Ruang Tumbuh Pendidikan
loading...
A
A
A
Anggi Afriansyah
Peneliti Sosiologi Pendidikan di Pusat Riset Kependudukan BRIN
EXTRAORDINARY Attorney Woo (2022) menjadi salah satu drama asal Korea Selatan yang sedang menarik minat para pecinta drama Korea (drakor). Mengapa drama ini menarik? Pertama, drama ini menyajikan kisah Woo Young-Woo (Park Eun-Bin), pengacara pintar, yang merupakan penyandang autism, dalam menangani kasus-kasus di pengadilan.
Secara cerdas dan jenaka Woo Young-Woo menyelesaikan satu per satu kasus yang ditanganinya. Ada juga situasi di mana para penonton disajikan betapa penyandang autisme harus menghadapi berbagai prasangka dan persoalan yang tidak mudah dihadapi.
Kedua, drama ini menampilkan beberapa kasus yang dapat menjadi hiburan sekaligus pencerahan. Dalam proses ini kita dapat menyaksikan bagaimana drakor berhasil menyajikan perspektif tentang situasi harian yang dihadapi masyarakat Korea. Isu tentang perundungan, cekcok akibat warisan, isu hak cipta, isu pengambil alihan tanah untuk pembangunan, pendidikan yang menuntut kompetisi, dan kasus-kasus lainnya.
Cerminan Realitas
Dalam beberapa hal, meskipun tentu konstruksi drama pasti imajinasi sang penulis skenario, apa yang disampaikan dalam drama tersebut menarik untuk ditelaah dan dalam beberapa aspek menjadi cerminan realitas keseharian.
Dalam konteks pertama, informasi memadai mengenai para penyandang autisme masih perlu terus disampaikan ke publik. Dan, dalam kehidupan keseharian kita masih menyimpan banyak prasangka dan memarjinalkan para penyandang autisme.
Dalam konteks pendidikan misalnya, sistem pendidikan formal di Indonesia masih menghadapi banyak tantangan dalam mengakomodasi kebutuhan anak-anak penyandang autism (Ekaputri dan Afriansyah, 2020).
Ada tantangan secara kebijakan maupun budaya dalam mengakomodasi kebutuhan pendidikan anak-anak penyandang autisme. Dalam konteks tersebut, penyebaran pengetahuan melalui berbagai kanal informasi termasuk melalui drama atau film menjadi penting. Saat ini jika kita telusur, sudah banyak film dan drama yang mengangkat isu autisme.
Untuk konteks kedua, ragam isu yang ditampilkan di drakor tersebut nampak sekali memotret kehidupan di Korea Selatan saat ini. Dalam episode sembilan misalnya disajikan kasus penculikan yang dilakukan oleh seseorang (Bang Gu-ppong) yang mendaku sebagai Panglima Tentara Pembebasan Anak-anak.
Panglima Tentara Pembebasan Anak-anak ini ingin melepaskan anak-anak dari jerat sekolah, orangtua, dan akademi. Ia mengajukan tiga tuntutan yaitu, pertama, anak-anak harus segera bermain. Kedua, anak-anak harus segera sehat. Dan, ketiga, anak-anak harus segera bahagia.
Mengapa ia mengajukan tuntutan tersebut, sebab dalam pandangannya sekolah, lembaga kursus, dan orangtua di Korea Selatan begitu menuntut anak untuk menjadi kompetitif sejak dini. Anak-anak harus belajar sampai malam hingga tidak sempat bermain.
Peneliti Sosiologi Pendidikan di Pusat Riset Kependudukan BRIN
EXTRAORDINARY Attorney Woo (2022) menjadi salah satu drama asal Korea Selatan yang sedang menarik minat para pecinta drama Korea (drakor). Mengapa drama ini menarik? Pertama, drama ini menyajikan kisah Woo Young-Woo (Park Eun-Bin), pengacara pintar, yang merupakan penyandang autism, dalam menangani kasus-kasus di pengadilan.
Secara cerdas dan jenaka Woo Young-Woo menyelesaikan satu per satu kasus yang ditanganinya. Ada juga situasi di mana para penonton disajikan betapa penyandang autisme harus menghadapi berbagai prasangka dan persoalan yang tidak mudah dihadapi.
Kedua, drama ini menampilkan beberapa kasus yang dapat menjadi hiburan sekaligus pencerahan. Dalam proses ini kita dapat menyaksikan bagaimana drakor berhasil menyajikan perspektif tentang situasi harian yang dihadapi masyarakat Korea. Isu tentang perundungan, cekcok akibat warisan, isu hak cipta, isu pengambil alihan tanah untuk pembangunan, pendidikan yang menuntut kompetisi, dan kasus-kasus lainnya.
Cerminan Realitas
Dalam beberapa hal, meskipun tentu konstruksi drama pasti imajinasi sang penulis skenario, apa yang disampaikan dalam drama tersebut menarik untuk ditelaah dan dalam beberapa aspek menjadi cerminan realitas keseharian.
Dalam konteks pertama, informasi memadai mengenai para penyandang autisme masih perlu terus disampaikan ke publik. Dan, dalam kehidupan keseharian kita masih menyimpan banyak prasangka dan memarjinalkan para penyandang autisme.
Dalam konteks pendidikan misalnya, sistem pendidikan formal di Indonesia masih menghadapi banyak tantangan dalam mengakomodasi kebutuhan anak-anak penyandang autism (Ekaputri dan Afriansyah, 2020).
Ada tantangan secara kebijakan maupun budaya dalam mengakomodasi kebutuhan pendidikan anak-anak penyandang autisme. Dalam konteks tersebut, penyebaran pengetahuan melalui berbagai kanal informasi termasuk melalui drama atau film menjadi penting. Saat ini jika kita telusur, sudah banyak film dan drama yang mengangkat isu autisme.
Untuk konteks kedua, ragam isu yang ditampilkan di drakor tersebut nampak sekali memotret kehidupan di Korea Selatan saat ini. Dalam episode sembilan misalnya disajikan kasus penculikan yang dilakukan oleh seseorang (Bang Gu-ppong) yang mendaku sebagai Panglima Tentara Pembebasan Anak-anak.
Panglima Tentara Pembebasan Anak-anak ini ingin melepaskan anak-anak dari jerat sekolah, orangtua, dan akademi. Ia mengajukan tiga tuntutan yaitu, pertama, anak-anak harus segera bermain. Kedua, anak-anak harus segera sehat. Dan, ketiga, anak-anak harus segera bahagia.
Mengapa ia mengajukan tuntutan tersebut, sebab dalam pandangannya sekolah, lembaga kursus, dan orangtua di Korea Selatan begitu menuntut anak untuk menjadi kompetitif sejak dini. Anak-anak harus belajar sampai malam hingga tidak sempat bermain.