Guru Spiritual

Minggu, 23 Oktober 2016 - 07:05 WIB
Guru Spiritual
Guru Spiritual
A A A
Sarlito Wirawan Sarwono
Guru Besar Fakultas Psikologi Universitas Indonesia

DI tahun 1980-an saya pernah mengenal seorang kapolda (kepala kepolisian daerah) yang punya kebiasaan bertapa (duduk berdiam diri selama beberapa jam, hanya mengenakan celana pendek) di bawah air terjun yang dingin setiap malam Jumat Kliwon. Biasanya Pak Kapolda ini ditemani kapolsek (kepala kepolisian sektor).

Anak buah Pak Kapolda rela ikut berdingin-dingin hanya untuk memastikan komandannya tidak kenapa-kenapa selama menjalankan kebiasaannya yang tidak biasa itu. Kalau misalnya tiba-tiba sang komandan terkena stroke atau tiba-tiba hanyut terkena banjir bandang, tak pelak lagi kapolseklah yang harus bertanggung jawab.

Saya pun sempat bertanya kepada Kapolsek (tidak berani bertanya langsung kepada Kapolda), apa alasan Kapolda melakukan ritual itu. Kapolsek menjawab bahwa menurut kapolda sendiri, ritualnya itu adalah atas petunjuk guru spiritualnya untuk memohon keselamatan dunia-akhirat untuk diri dan keluarganya dan terutama untuk memohon agar kariernya dilancarkan oleh Allah SWT.

Untuk itu sang guru spiritual memberinya beberapa ayat suci Alquran untuk dibaca ketika Kapolda bertapa. Dan benar saja kariernya memang mulus dan menjelang pensiun beliau kembali ke Mabes Polri dengan jabatan bintang tiga.

Sangat boleh jadi memang sang Kapolda bekerja dengan baik dan profesional sehingga kariernya berjalan mulus sampai puncak. Namun tidak bisa dihindari adanya asosiasi antara petunjuk guru spiritual itu dengan karier sang Kapolda yang bagus.

***
Istilah lain dari guru spiritual adalah dukun. Tapi ini tidak sejenis dengan dukun beranak, dukun bayi, dukun pelet atau dukun santet, apalagi dengan Dedy Dukun (penyanyi). Guru spiritual berfungsi untuk menjaga kesejahteraan spiritual kliennya.

Sama sebetulnya dengan guru agama (ustaz) dalam Islam, pendeta di Kristen, atau pastor di Katolik. Para rohaniwan ini, serupa dengan guru spiritual, bekerja seperti halnya seorang psikolog, yaitu dengan metode dan cara tertentu menjaga jiwa seseorang agar terhindar dari rasa cemas atau galau atau gangguan kejiwaan yang lebih berat.

Sebaliknya mereka berusaha menjaga agar kondisi jiwa kliennya itu selalu ceria, bahagia, dan penuh optimisme. Dalam istilah psikologi, keadaan kejiwaan klien yang seperti itu berarti kesehatan jiwa yang prima.

Tapi berbeda dari psikolog, rohaniwan dan guru spiritual mempunyai metode dan teknik yang berbeda. Psikologi menggunakan metode-metode yang berdasarkan ilmu pengetahuan, riset, dan berbasis pembuktian ilmiah.

Rohaniwan tentu saja menggunakan dalil-dalil agama dan kitab suci agama masing-masing. Sedangkan guru spiritual adalah yang paling tidak baku karena metodenya sangat tergantung pada guru spiritual itu sendiri, tidak ada rujukan tertentu, suka-suka dia sendiri saja.

Walaupun demikian, dalam praktik ketiga "profesi" kesejahteraan jiwa ini (kalau ditambah dengan dokter psikiater menjadi empat) sering bertumpang tindih dalam menjalankan perannya. Ada psikolog yang menggunakan agama untuk memperkuat daya penyembuhannya, misalnya dengan meminta kliennya untuk berzikir sambil bermeditasi.

Ada guru spiritual yang membekali kliennya dengan ayat suci (kadang ditulis di kertas dan dibungkus kain putih atau hitam untuk disimpan melekat pada badan atau di sudut-sudut rumah yang dianggap rawan dan dihuni oleh roh halus). Bahkan tidak kurang guru agama yang bertransformasi menjadi guru spiritual mampu mengobati segala penyakit, memberi obat-obatan atau jamu-jamu racikan sendiri seraya tidak lupa memberi potongan-potongan ayat yang harus dihafal dan dibaca bersamaan dengan ritual-ritual tertentu seperti bertapa di bawah air terjun yang dingin yang dilakukan Kapolda.

***
Akhir-akhir ini sedang ngepop dua kasus guru spiritual, yaitu Gatot Brajamusti yang populer dipanggil dengan sapaan Aa Gatot dan Dimas Kanjeng Taat Pribadi. Keduanya saat ini harus berurusan dengan polisi.

Gatot yang guru agama merangkap artis film dan Ketua PARFI (saat dijadikan tersangka) ditangkap di Bima NTT karena penyalahgunaan narkoba dan kepemilikan senjata api dan pelurunya, padahal pengikut-pengikutnya adalah artis-artis kondang yang cantik. Beberapa di antara wanita pengikutnya itu, termasuk yang bukan artis tetapi tidak kalah cantik, bahkan telah mengikuti Aa Gatot selama 9 tahun dengan meninggalkan suami dan anak-anak mereka begitu saja.

Dimas Kanjeng Taat Pribadi ditangkap di padepokannya di Probolinggo, Jawa Timur, karena kasus dugaan penggandaan uang dan dugaan membunuh pembantu sendiri. Ia sesumbar dan menunjukkan diri seperti tukang sulap bahwa ia bisa mengeluarkan duit banyak sekali dari tubuhnya. Orang percaya saja, bahkan ikut menyumbang uang sampai jutaan rupiah atau malah sampai bermiliar rupiah dengan harapan uang itu akan berlipat ganda di tangan Dimas Kanjeng.

Pertanyaan seperti ini pun muncul: "Buat apa dia berdakwah tentang penggandaan uang kepada orang lain? Mengapa tidak dia gandakan sendiri uang itu sehingga ia menjadi triliuner sendiri?"

Hebatnya lagi, pengikut, bahkan pembela fanatik dari guru spiritual Taat Pribadi adalah politisi kondang, wanita, doktor lulusan universitas top dunia. Penasihatnya pun seorang tokoh agama yang terkenal.

Namun yang menarik adalah guru-guru spiritual seperti itu justru banyak diikuti orang-orang yang minimal golongan menengah dengan pendidikan tinggi yang kebanyakan orang-orang karier yang punya masa depan cerah-ceria. Jawabannya terkait dengan sikap manusia Indonesia yang masih percaya pada takhayul dan sikap yang lebih melihat hasil daripada proses. Sikap seperti ini tidak ada hubungannya dengan pendidikan tinggi.

Doktor lulusan luar negeri tetap percaya bahwa uang bisa digandakan karena yang penting adalah hasilnya bukan prosesnya. Sementara itu sikap memang lebih dekat ke domain afeksi, sedangkan pendidikan lebih dekat dengan domain rasio sehingga orang yang paling cerdas pun bisa menjadi sangat percaya pada keajaiban-keajaiban yang instan itu, yang bisa menghasilkan tanpa pemikiran dan upaya yang sungguh-sungguh.
(poe)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6943 seconds (0.1#10.140)