DPR Minta Pemerintah Cabut 70% Subsidi BBM

Jum'at, 02 September 2022 - 14:22 WIB
loading...
DPR Minta Pemerintah Cabut 70% Subsidi BBM
Anggota Komisi VII DPR Lamhot Sinaga. FOTO/DOK.DPR
A A A
JAKARTA - DPR meminta pemerintah mencabut subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) sebesar 70%. Sebab hanya 30% subsidi yang dikonsumsi masyarakat pengguna sepeda motor dan angkutan umum.

Hal itu terungkap dalam diskusi bertajuk 'Subsidi Untuk Siapa? Menelaah Efektivitas Penggunaan Uang Rakyat' yang diselenggarakan Forum Diskusi Ekonomi Politik (FDEP) di Jakarta, Kamis (1/9/2022). Anggota Komisi VII DPR Lamhot Sinaga dan Direktur Eksekutif Energi Watch Mamit Setiawan dan ekonom Faisal Basri hadir sebagai narasumber dalam diskusi tersebut.

"Konsumsi BBM bersubsidi harus dikendalikan. Jika tidak, subsidi energi bisa bertambah hampir Rp200 triliun pada 2022," kata Lamhot dikutip, Jumat (2/9/2022).

Baca juga: Kenaikan Harga BBM Tidak Bisa Dihindari, Namun Perlu Formula Tepat

Menurut Lamhot, saat ini subsidi energi Rp502 triliun dan akan menjadi Rp698 triliun jika kuota BBM bersubsidi ditambah. "APBN harus diselamatkan demi kepentingan bangsa," katanya.

Saat ini DPR tengah membahas beberapa skenario pengendalian subsidi. Skenario itu termasuk pembatasan konsumen, penyesuaian harga, atau kombinasi keduanya. Data yang diterima DPR, hanya 30% BBM bersubsidi dikonsumsi sepeda motor dan angkutan umum.

Dengan demikian, subsidi BBM bisa dipangkas 70% jika hanya kedua jenis kendaraan itu boleh mengonsumsi. Angkutan umum terdiri dari kendaraan berpelat kuning serta kendaraan untuk taksi dan ojek daring.

Baca juga: Apakah Harga BBM Naik Berakibat Inflasi?

Untuk kendaraan transportasi daring, mekanisme subsidinya berupa kupon pembelian BBM. "Saya kira ini harus dilakukan segera. Pertamina sudah menyatakan sanggup melaksanakan mekanisme ini," ujarnya.

Senada, ekonom senior Faisal Basri mendorong harga BBM segera dinaikkan. Ada pun DPR tengah mengkaji sejumlah opsi penghematan subsidi energi. Salah satunya dengan hanya mengizinkan BBM bersubsidi dikonsumsi sepeda motor dan angkutan umum. Kini, harga BBM Indonesia jauh lebih murah dibandingkan di sejumlah negara miskin dan negara produsen besar minyak.

"Kenaikan harga minyak adalah fenomena global. Hampir semua negara, termasuk produsen besar seperti Arab Saudi, sudah menaikkan harga BBM. Harga di Indonesia lebih murah dibandingkan Arab Saudi," ujarnya.

Faisal mengatakan, harga BBM bersubsidi di Indonesia amat jauh dari harga keekonomiannya. Subsidi solar lebih dari Rp10.000 per liter dan pertalite Rp7.100 per liter. "Berapa pun kuota BBM bersubsidi tidak akan pernah cukup," katanya.

Faisal mengusulkan harga BBM segera dinaikkan. Namun, kenaikannya harus terukur agar tidak terlalu membebani rakyat. "Gunakan semua instrumen untuk meringankan beban rakyat," ujarnya.

Faisal mengingatkan, BBM harus mahal karena minyak sumber daya langka. Dengan tingkat produksi sekarang, Indonesia akan kehabisan cadangan minyak sebelum 2030. Artinya, kebutuhan minyak akan sepenuhnya dari impor.

Sejak 2007, Indonesia telah menjadi importir bersih. Sebab, jumlah produksi di bawah konsumsi. Kini, setiap hari Indonesia hanya memproduksi 600.000 barel minyak. Padahal, konsumsinya mencapai 1,6 juta barel per hari. Selisih 1 juta barel harus diimpor dan dibayar dalam mata uang asing. Impor BBM salah satu penyebab rupiah melemah karena permintaan uang asing tinggi untuk membayar impor.

Sementara itu, Mamit menegaskan, pemerintah mendapat momentum perombakan pola subsidi BBM dan energi secara keseluruhan. "Harus tahun ini, tahun depan sudah tahun politik. Tidak mungkin ada keputusan-keputusan terkait perubahan penting," kata dia.

Selama ini, subsidi BBM sangat kontraproduktif. Selain tidak tepat sasaran, juga menjadi mubazir. "Subsidi BBM memperlebar jurang kaya dan miskin. Penikmat terbesarnya orang kaya," ujarnya.

Selain itu, konsumsi BBM melonjak seiring peningkatan kemacetan di jalan. Artinya, subsidi malah terbakar di jalan. Hal lain yang disoroti Mamit adalah solar malah dikonsumsi kendaraan pengangkut hasil tambang dan kebun sawit. Padahal, pertambangan dan perkebunan sawit dimiliki orang-orang kaya.

"Tata ulang subsidi, harus direformasi. Segera naikkan harga BBM. Menaikkan sekali atau dicicil dampaknya akan sama. Daripada ribut terus, sekalian saja," ujarnya.
(abd)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2209 seconds (0.1#10.140)