Ikhtiar Kolektif Tumbuhkan Minat Baca
loading...
A
A
A
Ahmad Ali Imron
Pranata Humas Ahli Muda dan Alumnus Magister Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Jakarta
SEPTEMBER merupakan bulan yang istimewa bagi masyarakat, khususnya pemustaka. September adalah bulan gemar membaca nasional, Hari Literasi Internasional (8 September), dan hari kunjung perpustakaan (14 September). September menjadi lonceng pengingat akan pentingnya literasi (melek huruf) dan kebiasaan membaca.
Sejatinya di tengah belantara informasi, melek huruf bukan hanya persoalan seseorang mampu membaca dan menulis. Lebih dari itu harus tercipta budaya gemar membaca. Sebab minat baca yang tinggi sangat bermanfaat dalam meningkatkan pemahaman dan daya nalar. Dengan kemampuan menalar yang tinggi, informasi bisa diolah secara analitis, kritis, dan reflektif.
Baca Juga: koran-sindo.com
Secara teoretis ada korelasi antara minat baca (reading interest) dengan kebiasaan membaca (reading habit) dan kemampuan membaca (reading ability). Rendahnya minat baca masyarakat menjadikan kebiasaan membaca yang rendah, dan kebiasaan membaca yang rendah berdampak terhadap kemampuan membaca juga rendah (Sudarsana, 2014).
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, secara umum tingkat kegemaran membaca (TGM) masyarakat Indonesia pada 2021 sebesar 59,52 atau masuk kategori sedang. Berbeda dengan data hasil survei UNESCO tentang minat baca masyarakat Indonesia 2012 yang menunjukkan angka 0,001, yang berarti dari 1.000 orang hanya 1 orang yang memiliki minat baca tinggi.
Padahal, dari segi infrastruktur untuk mendukung kebiasaan membaca, Indonesia juga tidak kalah dengan negara-negara di Eropa. Terlepas dari data-data tersebut, kenyataan di masyarakat kita menunjukkan minat baca memang masih menjadi persoalan serius yang harus dibenahi.
Ada beberapa faktor yang memengaruhi rendahnya minat baca masyarakat, yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal, berasal dari dalam diri personal seperti kemauan dan kebiasaan. Adapun faktor eksternal adalah faktor dari luar diri personal seperti lingkungan, baik keluarga, masyarakat maupun lembaga pendidikan.
Ditambah lagi kehadiran internet bisa memudahkan seseorang dalam membaca karena begitu luas dan lengkapnya jagat internet. Atau sebaliknya, keberadaan internet yang memudahkan segala hal dan aksesnya begitu mudah nan cepat bisa menuntun seseorang semakin berjarak dari dunia literatur.
Selain faktor-faktor tersebut, tidak dapat dimungkiri kegemaran membaca juga bukan budaya nenek moyang kita. Karena itu orang Indonesia, khususnya generasi muda tidak menjadikan kebiasaan membaca buku sebagai hal yang penting.
Pranata Humas Ahli Muda dan Alumnus Magister Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Jakarta
SEPTEMBER merupakan bulan yang istimewa bagi masyarakat, khususnya pemustaka. September adalah bulan gemar membaca nasional, Hari Literasi Internasional (8 September), dan hari kunjung perpustakaan (14 September). September menjadi lonceng pengingat akan pentingnya literasi (melek huruf) dan kebiasaan membaca.
Sejatinya di tengah belantara informasi, melek huruf bukan hanya persoalan seseorang mampu membaca dan menulis. Lebih dari itu harus tercipta budaya gemar membaca. Sebab minat baca yang tinggi sangat bermanfaat dalam meningkatkan pemahaman dan daya nalar. Dengan kemampuan menalar yang tinggi, informasi bisa diolah secara analitis, kritis, dan reflektif.
Baca Juga: koran-sindo.com
Secara teoretis ada korelasi antara minat baca (reading interest) dengan kebiasaan membaca (reading habit) dan kemampuan membaca (reading ability). Rendahnya minat baca masyarakat menjadikan kebiasaan membaca yang rendah, dan kebiasaan membaca yang rendah berdampak terhadap kemampuan membaca juga rendah (Sudarsana, 2014).
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, secara umum tingkat kegemaran membaca (TGM) masyarakat Indonesia pada 2021 sebesar 59,52 atau masuk kategori sedang. Berbeda dengan data hasil survei UNESCO tentang minat baca masyarakat Indonesia 2012 yang menunjukkan angka 0,001, yang berarti dari 1.000 orang hanya 1 orang yang memiliki minat baca tinggi.
Padahal, dari segi infrastruktur untuk mendukung kebiasaan membaca, Indonesia juga tidak kalah dengan negara-negara di Eropa. Terlepas dari data-data tersebut, kenyataan di masyarakat kita menunjukkan minat baca memang masih menjadi persoalan serius yang harus dibenahi.
Ada beberapa faktor yang memengaruhi rendahnya minat baca masyarakat, yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal, berasal dari dalam diri personal seperti kemauan dan kebiasaan. Adapun faktor eksternal adalah faktor dari luar diri personal seperti lingkungan, baik keluarga, masyarakat maupun lembaga pendidikan.
Ditambah lagi kehadiran internet bisa memudahkan seseorang dalam membaca karena begitu luas dan lengkapnya jagat internet. Atau sebaliknya, keberadaan internet yang memudahkan segala hal dan aksesnya begitu mudah nan cepat bisa menuntun seseorang semakin berjarak dari dunia literatur.
Selain faktor-faktor tersebut, tidak dapat dimungkiri kegemaran membaca juga bukan budaya nenek moyang kita. Karena itu orang Indonesia, khususnya generasi muda tidak menjadikan kebiasaan membaca buku sebagai hal yang penting.