Tolak Uji Materi UU PSDN, Putusan MK Dinilai Tak Konsisten

Senin, 31 Oktober 2022 - 21:32 WIB
loading...
Tolak Uji Materi UU...
Imparsial menilai keputusan MK yang menolak uji materi UU PSDN tidak konsisten. Foto/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak judicial review atau uji materi UU No. 23 tahun 2019 tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional (PSDN) yang dimohonkan oleh Imparsial, Kontras, Public Virtue Institute, PBHI Nasional, Gustika Jusuf Hatta, Ikhsan Yosarie, dan Leon Alvinda. Dalam putusannya MK menyatakan seluruh dalil pemohon tidak bertentangan dengan UUD 1945.

Peneliti Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan (Imparsial) Hussein Ahmad menyatakan putusan MK tersebut tidak konsisten dengan amanat UUD 1945, demokrasi dan HAM. ”Kami memandang, MK tidak konsisten antara pertimbangan dengan putusan yang diambil serta dalam beberapa pertimbangan gagal memahami maksud konstitusi,” ujarnya, Senin (31/10/2022).

Dia menyebut ada beberapa hal yang perlu digaris bawahi dalam putusan MK. Pertama, MK dalam pertimbangannya sendiri mengakui definisi ancaman dalam UU PSDN kabur dan menciptakan ketidakpastian hukum. Kendati demikian, alih-alih membatalkan pasal tersebut, MK justru memerintahan pembentuk undang-undang untuk merevisi pengaturan tersebut melalui revisi UU PSDN yangt telah masuk prolegnas yang sejatinya tidak dibenarkan dalam konteks hukum.



Kedua, dalam pertimbangannya MK menyatakan penetapan Komponen Candangan Manusia, Sumber Daya Alam (SDA), Sumber Daya Buatan (SDB) dan Sarana dan Prasaranan Nasional (Sarprasnas) harus demokratis dan menghormati hak asasi manusia. Meski argumentasi MK telah benar, MK seolah tidak berani menyatakan penetepan sepihak yang dapat dilakukan oleh Menteri Pertahanan (Menhan) sebagaimana diatur dalam UU PSDN adalah keliru, tidak demokratis dan berpotensi melanggar HAM.

”Bagaimana mungkin penetapan sepihak Menhan tanpa adanya kesukarelaan oleh pemilik SDA, SDB, dan Sarprasnas tanpa adanya mekanisme penolakan dapat dikatakan demokratis dan seusia dengan HAM,” katanya.



Ketiga, petimbangan MK yang menyatakan UU PSDN sudah mengakomodasi prinsip consentious objection oleh karena pemerintah tidak mewajibkan warga negara mengikuti komponen cadangan adalah ngawur dan sama sekali tidak memahawi pokok permasalahan. UU PSDN memang benar tidak mewajibkan warga negara untuk mengikuti Komcad, akan tetapi UU PSDN tidak sama sekali memberikan mekanisme penolakan (prinsip consentious objection) bagi warga negara apabila telah mengikuti Komcad dan malah terhadap Constious Objector (Komcad) justru diancam dengan hukuman pidana.

“Kami menilai Mahkamah hanya mengulang preseden buruk UU No. 66 Tahun 1958 Tentang Wajib Militer, dalam Penjelasan Pasal 11 diamanatkan “Dalam pasal ini belum di muat ketentuan mengenai kemungkinan pembebasan dari golongan tertentu yang juga terdapat dalam masyarakat Indonesia, yaitu golongan yang tidak bersedia menjadi prajurit (secara sukarela maupun wajib) karena hal itu adalah bertentangan dengan kepercayaan yang dianutnya atau principiele dienst weigeraars. Ketentuan-ketentuan tentang hal ini perlu diatur dalam undang-undang tersendiri,” katanya.

Selain itu, kata dia, terhadap pemilik SDA, SDB dan Sarprasnas sifatnya wajib oleh karena penetapannya yang sepihak atau tidak sama sekali mengakomodasi consentious objection.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1165 seconds (0.1#10.140)