Bebaskan Anak Perempuan dari Ancaman Predator Seksual
loading...
A
A
A
Aksi kekerasan seksual ini juga dapat dilakukan oleh laki-laki maupun perempuan kepada siapa pun termasuk istri atau suami, pacar, orang tua, saudara kandung, teman, kerabat dekat, hingga orang yang tak dikenal. Kekerasan seksual ini dapat terjadi di mana saja, termasuk rumah, tempat kerja, atau lingkungan pendidikan (sekolah, tempat kursus, pesantren, atau kampus).
Merujuk pada data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang dipublkikasi media, sepanjang Januari-Desember 2021, telah terjadi kekerasan seksual di lingkungan pendidikan sebanyak 18 kasus, yang tersebar di 17 kabupaten/kota di 9 provinsi. Meski “hanya” 18 kasus, namun jumlah korbannya mencapai 126 anak perempuan dan 71 anak laki-laki.
Ironisnya, 55,5% pelakunya adalah guru. Kekhawatiran masih terus membayang pada 2022. KPAI mencatat, sepanjang Januari - Juli 2022 telah terjadi 12 kasus kekerasan seksual yang terjadi di lingkungan pendidikan. Jumlah total korbannya berjumlah 52 anak, terdiri atas 16 orang anak laki-laki dan 36 orang anak perempuan.
Fenomena ini hanya menggambarkan aksi kekerasan seksual di lingkungan sekolah yang terjadi pada anak perempuan. Bagaimana dengan aksi serupa di luar lingkungan sekolah? Melalui laman real-time Simfoni Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) tercatat sejak 1 Januari 2022 hingga saat ini, terdapat 17.426 perempuan dari berbagai usia yang menjadi korban kekerasan seksual.
Dari jumlah tersebut, sebanyak 5,8% perempuan korban kekerasan seksual di usia 0-5 tahun; 14,6% korban perempuan di usia 6-12 tahun; dan 29,7% korban perempuan di usia 13-17 tahun. Bandingkan dengan korban laki-laki yang berjumlah 3.075 orang dari berbagai range usia.
Ringkihnya Posisi Anak Perempuan
Dari fenomena ini jelas terlihat, betapa ringkihnya posisi anak perempuan. Kekerasan seksual terhadap anak--baik laki-laki maupun perempuan--adalah kenyataan yang menakutkan dan tidak menyenangkan karena dampaknya bisa menghancurkan psikososial, serta tumbuh dan kembangnya di masa depan.
Bagi anak perempuan, banyak fakta yang tak bisa dihindari sebagai akibat dari tindakan kekerasan seksual yang menimpanya. Dari Modul Intervensi Pencegahan Kekerasan Seksual Pada Anak yang diterbitkan oleh Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Andalas tahun 2017, disebutkan fakta (1) 1 dari 4 anak perempuan mengalami kekerasan seksual sebelum mereka berusia 18 tahun. Artinya di setiap kelas, ada anak-anak yang memendam rahasia bahwa mereka adalah korban kekerasan seksual dan tidak berani melaporkan kejadian tersebut.
Fakta (2) 1 dari 5 anak mengalami kekerasan seksual yang berawal dari internet sehingga di era digital saat ini, penting bagi orang tua untuk mengingatkan supaya anak tidak memberikan data pribadi kepada orang yang dikenalnya lewat internet. Fakta (3) anak perempuan yang menjadi korban kekerasan seksual cenderung mengembangkan kelainan pola makan saat dewasa.
Fakta (4) hampir 80% penyintas kekerasan seksual tumbuh menjadi remaja bermasalah yang terlibat penggunaan narkoba dan alkohol, terjerumus prostitusi dan juga memiliki kecenderungan bunuh diri.
Menyambut Hari Anak Perempuan Sedunia tahun 2022 ini, lalu apa saja yang dapat kita lakukan untuk melindungi hak-hak anak perempuan? Kita bisa berfokus pada upaya mengatasi tantangan yang dihadapi oleh anak-anak perempuan di seluruh dunia, sekaligus meningkatkan pemberdayaan anak perempuan dan pemenuhan hak-hak hidup mereka.
Merujuk pada data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang dipublkikasi media, sepanjang Januari-Desember 2021, telah terjadi kekerasan seksual di lingkungan pendidikan sebanyak 18 kasus, yang tersebar di 17 kabupaten/kota di 9 provinsi. Meski “hanya” 18 kasus, namun jumlah korbannya mencapai 126 anak perempuan dan 71 anak laki-laki.
Ironisnya, 55,5% pelakunya adalah guru. Kekhawatiran masih terus membayang pada 2022. KPAI mencatat, sepanjang Januari - Juli 2022 telah terjadi 12 kasus kekerasan seksual yang terjadi di lingkungan pendidikan. Jumlah total korbannya berjumlah 52 anak, terdiri atas 16 orang anak laki-laki dan 36 orang anak perempuan.
Fenomena ini hanya menggambarkan aksi kekerasan seksual di lingkungan sekolah yang terjadi pada anak perempuan. Bagaimana dengan aksi serupa di luar lingkungan sekolah? Melalui laman real-time Simfoni Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) tercatat sejak 1 Januari 2022 hingga saat ini, terdapat 17.426 perempuan dari berbagai usia yang menjadi korban kekerasan seksual.
Dari jumlah tersebut, sebanyak 5,8% perempuan korban kekerasan seksual di usia 0-5 tahun; 14,6% korban perempuan di usia 6-12 tahun; dan 29,7% korban perempuan di usia 13-17 tahun. Bandingkan dengan korban laki-laki yang berjumlah 3.075 orang dari berbagai range usia.
Ringkihnya Posisi Anak Perempuan
Dari fenomena ini jelas terlihat, betapa ringkihnya posisi anak perempuan. Kekerasan seksual terhadap anak--baik laki-laki maupun perempuan--adalah kenyataan yang menakutkan dan tidak menyenangkan karena dampaknya bisa menghancurkan psikososial, serta tumbuh dan kembangnya di masa depan.
Bagi anak perempuan, banyak fakta yang tak bisa dihindari sebagai akibat dari tindakan kekerasan seksual yang menimpanya. Dari Modul Intervensi Pencegahan Kekerasan Seksual Pada Anak yang diterbitkan oleh Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Andalas tahun 2017, disebutkan fakta (1) 1 dari 4 anak perempuan mengalami kekerasan seksual sebelum mereka berusia 18 tahun. Artinya di setiap kelas, ada anak-anak yang memendam rahasia bahwa mereka adalah korban kekerasan seksual dan tidak berani melaporkan kejadian tersebut.
Fakta (2) 1 dari 5 anak mengalami kekerasan seksual yang berawal dari internet sehingga di era digital saat ini, penting bagi orang tua untuk mengingatkan supaya anak tidak memberikan data pribadi kepada orang yang dikenalnya lewat internet. Fakta (3) anak perempuan yang menjadi korban kekerasan seksual cenderung mengembangkan kelainan pola makan saat dewasa.
Fakta (4) hampir 80% penyintas kekerasan seksual tumbuh menjadi remaja bermasalah yang terlibat penggunaan narkoba dan alkohol, terjerumus prostitusi dan juga memiliki kecenderungan bunuh diri.
Menyambut Hari Anak Perempuan Sedunia tahun 2022 ini, lalu apa saja yang dapat kita lakukan untuk melindungi hak-hak anak perempuan? Kita bisa berfokus pada upaya mengatasi tantangan yang dihadapi oleh anak-anak perempuan di seluruh dunia, sekaligus meningkatkan pemberdayaan anak perempuan dan pemenuhan hak-hak hidup mereka.