Indonesia dan Ancaman Resesi Global

Rabu, 09 November 2022 - 06:39 WIB
loading...
A A A
Langkah pemerintah menambah subsidi energi dan memberikan bantuan sosial juga menjadi faktor lain yang memiliki dampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II/2022. Melalui Peraturan Presiden Nomor 98/2022, pemerintah telah menambah anggaran subsidi energi Rp208,9 triliun. Pemerintah juga memberikan kompensasi kepada Pertamina dan PLN sebesar Rp293,5 triliun karena telah menahan harga dalam dua tahun terakhir. Total anggaran subsidi energi mencapai Rp502 triliun.

Subsidi energi membuat inflasi Indonesia lebih terkendali dibandingkan negara-negara lain. Tingkat inflasi pada Juli tercatat 4,94%, jauh di bawah Amerika Serikat 9,1%, Inggris 8,2%, Korea Selatan 6,1%, dan Uni Eropa 9,6%.

Lalu bagaimana utang luar negeri Indonesia? Krisis hebat dialami oleh Sri Lanka sejak beberapa bulan lalu dan memunculkan analisis pesimistis terhadap ekonomi Indonesia dengan mengatakan kondisi Indonesia yang juga memiliki jumlah utang luar negeri tinggi akan bernasib sama dengan Sri Lanka.

Harus dilihat bagaimana kondisi pertumbuhan ekonomi sebuah negara untuk menilai apakah negera tersebut akan gagal dalam utang luar negeri atau tidak. Selama negara tersebut masih memiliki pertumbuhan ekonomi positif dan utang luar negeri terus diusahakan turun, besar kemungkinan negara itu akan mampu bertahan lolos dari jeratan utang dan ketidakpastian ekonomi di masa depan.

Kondisi pertumbuhan ekonomi Indonesia saat ini sebagaimana capaian pada kuartal II/2022 tersebut menegaskan tren tumbuh di atas 5% secara beruntun selama tiga kuartal terakhir. Sebelum ini pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I/2022 sebesar 5,1%. Tren positif ini menunjukkan pertumbuhan ekonomi Indonesia sudah kembali pada jalur semula seperti sebelum dihantam pandemi.

Merujuk data Kementerian Keuangan Republik Indonesia hingga 31 Mei 2022 utang Indonesia mencapai Rp7.002,24 triliun, dengan rasio utang terhadap PDB sebesar 38,88%. Realisasi utang itu naik 9,1% dibandingkan realisasi posisi utang pada Mei 2021 sebesar Rp6.418,5 triliun. Adapun bila dibandingkan dengan posisi utang pada April 2022 maka turun 0,54 % di mana saat itu mencapai Rp7.040,32 triliun.

Selain itu, harus dipahami juga posisi rasio utang terhadap PDB 38,88% berada dalam kategori aman. Kondisi itu sangat jauh apabila dibandingkan Sri Lanka dengan rasio utang terhadap PDB lebih dari 100%.

Apabila dibedah lebih jauh sebagian besar utang Indonesia berupa surat berharga negara berdenominasi rupiah. Merujuk data Kementerian Keuangan, komposisi utang hingga 31 Mei 2022 berasal dari penarikan Surat Berharga Negara Rp6.175,83 triliun atau mencapai 88,20%. Dalam bentuk rupiah domestik sebesar Rp4.934,56 triliun di mana berasal dari penerbitan Surat Utang Negara Rp4.055,03 triliun dan Surat Berharga Syariah Negara Rp879,53 triliun.

Kemudian komposisi utang Indonesia berasal dari pinjaman senilai Rp826,41 triliun atau 11,8%. Ini terdiri atas pinjaman dalam negeri Rp14,74 triliun dan utang berasal pinjaman luar negeri sebesar Rp811,67 triliun. Adapun utang luar negeri terdiri atas pinjaman bilateral Rp280,32 triliun, pinjaman multilateral Rp488,62 triliun, commercial banks Rp42,72 triliun. Jadi, komposisi pinjaman luar negeri didominasi oleh pinjaman multilateral.

Kondisi perekonomian Indonesia saat ini yang tengah mengarah pada pemulihan menuju kondisi sebelum pandemi perlahan-lahan mulai dirasakan dan diapresiasi oleh publik. Merujuk temuan hasil survei Indikator Politik Indonesia periode 9 - 11 Juli 2022, sebagian besar responden (39,2%) menilai kondisi ekonomi nasional saat ini lebih baik atau jauh lebih baik dibandingkan kondisi ekonomi tahun lalu.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1494 seconds (0.1#10.140)