Counter Cyclical dan Depresiasi Rupiah

Kamis, 01 Oktober 2015 - 14:42 WIB
Counter Cyclical dan Depresiasi Rupiah
Counter Cyclical dan Depresiasi Rupiah
A A A
Paket kebijakan ekonomi jilid II sudah digulirkan. Namun, keadaan masih tetap mencemaskan. Belum terlihat tanda-tanda ada tangga turun bagi dolar AS terhadap rupiah.Dunia usaha cenderung apatis melihat situasi saat ini dan ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK) ada di depan mata. Tidak elok juga kalau ada pihak yang hanya menyalahkan Bank Indonesia atas keterpurukan rupiah. Itu sama saja seperti ”buruk muka, cermin dibelah”.Anjloknya rupiah lebih pada faktor lemahnya pemerintahan dan ketidakmampuan serta tidak solidnya kabinet kerja. Partai Golkar khawatir, kalau krisis ekonomi ini tidak lekas diatasi, akan berubah jadi krisis kepercayaan dan krisis politik yang membahayakan pemerintah Jokowi-Jusuf Kalla.Gaya politik bagi-bagi jabatan direksi/komisaris BUMN kepada para pendukung pilpres dan orang-orang kritis pada posisi strategis, namun tidak pada tempatnya yang dilakukan Presiden Jokowi bisa menumpulkan pengawasan masyarakat terhadap jalannya pemerintahan.Tanpa disadari cara bagibagi jabatan itu akan merugikan pemerintah sendiri karena krisis ekonomi akan makin bertambah parah karena BUMN yang menjadi salah satu tulang punggung ekonomi dipimpin oleh orang yang tidak tepat. Belum lagi disharmoni anggota kabinetnya seperti dibiarkan hingga membuat investor takut.Disharmoni di kabinet membentuk persepsi negatif terhadap pemerintah yang bisa memperburuk keadaan sebelum akhirnya berpotensi membuat pemerintahan ini tumbang sendiri. Depresiasi rupiah yang berkelanjutan saat ini tidak hanya disebabkan oleh ketidakpastian global, tetapi penyebab utamanya justru bersumber dari Istana, khususnya disharmoni di tubuh Kabinet Kerja.Ketelanjangan disharmoni di Kabinet Kerja menurunkan tingkat kepercayaan pelaku bisnis dan pasar uang kepada pemerintah. Persepsi seperti itulah yang menyebabkan arah nilai tukar rupiah menjadi sangat tidak ideal. Untuk membalikkan persepsi negatif itu, Kantor Presiden dan Kabinet Kerja pun harus satu suara, satu sikap, dan seragam dalam data. Jangan lagi ada menteri yang bicara menurut versi dan data yang berbeda.Depresiasi RupiahDepresiasi rupiah yang berkelanjutan menjadi bukti bahwa strategi counter cyclical yang diterapkan Presiden Joko Widodo belum efektif meyakinkan komunitas pengusaha dan calon investor. Ketelanjangan disharmoni di tubuh Kabinet Kerja diduga sebagai faktor utama yang menurunkan tingkat kepercayaan pelaku bisnis dan pasar uang kepada pemerintah.Disharmoni antaranggota Kabinet Kerja sudah menjadi tontonan publik dan telah diulas berbagai kalangan. Beda pendapat dan beda kalkulasi para pembantu Presiden itu dipicu oleh kritik dan koreksi Menteri Kemaritiman dan Sumber Daya Rizal Ramli terhadap ekspansi maskapai Penerbangan Garuda Indonesia, proyek pembangkit listrik 35.000 megawatt, hingga perang katakata antara Menteri Rizal dan Direktur Utama Pelindo II RJ Lino.Sejumlah menteri, termasuk Wakil Presiden Jusuf Kalla, tidak berkenan dengan sikap dan posisi yang diambil Menteri Rizal. Memang, sejumlah orang kepercayaan Presiden Jokowi telah berusaha meyakinkan berbagai kalangan bahwa disharmoni itu telah ditangani Presiden dan soliditas Kabinet Kerja sudah terbangun kembali. Namun, upaya itu belum cukup untuk meyakinkan semua orang.Masih banyak kalangan yang berasumsi bahwa Presiden Jokowi masih mengonsolidasi pemerintahannya. Karena itu, reshuffle kabinet masih akan dilakukan Presiden dalam beberapa bulan ke depan. Asumsi seperti itulah yang menyebabkan tingkat kepercayaan kepada Kabinet Kerja sekarang ini, utamanya terhadap para menteri ekonomi, masih sangat rendah.Rendahnya kepercayaan terhadap tim ekonomi kabinet sudah dimulai sejak terungkapnya data tentang serapan anggaran yang rendah sejak beberapa bulan lalu. Data tentang serapan anggaran yang rendah itu memberi gambaran negatif tentang kompetensi rata-rata anggota Kabinet Kerja. Maka itu, ketelanjangan disharmoni pasca-reshuffle secara tidak langsung semakin menurunkan tingkat keyakinan dimaksud.Dengan demikian, depresiasi rupiah yang berkelanjutan saat ini tidak hanya disebabkan oleh ketidakpastian global yang ditandai dengan perang nilai tukar valuta utama dunia, tetapi juga pengaruh terbesar justru bersumber dari disharmoni di Kabinet Kerja itu sendiri. Mungkin, perlu digarisbawahi oleh Presiden bahwa disharmoni di tubuh Kabinet Kerja itu telah membentuk persepsi negatif tentang target dan fokus pemerintahan sekarang ini.Persepsi seperti itulah yang menyebabkan arah nilai tukar rupiah menjadi sangat tidak ideal. Juga menjadi aneh karena arah rupiah bertolak belakang dengan perkembangan atau progres sejumlah indikator ekonomi dalam negeri. Jelang pekan terakhir September 2015, nilai tukarrupiahsempatmenyentuh level Rp14.700 per USD.Untuk membalikkan persepsi negatif itu, Kantor Presiden dan Kabinet Kerja harus mengambil inisiatif membangun komunikasi yang intens dengan dunia usaha dan pasar uang. Tidak boleh sambil lalu, melainkan komunikasi itu harus diagendakan secara khusus dan berkesinambungan. Kantor Presiden dan Kabinet Kerja pun harus satu suara, satu sikap, dan seragam dalam data.Presiden harus menerima kenyataan bahwa pasar uang terus membangun sentimen negatif atas rupiah. Kecenderungan pasar uang itu dirasakan tidak wajar karena beberapa indikator ekonomi Indonesia terus membaik. Bank Indonesia (BI) mengumumkan bahwa keseimbangan eksternal Indonesia kuartal II/2015 bergerak positif, tercermin dari penurunan defisit transaksi berjalan.Per kuartal II/2015 defisit t r a n s a k s i berjalan tercatat USD4,5 miliar atau 2,1% dari produk domestik bruto (PDB). Arahnya positif jika dibandingkan dengan defisit triwulan yang sama pada 2014 yakni USD9,6 miliar atau 4,3% dari PDB. Indikator lain yang juga bergerak positif adalah pertumbuhan ekonomi.Per kuartal II 2015 ekonomi nasional tumbuh 4,67%. Cadangan devisa juga masih aman. Menurut Gubernur BI, jumlah cadangan devisa masih di atas USD100 miliar. Kredit perbankan tumbuh 10,9%, impor bahan baku dan modal naik dari 9,3 miliar dolar AS menjadi USD11 miliar, sementara penjualan semen naik dari 10% menjadi 17%.Ancam StabilitasTidak hanya itu, merespons ketidakpastian global, pemerintah menerapkan strategi pembalikan persepsi negatif menjadi positif atau counter cyclical. Langkah nyata dari strategi ituadalahupayamerealisasikan sejumlah proyek infrastruktur strategis di sejumlah daerah.Untuk membangun optimisme masyarakat di semua daerah, Presiden Jokowi mempercepat dan mengawasi langsung realisasi proyek-proyek infrastruktur strategis. Antara lain proyek jalan tol Trans Sumatera, proyek jalan tol Manado- Bitung di Sulawesi Utara, serta pembangunan jalur kereta api (KA) Trans Sulawesi yang mulai dikerjakan di Makassar.Proyek jalan tol Balikpapan- Samarida di Kalimantan bahkan sudah mencatat progres yang meyakinkan. Pembebasan lahan untuk proyek jalan sepanjang 99,2 kilometer ini sudah mencapai 85%. Pekerjaan fisik segera dimulai. Setelah itu, dalam beberapa bulan ke depan pembangunan jalur KA Trans Kalimantan pun segera dimulai. Jalur KA ini akan menghubungkan Kalimantan Utara, Kalimantan Tengah, hingga Kalimantan Selatan.Ternyata, strategi counter cyclical gagal menahan percepatan laju depresiasi rupiah saat ini. Lazimnya, sejumlah indikator ekonomi yang positif itu, dikombinasikan upaya pemerintah pusatdandaerahmempercepatrealisasi proyek infrastruktur, dimaknai sebagai pesan yang positif dan prospektif tentang Indonesia.Sinyal-sinyal positif itu seharusnya bisa menghambat atau mereduksi laju depresiasi rupiah. Apalagi, bank sentral Amerika Serikat, Federal Reserve, sudah memutuskan tidak menaikkan suku bunga. Logikanya, intensitas spekulasi terhadap rupiah menurun sehingga laju depresiasinya tidak secepat seperti sekarang ini. Namun, kejatuhan nilai tukar rupiah seperti tak terbendung.Gejala di pasar uang saat ini menjadi sulit untuk dipahami. Pasar sepertinya sama sekali tidak mengapresiasi dinamika pembangunan di dalam negeri. Hari-hari ini bahkan banyak orang sering mendengar bahwa para spekulan akan terus menekan rupiah dan dalam jangka dekat ini ditargetkan menyentuh level psikologis baru, Rp15.000 per USD1.Posisi rupiah yang semakin lemah itu akan menjadi teror bagi stabilitas politik dan keamanan di dalam negeri. Lebih dari itu, ketidakberdayaan rupiah juga akan menurunkan tingkat kepercayaan publik kepada pemerintah dan Presiden Jokowi. Tentu saja pemerintah dan BI tidak boleh berdiam diri menyikapi kecenderungan seperti itu. Boleh dibuat kesimpulan sementara bahwa dalam konteks sekarang ini, instrumen intervensi BI tidak cukup kuat untuk menahan kecepatan laju depresiasi rupiah.Artinya, diperlukan langkah lain untuk memperkuat instrumen intervensi itu. Salah satu langkah yang cukup penting adalah membangun komunikasi dengan komunitas pebisnis dan para fund manager di pasar uang. Masa lalu publik mengenal pemain sekaliber George Soros yang pernah menggoyang sejumlah valuta utama dunia.BI serta kementerian keuangan tentunya tahu siapa saja pemain besar di pasar uang yang begitu gemar mengguncang posisi rupiah sekarang ini. Apalagi, Presiden Jokowi dijadwalkan bertemu Presiden AS Barack Obama pada Oktober 2015 ini. Upaya untuk memulihkan posisi rupiah hendaknya juga dimasukkan dalam agenda kunjungan ke Washington DC itu. Mungkin saja AS cemburu karena Presiden Jokowi terlalu mesra dengan China sehingga Washington ikut-ikutan memperlemah rupiah di hadapan dolar AS.BAMBANG SOESATYOSekretaris Fraksi Partai Golkar/Anggota Badan Anggaran DPR RI dan Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia
(bhr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8218 seconds (0.1#10.140)