Menjadi Menengah Atas
loading...
A
A
A
Dinna Prapto Raharja PhD
Praktisi dan Pengajar Hubungan Internasional
@Dinna_PR
BANK Dunia sudah mengangkat status Indonesia dari negara berpendapatan menengah bawah (low-middle income country) menjadi negara berpendapatan menengah atas (upper-middle income country). Seperti kita ketahui bahwa menurut Bank Dunia selain kategori negara berpendapatan tinggi dan rendah, juga ada tiga kategori kelas menengah.
Bank Dunia menyesuaikan kategori dengan harga dari waktu ke waktu. Pada 1 Juli 2019, Bank Dunia mengategorikan ekonomi berpenghasilan rendah sebagai mereka yang pada 2018 memiliki GNI per kapita, dihitung dengan menggunakan metode Atlas Bank Dunia, sebesar USD1.036 atau kurang.
Negara ekonomi menengah ke bawah adalah mereka yang memiliki GNI per kapita antara USD1.036 dan USD4.045, ekonomi menengah ke atas adalah ekonomi antara USD4.046 dan USD12.535, ekonomi berpenghasilan tinggi adalah mereka yang memiliki GNI per kapita sebesar USD12.535 atau lebih.
Batas tahun ini berbeda dengan tahun sebelumnya. Contoh, untuk negara berpendapatan menengah atas, pada batas 2019 ditetapkan batas bawahnya USD3.996 dan USD12.375 untuk batas atasnya. Demikian pula perubahan terjadi pada klasifikasi kelompok yang lain.
Sejalan dengan status yang meningkat ini terdapat tanggung jawab untuk menjaga agar status ini tidak turun. Seperti dalam kehidupan sehari-hari, peningkatan status bisa mengundang atau mempermudah beberapa urusan.
Dalam konteks ekonomi dan bisnis, peningkatan status ini tentu menambah tingkat kepercayaan investor untuk berbisnis di Indonesia dan sebaliknya, penurunan status juga pasti akan mengganggu tingkat kepercayaan. Kepercayaan dan tingkat risiko adalah faktor yang kadang-kadang menentukan investor mau berbisnis atau tidak.
Investor yang agresif biasanya lebih mendahulukan kepercayaan di atas angka di kertas untuk bisa mengambil kesempatan di saat yang lain masih menunggu. Sebab itu, status juga bisa menjadi modal yang menjadi daya tarik penting bagi investasi.
Kasus Sri Lanka
Meski demikian, kita juga perlu hati-hati dengan status ini karena perhitungan yang berdasarkan pendapatan per kapita tidak selalu mencerminkan kesejahteraan. Bank Dunia, dengan perhitungan yang lama, pernah menempatkan Sri Lanka sebagai negara berpendapatan menengah atas juga pada 2019. Sri Lanka pada tahun tersebut berhasil menempatkan produk domestik bruto (GNI) di atas USD3.996 per kapita.
Status ini tidak berlangsung lama karena Sri Lanka tidak dapat meningkatkan pendapatan pada 2020. Produk domestik bruto (GNP) Sri Lanka turun lebih dari USD200 dari USD3.968 pada 2018 menjadi USD3.741 pada 2019. Perhitungan pada 2019 ini yang menjadi landasan bagi Bank Dunia untuk mengklasifikasikan ulang kelompok negara.
Praktisi dan Pengajar Hubungan Internasional
@Dinna_PR
BANK Dunia sudah mengangkat status Indonesia dari negara berpendapatan menengah bawah (low-middle income country) menjadi negara berpendapatan menengah atas (upper-middle income country). Seperti kita ketahui bahwa menurut Bank Dunia selain kategori negara berpendapatan tinggi dan rendah, juga ada tiga kategori kelas menengah.
Bank Dunia menyesuaikan kategori dengan harga dari waktu ke waktu. Pada 1 Juli 2019, Bank Dunia mengategorikan ekonomi berpenghasilan rendah sebagai mereka yang pada 2018 memiliki GNI per kapita, dihitung dengan menggunakan metode Atlas Bank Dunia, sebesar USD1.036 atau kurang.
Negara ekonomi menengah ke bawah adalah mereka yang memiliki GNI per kapita antara USD1.036 dan USD4.045, ekonomi menengah ke atas adalah ekonomi antara USD4.046 dan USD12.535, ekonomi berpenghasilan tinggi adalah mereka yang memiliki GNI per kapita sebesar USD12.535 atau lebih.
Batas tahun ini berbeda dengan tahun sebelumnya. Contoh, untuk negara berpendapatan menengah atas, pada batas 2019 ditetapkan batas bawahnya USD3.996 dan USD12.375 untuk batas atasnya. Demikian pula perubahan terjadi pada klasifikasi kelompok yang lain.
Sejalan dengan status yang meningkat ini terdapat tanggung jawab untuk menjaga agar status ini tidak turun. Seperti dalam kehidupan sehari-hari, peningkatan status bisa mengundang atau mempermudah beberapa urusan.
Dalam konteks ekonomi dan bisnis, peningkatan status ini tentu menambah tingkat kepercayaan investor untuk berbisnis di Indonesia dan sebaliknya, penurunan status juga pasti akan mengganggu tingkat kepercayaan. Kepercayaan dan tingkat risiko adalah faktor yang kadang-kadang menentukan investor mau berbisnis atau tidak.
Investor yang agresif biasanya lebih mendahulukan kepercayaan di atas angka di kertas untuk bisa mengambil kesempatan di saat yang lain masih menunggu. Sebab itu, status juga bisa menjadi modal yang menjadi daya tarik penting bagi investasi.
Kasus Sri Lanka
Meski demikian, kita juga perlu hati-hati dengan status ini karena perhitungan yang berdasarkan pendapatan per kapita tidak selalu mencerminkan kesejahteraan. Bank Dunia, dengan perhitungan yang lama, pernah menempatkan Sri Lanka sebagai negara berpendapatan menengah atas juga pada 2019. Sri Lanka pada tahun tersebut berhasil menempatkan produk domestik bruto (GNI) di atas USD3.996 per kapita.
Status ini tidak berlangsung lama karena Sri Lanka tidak dapat meningkatkan pendapatan pada 2020. Produk domestik bruto (GNP) Sri Lanka turun lebih dari USD200 dari USD3.968 pada 2018 menjadi USD3.741 pada 2019. Perhitungan pada 2019 ini yang menjadi landasan bagi Bank Dunia untuk mengklasifikasikan ulang kelompok negara.