Tragedi Kemanusiaan oleh Manusia

Senin, 07 November 2022 - 10:47 WIB
loading...
A A A
Judul pada artikel ini yakni tragedi kemanusiaan oleh manusia merujuk pada terjadinya tragedi kemanusiaan yang berawal dari hiburan masyarakat yang merakyat. Tragedi terjadi karena perilaku antarsesama masyarakat itu sendiri.

Pemahaman ‘antarmasyarakat’ merujuk pada masyarakat dengan kelas sosial yang relatif sama. Dalam pengertian kedua tragedi tersebut tidak terjadi atau dimulai karena tindakan kekerasan oleh elite atau pihak yang berkuasa, seperti misalnya tragedi kemanusiaan Tiananmen pada tahun 1989 di China. Peristiwa itu terjadi karena penguasa yang represif atau pemaknaan tragedi yang menempatkan masyarakat sebagai korban atas serangan kelompok bersenjata. Kejadia ini mirip seperti teror di teater Bataclan Paris pada 2015 yang menewaskan lebih dari 125 orang.

Dua tragedi yang terjadi di penghujung 2022 ini terjadi bukan karena konflik elite dengan masyarakat, melainkan terjadi karena perilaku masyarakat dalam merespons hiburan rakyat itu sendiri. Ironisnya konteks pemahaman hiburan rakyat itu sendiri adalah wahana yang seharusnya menyatukan masyarakat dengan kegembiraan dan kebersamaan, namun makna hiburan rakyat itu sendiri bergeser menjadi tragedi rakyat mengingat nampak jelas ada penyimpangan makna dan tujuan dari hiburan rakyat itu sendiri.

Menyimpangnya makna tersebut tercermin dari perilaku masyarakat yang sewajarnya memaknai hiburan rakyat sebagai sesuatu yang membawa kebersamaan, namun pada faktanya dalam dua tragedi tersebut nampak jelas bahwa dominasi egoisme setiap individu manusia yang pada akhirnya mengubah hiburan rakyat menjadi tragedi rakyat.

Michael Foucoult (1980), menjelaskan bahwa ego adalah kehendak bebas manusia yang disadari dan diperjuangkan untuk diwujudkan. Berangkat dari pemikiran eksistensialisme oleh Michael Foucoult tersebut nampak jelas bahwa dalam dua tragedi tersebut manusia memiliki kehendak bebas untuk mencapai tujuannya meskipun mengorbankan sesama manusia.

Pelajaran penting yang dapat diambil dari kedua tragedi tersebut adalah hilangnya kebersamaan sebagai sesama manusia melainkan kini manusia lebih memanjakan demi eksistensi dan pemuasan egonya.

Setelah penyimpangan terjadi dan memakan korban yang sangat besar maka manusia mengatakan sebagai tragedi kemanusiaan dan menuntut pertanggung jawaban formal pada pihak yang bertanggung jawab.

Pertanyaannya adalah mengapa manusia tidak menghindari tragedi kemanusiaan dengan jiwa humanisme yakni memandang manusia lain sebagai manusia. Persoalannya manusia terkadang baru menyadari esensi humanisme dan kemanusiaan pada saat tragedi kemanusiaan telah terjadi.

Dari pelajaran dua peristiwa kemanusiaan di Itaewon, Korea Selatan dan Kanjuruhan, Indonesia tersebut maka perlu ada perubahan yang mendasar terhadap pola pikir dan perilaku yang menentukan budaya masyarakat (human culture). Budaya masyarakat yang egosentris harus dipulihkan kembali dan diganti dengan budaya humanis yang mencirikan manusia pada kodrat tertingginya yang secara utuh memiliki tiga komponen yakni cipta, rasa dan karsa.

Urgensi untuk memulihkan budaya masyarakat menuju masyarakat global yang lebih humanis tersebut dimaksudkan untuk menciptakan interaksi antar manusia dan peradaban global yang lebih humanis dan memulihkan pemaknaan ego sebagai kehendak bebas untuk membawa manusia pada kebersamaan demi peradaban yang lebih beradab.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2504 seconds (0.1#10.140)