Santri dan Nasionalisme Islam

Jum'at, 21 Oktober 2022 - 15:51 WIB
loading...
A A A
Ketiga, pembelaan negara dan pertahanan kemerdekaan dari serangan NICA melalui Resolusi Jihad 22 Oktober 1945. Ini berarti, Resolusi Jihad menjadi kesinambungan dari pembentukan nasionalisme dan negara nasional yang diperjuangkan NU atas nama Islam. Keempat, pengabsahan pemerintah Indonesia atas nama syariah Islam. Hal ini dilakukan NU dalam Munas Alim Ulama di Cipanas, Bogor, tahun 1954.

Melalui Munas tersebut, NU mendaulat pemerintah Indonesia sebagai pemimpin darurat yang memiliki kewenangan dalam menerapkan syariah (waly al-amri al-dlaruri bi al-syaukah). Pemerintah RI disebut darurat di tengah ketiadaan kekhalifahan dunia Islam. Meskipun darurat, namun ia memiliki kewenangan untuk menerapkan syariah Islam.

Kelima, penegasan keselarasan Islam dan Pancasila dalam Munas Alim Ulama NU di Situbondo, tahun 1983. Dalam Munas tersebut, NU menegaskan bahwa sila Ketuhanan YME merupakan cerminan tauhid, sedangkan sila-sila di bawahnya mencerminkan tujuan utama syariah Islam (maqashid al-syari’ah). Menurut Gus Dur, fase kelima ini merupakan titik puncak nasionalisme Islam yang dibangun oleh NU (Wahid, 1989: 9-15).

Berdasarkan uraian ini, maka Hari Santri Nasional menegaskan keselarasan Islam dan sendi-sendi kebangsaan kita, baik dengan bangsa, negara nasional, dasar negara Pancasila, serta pemerintah Republik Indonesia. Dengan demikian, tidak ada alasan untuk mengafirkan negara ini, karena Indonesia didirikan melalui upaya gotong-royong seluruh elemen bangsa, termasuk oleh umat Islam. Selamat Hari Santri Nasional!
(bmm)
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2026 seconds (0.1#10.140)