Paradigma Baru Hukuman Mati dalam KUHP
loading...
A
A
A
Hukuman mati juga dianggap tidak pantas dilakukan oleh negara yang menghormati hak asasi manusia karena tindakan itu kejam dan tidak manusiawi. Dalam bahasa Deklarasi Universal HAM: “No one shall be subjected to torture or to cruel, inhuman or degrading treatment or punishment (article 5).”
Ide dasar hukuman mati adalah sebagai bentuk pembalasan terhadap kejahatan dan hukuman mati adalah hukum terberat (mors dicitur ultimum supplicium). Dalam khasanah hukum pidana dikenal aliran klasik dan aliran modern. Konsep pidana sebagai “pembalasan” ini ada dalam aliran klasik.
Aliran klasik hanya mengenal legal definition of crime alias negara hanya mengenal kejahatan sebagaimana yang diatur dalam undang-undang. Jadi ia berpegang teguh pada asas legalitas. aliran klasik beranggapan hanya pidanalah satu-satunya cara untuk membasmi kejahatan. Sistem pemidanaan dalam aliran ini adalah definite sentence.
Maksudnya pembentuk undang-undang menentukan ancaman pidana secara pasti dan tidak dimungkinkan adanya kebebasan hakim dalam menjatuhkan hukuman. Intinya aliran ini menghendaki adanya pidana mati terhadap kejahatan-kejahatan tertentu.
Sifat represif dan retributivisme ini sering juga disebut sebagai Teori vindikatif atau teori absolut. Teori ini berpandangan bahwa penderitaan atau rasa sakit harus dibayar dengan penderitaan atau rasa sakit juga (tit for tat).
Penderitaan yang diganjarkan kepada pelaku kejahatan bermakna melulu demi penderitaan itu sendiri, tidak ada tujuan lain di luar penderitaan.Pelaku kejahatan mirip dengan orang yang memiliki utang yang harus dibayar kembali kepada masyarakat. Jadi pembalasan adalah legitimasi pemidanaan.
Sementara itu aliran modern melihat pidana agak berbeda. Aliran modern menolak legal definition of crime, tetapi menggunakan natural crime. Maksudnya kejahatan tidak sebatas apa yang telah ditentukan dalam undang-undang, namun juga perbuatan-perbuatan yang oleh masyarakat beradab diakui sebagai kejahatan. Aliran ini berpendapat bahwa pidana saja tidak mampu membuat pelaku menjadi lebih baik dan tidak dapat membasmi faktor-faktor kriminogen.
Aliran ini mengajarkan bahwa tingkah laku individu merupakan interaksi dengan lingkungan sebagai satu mata rantai hubungan sebab-akibat. Maka aliran ini tidak menghendaki hukuman mati.
Aliran ini menggunakan sistem pemidanaan indeterminate sentence alias pembentuk undang-undang mencantumkan ancaman pidana minimum dan ancaman pidana maksimum terhadap suatu kejahatan guna memberikan kebebasan kepada hakim untuk menjatuhkan hukuman yang pantas menurut dia.
Bagi penganut aliran modern, hukum pidana itu bertujuan untuk melindungi kepentingan individu dari kesewenang-wenangan dan melindungi masyarakat dari kejahatan. Tujuan ini berpegang pada postulat le salut du people est la supreme loi yang berarti hukum tertinggi adalah perlindungan masyarakat.
Ide dasar hukuman mati adalah sebagai bentuk pembalasan terhadap kejahatan dan hukuman mati adalah hukum terberat (mors dicitur ultimum supplicium). Dalam khasanah hukum pidana dikenal aliran klasik dan aliran modern. Konsep pidana sebagai “pembalasan” ini ada dalam aliran klasik.
Aliran klasik hanya mengenal legal definition of crime alias negara hanya mengenal kejahatan sebagaimana yang diatur dalam undang-undang. Jadi ia berpegang teguh pada asas legalitas. aliran klasik beranggapan hanya pidanalah satu-satunya cara untuk membasmi kejahatan. Sistem pemidanaan dalam aliran ini adalah definite sentence.
Maksudnya pembentuk undang-undang menentukan ancaman pidana secara pasti dan tidak dimungkinkan adanya kebebasan hakim dalam menjatuhkan hukuman. Intinya aliran ini menghendaki adanya pidana mati terhadap kejahatan-kejahatan tertentu.
Sifat represif dan retributivisme ini sering juga disebut sebagai Teori vindikatif atau teori absolut. Teori ini berpandangan bahwa penderitaan atau rasa sakit harus dibayar dengan penderitaan atau rasa sakit juga (tit for tat).
Penderitaan yang diganjarkan kepada pelaku kejahatan bermakna melulu demi penderitaan itu sendiri, tidak ada tujuan lain di luar penderitaan.Pelaku kejahatan mirip dengan orang yang memiliki utang yang harus dibayar kembali kepada masyarakat. Jadi pembalasan adalah legitimasi pemidanaan.
Sementara itu aliran modern melihat pidana agak berbeda. Aliran modern menolak legal definition of crime, tetapi menggunakan natural crime. Maksudnya kejahatan tidak sebatas apa yang telah ditentukan dalam undang-undang, namun juga perbuatan-perbuatan yang oleh masyarakat beradab diakui sebagai kejahatan. Aliran ini berpendapat bahwa pidana saja tidak mampu membuat pelaku menjadi lebih baik dan tidak dapat membasmi faktor-faktor kriminogen.
Aliran ini mengajarkan bahwa tingkah laku individu merupakan interaksi dengan lingkungan sebagai satu mata rantai hubungan sebab-akibat. Maka aliran ini tidak menghendaki hukuman mati.
Aliran ini menggunakan sistem pemidanaan indeterminate sentence alias pembentuk undang-undang mencantumkan ancaman pidana minimum dan ancaman pidana maksimum terhadap suatu kejahatan guna memberikan kebebasan kepada hakim untuk menjatuhkan hukuman yang pantas menurut dia.
Bagi penganut aliran modern, hukum pidana itu bertujuan untuk melindungi kepentingan individu dari kesewenang-wenangan dan melindungi masyarakat dari kejahatan. Tujuan ini berpegang pada postulat le salut du people est la supreme loi yang berarti hukum tertinggi adalah perlindungan masyarakat.