Seni Memimpin di Era Normal baru
loading...
A
A
A
Sedangkan perilaku Jonan yang dinilai mencontohkan cara tercermin dari penerapan kebijakan 'Pisami' atau Piket Sabtu Minggu yang mewajibkan para manajer turun ke lapangan untuk memantau operasi kereta api. Cara itu menurut Jonan akan membuat manajer dan KAI paham kondisi lapangan.
Jonan sebagai pimpinan tertinggi hampir tidak pernah absen dalam melakukannya. Jonan dinilai memberi contoh dan menjadi teladan dengan tidak hanya membuat dan mengarahkan, tetapi juga menerapkan tata kelola perusahaan yang baik dalam kegiatan kesehariannya.
Sebelum Jonan memimpin di tahun 2009, KAI menghadapi masalah berat. Pada 2007, KAI rugi Rp38,6 miliar yang meningkat menjadi Rp82,6 miliar setahun kemudian. Kualitas infrastruktur yang terus menurun, fasilitas telah melewati batas usia pelayanan, jumlah lokomotif menurun, kualitas pelayanan rendah, banyaknya back-log, keamanan dan keselamatan penumpang yang tidak terjamin merupakan sejumlah persoalan yang akhirnya membuat perusahaan masuk kategori BBB (kondisi kurang sehat).
Persoalan yang dihadapi tidak hanya dari aspek teknis, tetapi juga aspek sumber daya manusia. Misalnya disiplin yang rendah, orientasi karyawan yang lebih mengutamakan kepentingan diri daripada kepentingan pelanggan, implementasi tata kelola perusahaan yang buruk, dan tidak adanya kepemimpinan yang visioner.
Praktik kepemimpinan yang ditunjukkan Jonan mendorong terjadinya perubahan pola pikir karyawan menjadi “Mengutamakan Perusahaan dan Pelanggan”. Karyawan menjadi lebih disiplin, menjalankan tata kelola perusahaan dengan lebih baik, dan mendukung Jonan dalam melakukan serangkaian koreksi pada aspek organisasi yang lainnya.
Dalam waktu singkat setelah inisiatif perubahan diimplementasikan, pada tahun yang sama di 2009, tercapai Quick Win: KAI berhasil memperbaiki kinerjanya secara signifikan. Perusahaan berhasil meraih laba bersih Rp155 miliar dan kondisi kesehatan perusahaan berhasil masuk kategori A atau Sehat (Djuraid, 2013). Praktik kepemimpinan Ignasius Jonan terbukti berhasil membawa perubahan yang signifikan positif pada KAI.
Mengakhiri tulisan ini, mengutip penggalan lagu kesukaan penulis The Climb yang dibawakan Miley Cyrus. Lagu ini mengisahkan tentang perjuangan yang kita hadapi dan peluang yang kita ambil, menuntut kita untuk terus bergerak maju, tetap kuat, dan mendorong diri dengan penuh keyakinan.
Karena saat kita berhasil mendaki satu gunung, akan ada gunung lain yang harus didaki berikutnya. Diharapkan dengan menerapkan kelima praktek seni memimpin, individu dan organisasi menjadi lebih siap berubah dalam menghadapi Era Normal Baru dan era normal lainnya yang akan datang berikutnya. Intinya, tidak jatuh, tetapi terus mendaki.
Mari para pemimpin, asah seni (cita, rasa dan karsa) Anda dalam memampukan individu dan organisasi yang Anda pimpin menghadapi dan bahkan menguasai Era Normal Baru. Sulitkah melatih mereka untuk belajar hal baru? Ya. Namun sulit bukan berarti tidak bisa. Itu kabar baiknya.
Tetap semangat menjalani petualangan seru pada era normal baru. Teruslah mendaki!
Jonan sebagai pimpinan tertinggi hampir tidak pernah absen dalam melakukannya. Jonan dinilai memberi contoh dan menjadi teladan dengan tidak hanya membuat dan mengarahkan, tetapi juga menerapkan tata kelola perusahaan yang baik dalam kegiatan kesehariannya.
Sebelum Jonan memimpin di tahun 2009, KAI menghadapi masalah berat. Pada 2007, KAI rugi Rp38,6 miliar yang meningkat menjadi Rp82,6 miliar setahun kemudian. Kualitas infrastruktur yang terus menurun, fasilitas telah melewati batas usia pelayanan, jumlah lokomotif menurun, kualitas pelayanan rendah, banyaknya back-log, keamanan dan keselamatan penumpang yang tidak terjamin merupakan sejumlah persoalan yang akhirnya membuat perusahaan masuk kategori BBB (kondisi kurang sehat).
Persoalan yang dihadapi tidak hanya dari aspek teknis, tetapi juga aspek sumber daya manusia. Misalnya disiplin yang rendah, orientasi karyawan yang lebih mengutamakan kepentingan diri daripada kepentingan pelanggan, implementasi tata kelola perusahaan yang buruk, dan tidak adanya kepemimpinan yang visioner.
Praktik kepemimpinan yang ditunjukkan Jonan mendorong terjadinya perubahan pola pikir karyawan menjadi “Mengutamakan Perusahaan dan Pelanggan”. Karyawan menjadi lebih disiplin, menjalankan tata kelola perusahaan dengan lebih baik, dan mendukung Jonan dalam melakukan serangkaian koreksi pada aspek organisasi yang lainnya.
Dalam waktu singkat setelah inisiatif perubahan diimplementasikan, pada tahun yang sama di 2009, tercapai Quick Win: KAI berhasil memperbaiki kinerjanya secara signifikan. Perusahaan berhasil meraih laba bersih Rp155 miliar dan kondisi kesehatan perusahaan berhasil masuk kategori A atau Sehat (Djuraid, 2013). Praktik kepemimpinan Ignasius Jonan terbukti berhasil membawa perubahan yang signifikan positif pada KAI.
Mengakhiri tulisan ini, mengutip penggalan lagu kesukaan penulis The Climb yang dibawakan Miley Cyrus. Lagu ini mengisahkan tentang perjuangan yang kita hadapi dan peluang yang kita ambil, menuntut kita untuk terus bergerak maju, tetap kuat, dan mendorong diri dengan penuh keyakinan.
Karena saat kita berhasil mendaki satu gunung, akan ada gunung lain yang harus didaki berikutnya. Diharapkan dengan menerapkan kelima praktek seni memimpin, individu dan organisasi menjadi lebih siap berubah dalam menghadapi Era Normal Baru dan era normal lainnya yang akan datang berikutnya. Intinya, tidak jatuh, tetapi terus mendaki.
Mari para pemimpin, asah seni (cita, rasa dan karsa) Anda dalam memampukan individu dan organisasi yang Anda pimpin menghadapi dan bahkan menguasai Era Normal Baru. Sulitkah melatih mereka untuk belajar hal baru? Ya. Namun sulit bukan berarti tidak bisa. Itu kabar baiknya.
Tetap semangat menjalani petualangan seru pada era normal baru. Teruslah mendaki!