Paradoks Identitas Digital

Jum'at, 03 Juli 2020 - 15:56 WIB
loading...
Paradoks Identitas Digital
Dr Firman Kurniawan S pemerhati budaya dan komunikasi digital, pendiri LITEROS.org. Foto/Istimewa
A A A
Dr Firman Kurniawan S
Pemerhati budaya dan komunikasi digital dan pendiri LITEROS.org

DUA mahasiswa di kampus tempat saya mengajar ilmu komunikasi, tanpa bersepakat lebih dulu menulis topik tentang interaksi antar manusia di medium digital. Interaksi ini pada ujungnya, membentuk identitas diri. Self.

Uniknya, para mahasiswa ini melihat interaksi dari sudut pandang yang beda. Bahkan berhadapan satu sama lain. Satu, terkait posting, produksi dan distribusi konten yang membentuk identitas diri pelaku posting. Yang lainnya justru pembentukan identitas diri sebagai implikasi konsumsi berkelanjutan, konten media sosial. Teori yang digunakan keduanya sama, Symbolic Interaction Theory.

Pada tulisan-tulisan sebelumnya, teori interaksi simbolik sering saya gunakan untuk menjelaskan suatu fenomena komunikasi. Asal muasalnya adalah pemikiran George Herbert Mead, seorang ilmuwan psikologi sosial Amerika, dalam bentuk materi perkuliahan.

Materi kuliah zaman dulu, yang hadir dalam bentuk ucapan-ucapan dan uraian di papan tulis, tentu terabadikan sebagai hasil pencatatan seksama peserta perkuliahan. Catatan inilah yang kemudian dipublikasikan sebagai buku oleh mahasiswa Mead, yang menaruh hormat tinggi padanya, Herbert Blumer. Buku itu berjudul Mind, Self and Society, 1934.

Pada intinya Mead mengajarkan, asal identifikasi diri adalah interaksi melalui simbol yang dilakukan secara sosial oleh manusia. Manusia yang mencari makna hidupnya, berinteraksi dengan manusia lainnya, menggunakan simbol.

Ketika secara alamiah makna simbol bersifat manasuka: bebas ruang dan waktu, lewat interaksi berulang-ulang kemanasukaan ini akan terbekukan jadi makna yang diterima bersama. Adanya makna yang telah diterima secara sosial, menyebabkan di interaksi selanjutnya tidak perlu lagi ada proses ulangan pembentukan makna simbol yang telah diterima.

Maknanya telah digunakan secara sosial. Namun demikian, ini tak menghilangkan watak kemanasukaan simbol, lewat interaksi di ruang dan waktu yang beda, simbol dapat bergeser maknanya. Lewat telah terbekukannya makna, lanjut Mead, manusia mengenali 3 hal: pertama identifikasi dirinya, self.

Kedua, makna simbol beserta penggunaan lazimnya, mind. Dan ketiga, lingkungan sosial tempat seseorang berinteraksi, society.

Pembentukan ketiganya berlangsung simultan, nyaris tanpa batas tegas di tiap-tiap bagiannya. Saat pembentukan identitas diri misalnya, seseorang yang berinteraksi dengan orang lain dengan memanfaatkan simbol, akan memperoleh respon dari pihak lainnya.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1510 seconds (0.1#10.140)