaulatan rakyat. Penyelenggaraan pilkada langsung dianggap penting bagi perkembangan demokrasi di Indonesia karena merupakan jawaban atas tuntutan aspirasi rakyat setelah pemilihan presiden, pemilihan legislatif, anggota DPD, bahkan kepala desa telah lebih dulu dilakukan secara langsung.
Pilkada langsung merupakan perwujudan konstitusi seperti diamanatkan Pasal 18 Ayat (4) UUD 1945, yakni gubernur, bupati, dan wali kota, masing-masing sebagai kepala pemerintahan daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis.
Pilkada langsung juga merupakan sarana pembelajaran demokrasi bagi rakyat yang diharapkan dapat membentuk kesadaran kolektif segenap unsur bangsa tentang pentingnya memilih pemimpin yang benar sesuai nuraninya. Pilkada langsung juga sebagai sarana untuk memperkuat otonomi daerah.
Keberhasilan otonomi daerah salah satunya juga ditentukan oleh pemimpin lokal. Semakin baik pemimpin lokal yang dihasilkan dalam pilkada langsung, perwujudan tujuan otonomi daerah, antara lain untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan selalu memperhatikan kepentingan dan aspirasi masyarakat, dapat terealisasi.
Pilkada langsung merupakan sarana penting bagi proses kaderisasi kepemimpinan nasional. Disadari atau tidak, ketersediaan kepemimpinan nasional amat terbatas. Dari jumlah penduduk Indonesia yang lebih dari 200 juta, jumlah pemimpin nasional yang kita miliki hanya beberapa.
Mereka sebagian besar para pemimpin partai politik besar yang memenangi Pemilu 2014. Karena itu, harapan akan lahirnya pemimpin nasional justru dari pilkada langsung seperti ini.
Pilkada langsung dan serentak menjadi pilihan terbaik dengan asumsi terjadi optimasi akibat penggabungan sejumlah pemilihan di Indonesia. Tujuannya agar terjadi kontinuitas jalannya pemerintahan daerah, kesiapan aparat keamanan, menghindari kejenuhan masyarakat dan efisiensi biaya.
Substansi
Robert Alan Dahl dalam Democracy and Its Critics (2004) mengisyaratkan bahwa pemilihan umum yang dilakukan langsung oleh rakyat merupakan keharusan agar pemerintah daerah senantiasa menjunjung akuntabilitas dan tanggung jawabnya. Tentu, sebagai rakyat kita memahami bahwa akuntabilitas dan tanggung jawab pemerintah daerah sangat bernilai.
Dua hal itulah santapan bagi nurani pemangku kekuasaan di daerah untuk memformulasikan dan mengimplementasikan kebijakan publik yang benar-benar sesuai dengan kepentingan rakyat di daerah. Seperti ditegaskan oleh BC Smith (2000) bahwa desentralisasi juga harus membawa faedah bagi masyarakat di daerah. Karena itu, demokrasi sistem pemerintahan di daerah harus dibangun secara kokoh.
Sejumlah masalah memang masih terjadi dalam pelaksanaan pilkada, misalnya daftar pemilih yang tidak akurat. Masalah lainnya proses pencalonan akibat konflik internal partai politik/gabungan partai politik dan keberpihakan para anggota KPUD dalam menentukan pasangan calon yang akan mengikuti pilkada.
Hal yang lain adalah masalah pada masa kampanye. Kampanye yang diharapkan dapat mendorong dan memperkuat pengenalan pemilih terhadap calon kepala daerah agar pemilih mendapatkan informasi yang lengkap tentang semua calon, menjadi tidak tercapai. Untuk itu, ke depan perlu pengaturan masa kampanye yang cukup dan peningkatan kualitas kampanye agar dapat mendidik pemilih untuk menilai para calon dari segi program.
Manipulasi penghitungan suara dan rekapitulasi hasil penghitungan suara adalah masalah berikutnya. Di samping masih ada penyelenggara pemilu yang tidak adil dan netral.
Kesemua masalah tersebut harus segera dicari formulasi dan solusi yang tepat. Bila tidak, kelak pilkada langsung dan serentak ini akan dihapuskan karena secara evidensial terbukti tidak mampu memenuhi prasyarat demokrasi.
Secara per definisi demokrasi berasal dari bahasa Yunani, demos, yang berarti rakyat, dan kratos, yang berarti pemerintahan. Sehingga demokrasi dapat diartikan pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Pemerintahan yang kewenangannya berada di tangan rakyat. Semua anggota masyarakat yang memenuhi syarat pilih diikutsertakan dalam kehidupan kenegaraan dalam aktivitas pemilu.
Dinamika politik yang terjadi di era reformasi ini telah memberikan kesempatan dan peran bagi elite politik lokal yang cukup bermakna. Namun, penyempurnaan masih harus dilakukan agar pemerintahan daerah sebagai aktualisasi dari dinamika politik lokal semakin menghasilkan kebijakan yang bermanfaat bagi masyarakat.
Karena itu, pengaturan baik dalam tataran suprastruktur maupun infrastruktur politik dituntut untuk senantiasa memperhatikan pertimbangan filosofis, yuridis, sosiologis, politis, dan praktis.
Sementara itu, susunan pemerintahan daerah akan menjadi dasar bagi pembangunan interaksi di antara mereka. Demikian pula susunan pemerintahan tersebut juga dapat menjadi konteks dari peranan yang dimainkan oleh masing-masing susunan pemerintahan dalam pemberian pelayanan kepada masyarakat dan implikasinya terhadap pendidikan politik masyarakat.
Pendidikan politik masyarakat yang terbangun melalui pilkada langsung dan serentak diharapkan menciptakan sistem politik yang demokratis di tingkat lokal dan pada gilirannya akan dapat memberikan kontribusi bagi terwujudnya sistem politik yang demokratis di tingkat nasional.
Pilkada langsung dan serentak sejatinya merupakan konsolidasi demokrasi yang harus dijadikan konsensus untuk menyempurnakan sistem demokrasi, baik yang berkaitan dengan substansi, struktur, maupun budaya politik. Demokrasi sebagai sistem perlu didukung oleh sistem politik yang jelas dan terukur, yang efektivitasnya akan banyak tergantung pada kualitas perundang-undangannya, tegaknya sistem hukum, political will dari penyelenggara negara, kelengkapan sarana dan prasarana; kualitas sumber daya manusianya, baik mental maupun intelektual.
Selain itu tumbuhnya kesadaran serta partisipasi politik dari segenap elemen masyarakat secara luas. Dalam posisi dan kondisi seperti ini pilkada diasumsikan telah mampu memenuhi kualitas demokrasi.
Wakil Rektor III Universitas Pasundan
PEMILIHAN kepala daerah langsung merupakan sarana perwujudan kedaulatan rakyat. Penyelenggaraan pilkada langsung dianggap penting bagi perkembangan demokrasi di Indonesia karena merupakan jawaban atas tuntutan aspirasi rakyat setelah pemilihan presiden, pemilihan legislatif, anggota DPD, bahkan kepala desa telah lebih dulu dilakukan secara langsung.
Pilkada langsung merupakan perwujudan konstitusi seperti diamanatkan Pasal 18 Ayat (4) UUD 1945, yakni gubernur, bupati, dan wali kota, masing-masing sebagai kepala pemerintahan daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis.
Pilkada langsung juga merupakan sarana pembelajaran demokrasi bagi rakyat yang diharapkan dapat membentuk kesadaran kolektif segenap unsur bangsa tentang pentingnya memilih pemimpin yang benar sesuai nuraninya. Pilkada langsung juga sebagai sarana untuk memperkuat otonomi daerah.
Keberhasilan otonomi daerah salah satunya juga ditentukan oleh pemimpin lokal. Semakin baik pemimpin lokal yang dihasilkan dalam pilkada langsung, perwujudan tujuan otonomi daerah, antara lain untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan selalu memperhatikan kepentingan dan aspirasi masyarakat, dapat terealisasi.
Pilkada langsung merupakan sarana penting bagi proses kaderisasi kepemimpinan nasional. Disadari atau tidak, ketersediaan kepemimpinan nasional amat terbatas. Dari jumlah penduduk Indonesia yang lebih dari 200 juta, jumlah pemimpin nasional yang kita miliki hanya beberapa.
Mereka sebagian besar para pemimpin partai politik besar yang memenangi Pemilu 2014. Karena itu, harapan akan lahirnya pemimpin nasional justru dari pilkada langsung seperti ini.
Pilkada langsung dan serentak menjadi pilihan terbaik dengan asumsi terjadi optimasi akibat penggabungan sejumlah pemilihan di Indonesia. Tujuannya agar terjadi kontinuitas jalannya pemerintahan daerah, kesiapan aparat keamanan, menghindari kejenuhan masyarakat dan efisiensi biaya.
Substansi
Robert Alan Dahl dalam Democracy and Its Critics (2004) mengisyaratkan bahwa pemilihan umum yang dilakukan langsung oleh rakyat merupakan keharusan agar pemerintah daerah senantiasa menjunjung akuntabilitas dan tanggung jawabnya. Tentu, sebagai rakyat kita memahami bahwa akuntabilitas dan tanggung jawab pemerintah daerah sangat bernilai.
Dua hal itulah santapan bagi nurani pemangku kekuasaan di daerah untuk memformulasikan dan mengimplementasikan kebijakan publik yang benar-benar sesuai dengan kepentingan rakyat di daerah. Seperti ditegaskan oleh BC Smith (2000) bahwa desentralisasi juga harus membawa faedah bagi masyarakat di daerah. Karena itu, demokrasi sistem pemerintahan di daerah harus dibangun secara kokoh.
Sejumlah masalah memang masih terjadi dalam pelaksanaan pilkada, misalnya daftar pemilih yang tidak akurat. Masalah lainnya proses pencalonan akibat konflik internal partai politik/gabungan partai politik dan keberpihakan para anggota KPUD dalam menentukan pasangan calon yang akan mengikuti pilkada.
Hal yang lain adalah masalah pada masa kampanye. Kampanye yang diharapkan dapat mendorong dan memperkuat pengenalan pemilih terhadap calon kepala daerah agar pemilih mendapatkan informasi yang lengkap tentang semua calon, menjadi tidak tercapai. Untuk itu, ke depan perlu pengaturan masa kampanye yang cukup dan peningkatan kualitas kampanye agar dapat mendidik pemilih untuk menilai para calon dari segi program.
Manipulasi penghitungan suara dan rekapitulasi hasil penghitungan suara adalah masalah berikutnya. Di samping masih ada penyelenggara pemilu yang tidak adil dan netral.
Kesemua masalah tersebut harus segera dicari formulasi dan solusi yang tepat. Bila tidak, kelak pilkada langsung dan serentak ini akan dihapuskan karena secara evidensial terbukti tidak mampu memenuhi prasyarat demokrasi.
Secara per definisi demokrasi berasal dari bahasa Yunani, demos, yang berarti rakyat, dan kratos, yang berarti pemerintahan. Sehingga demokrasi dapat diartikan pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Pemerintahan yang kewenangannya berada di tangan rakyat. Semua anggota masyarakat yang memenuhi syarat pilih diikutsertakan dalam kehidupan kenegaraan dalam aktivitas pemilu.
Dinamika politik yang terjadi di era reformasi ini telah memberikan kesempatan dan peran bagi elite politik lokal yang cukup bermakna. Namun, penyempurnaan masih harus dilakukan agar pemerintahan daerah sebagai aktualisasi dari dinamika politik lokal semakin menghasilkan kebijakan yang bermanfaat bagi masyarakat.
Karena itu, pengaturan baik dalam tataran suprastruktur maupun infrastruktur politik dituntut untuk senantiasa memperhatikan pertimbangan filosofis, yuridis, sosiologis, politis, dan praktis.
Sementara itu, susunan pemerintahan daerah akan menjadi dasar bagi pembangunan interaksi di antara mereka. Demikian pula susunan pemerintahan tersebut juga dapat menjadi konteks dari peranan yang dimainkan oleh masing-masing susunan pemerintahan dalam pemberian pelayanan kepada masyarakat dan implikasinya terhadap pendidikan politik masyarakat.
Pendidikan politik masyarakat yang terbangun melalui pilkada langsung dan serentak diharapkan menciptakan sistem politik yang demokratis di tingkat lokal dan pada gilirannya akan dapat memberikan kontribusi bagi terwujudnya sistem politik yang demokratis di tingkat nasional.
Pilkada langsung dan serentak sejatinya merupakan konsolidasi demokrasi yang harus dijadikan konsensus untuk menyempurnakan sistem demokrasi, baik yang berkaitan dengan substansi, struktur, maupun budaya politik. Demokrasi sebagai sistem perlu didukung oleh sistem politik yang jelas dan terukur, yang efektivitasnya akan banyak tergantung pada kualitas perundang-undangannya, tegaknya sistem hukum, political will dari penyelenggara negara, kelengkapan sarana dan prasarana; kualitas sumber daya manusianya, baik mental maupun intelektual.
Selain itu tumbuhnya kesadaran serta partisipasi politik dari segenap elemen masyarakat secara luas. Dalam posisi dan kondisi seperti ini pilkada diasumsikan telah mampu memenuhi kualitas demokrasi.
(whb)