Antara Asa dan Realita Kawasan Industri Hasil Tembakau
loading...
A
A
A
Kekuatan finansial dan jaringan dari pengelola kawasan industri menjadi tantangan terbesar dalam membangun kawasan industri, karena sumber pembiayaan awal KIHT berasal dari Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT).
Berdasarkan PMK No 206/PMK.07/2020 (PMK-206) tentang Penggunaan, Pemantauan, dan Evaluasi DBHCHT, prioritas penggunaan DBHCHT dilakukan dengan ketentuan 50% untuk bidang kesejahteraan masyarakat, yang meliputi program peningkatan kualitas bahan baku, dan program pembinaan lingkungan sosial. Lebih lanjut, 25% lainnya untuk bidang penegakan hukum yang meliputi program pembinaan industri yakni pembentukan pengelolaan dan pengembangan KIHT, program sosialisasi ketentuan di bidang cukai, dan program pemberantasan barang kena cukai ilegal. Selanjutnya sebesar 25% lainnya untuk bidang kesehatan melalui program pembinaan lingkungan sosial.
Selain itu, tantangan lain dari KIHT adalah berkaitan dengan pengaturan tata ruang kawasan industri alias harus sesuai dengan rencana induk. Besaran lahan yang dibutuhkan untuk pembangunan KIHT dalam implementasinya di daerah bukanlah hal yang mudah.
Pemilihan, penetapan dan penggunaan lahan untuk Kawasan Industri harus sesuai dan mengacu kepada ketentuan yang ditetapkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Selain itu, lokasi lahan yang akan diperuntukan bagi Kawasan industri juga harus mempertimbangkan ketersediaan jaringan transportasi (akses/jalan, pelabuhan, bandara), jaringan energi dan kelistrikan, jaringan sumber daya air dan jaminan pasokan air baku, jaringan telekomunikasi, dan sanitasi.
Menjaga Iklim Usaha IHT, Kunci Keberhasilan KIHT
Kendati tak mudah, pembangunan KIHT juga tak mustahil untuk diupayakan sebagai salah satu solusi menekan angka peredaran rokok ilegal di jangka panjang. Guna merealisasikan pembangunan KIHT dibutuhkaneffortyang tinggi sangat tinggi secara keuangan.
Oleh sebab itu, dalam upaya menopang IHT dengan ketersediaan dana yang terbatas, maka proses penyediaan lahan awal KIHT menggunakan aset Pemerintah dapat menjadi alternatif dalam pembangunan KIHT. Selain itu, pemerintah daerah juga perlu meningkatkan koordinasi dengan Bea dan Cukai setempat dalam hal penyusunan insentif bagi para pelaku usaha yang terlibat dalam IHT agar KIHT memiliki daya tarik yang tinggi bagi IHT yang ilegal maupun produsen baru IHT.
Pada jangka pendek, pemerintah perlu tetap mempertimbangkan kembali kenaikan tarif cukai dan harga rokok agar tidak semakin mendorong terjadinya peningkatan peredaran rokok ilegal yang dapat mengurangi ketertarikan para pelaku usaha untuk masuk dalam wilayah KIHT yang disediakan. Selain itu, optimalisasi kegiatan pencegahan, pengawasan dan penindakan terhadap peredaran rokok ilegal yang juga sebagai bentuk dukungan terhadap proses pembangunan KIHT perlu terus diperlukan demi terciptanya daya tarik bagi produsen rokok ilegal untuk beralih pada kegiatan produksi rokok legal dalam KIHT. Semoga.
Berdasarkan PMK No 206/PMK.07/2020 (PMK-206) tentang Penggunaan, Pemantauan, dan Evaluasi DBHCHT, prioritas penggunaan DBHCHT dilakukan dengan ketentuan 50% untuk bidang kesejahteraan masyarakat, yang meliputi program peningkatan kualitas bahan baku, dan program pembinaan lingkungan sosial. Lebih lanjut, 25% lainnya untuk bidang penegakan hukum yang meliputi program pembinaan industri yakni pembentukan pengelolaan dan pengembangan KIHT, program sosialisasi ketentuan di bidang cukai, dan program pemberantasan barang kena cukai ilegal. Selanjutnya sebesar 25% lainnya untuk bidang kesehatan melalui program pembinaan lingkungan sosial.
Selain itu, tantangan lain dari KIHT adalah berkaitan dengan pengaturan tata ruang kawasan industri alias harus sesuai dengan rencana induk. Besaran lahan yang dibutuhkan untuk pembangunan KIHT dalam implementasinya di daerah bukanlah hal yang mudah.
Pemilihan, penetapan dan penggunaan lahan untuk Kawasan Industri harus sesuai dan mengacu kepada ketentuan yang ditetapkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Selain itu, lokasi lahan yang akan diperuntukan bagi Kawasan industri juga harus mempertimbangkan ketersediaan jaringan transportasi (akses/jalan, pelabuhan, bandara), jaringan energi dan kelistrikan, jaringan sumber daya air dan jaminan pasokan air baku, jaringan telekomunikasi, dan sanitasi.
Menjaga Iklim Usaha IHT, Kunci Keberhasilan KIHT
Kendati tak mudah, pembangunan KIHT juga tak mustahil untuk diupayakan sebagai salah satu solusi menekan angka peredaran rokok ilegal di jangka panjang. Guna merealisasikan pembangunan KIHT dibutuhkaneffortyang tinggi sangat tinggi secara keuangan.
Oleh sebab itu, dalam upaya menopang IHT dengan ketersediaan dana yang terbatas, maka proses penyediaan lahan awal KIHT menggunakan aset Pemerintah dapat menjadi alternatif dalam pembangunan KIHT. Selain itu, pemerintah daerah juga perlu meningkatkan koordinasi dengan Bea dan Cukai setempat dalam hal penyusunan insentif bagi para pelaku usaha yang terlibat dalam IHT agar KIHT memiliki daya tarik yang tinggi bagi IHT yang ilegal maupun produsen baru IHT.
Pada jangka pendek, pemerintah perlu tetap mempertimbangkan kembali kenaikan tarif cukai dan harga rokok agar tidak semakin mendorong terjadinya peningkatan peredaran rokok ilegal yang dapat mengurangi ketertarikan para pelaku usaha untuk masuk dalam wilayah KIHT yang disediakan. Selain itu, optimalisasi kegiatan pencegahan, pengawasan dan penindakan terhadap peredaran rokok ilegal yang juga sebagai bentuk dukungan terhadap proses pembangunan KIHT perlu terus diperlukan demi terciptanya daya tarik bagi produsen rokok ilegal untuk beralih pada kegiatan produksi rokok legal dalam KIHT. Semoga.
(ynt)