Seni Memimpin di Era Normal baru
loading...
A
A
A
Ternyata Charles tidak hanya sekadar mengikuti program kebugaran. Ia bahkan menjadi seorang atlet lintasan, lapangan, lari cepat, dan berkompetisi sebagai atlet master.
Ia juga menulis buku “Age is just a number: What is a 97 Year Old Record Breaker Can Teach Us About Growing Older”. Sampai akhir hayatnya di usia 98 tahun, Charles berhasil memenangkan lebih dari 100 penghargaan kebugaran di berbagai bidang olahraga, termasuk binaraga dan dayung.
Ia memenangkan banyak medali di World Masters Regatta, sebuah perlombaan berlayar yang berlangsung dengan jarak 1.000 meter dan diikuti lebih dari 3.000 pendayung peserta lomba.
Sungguh sangat mengagumkan kisah hidup dari kedua pak tua di atas. Dua figur di atas menunjukkan usia tua terbukti tidak menjadi penghambat seseorang untuk belajar hal baru. Jika mereka bisa, mestinya kita juga siap dan mampu belajar menghadapi Era Normal Baru.
Sulitkah untuk belajar hal baru? Ya. Tetapi sulit bukan berarti tidak bisa. Itu kabar baiknya. Even an old dog can learn new things.
Lalu bagaimana peran pemimpin dalam memampukan individu dan organisasi yang dipimpinnya untuk siap menghadapi dan bahkan mampu menguasai Era Normal Baru? Pada saat menerapkan perubahan pada organisasi, para pemimpin memainkan peran yang sangat penting dan strategis.
Menurut Burnes (2014), implementasi perubahan dalam skala organisasi membutuhkan pemimpin transformasional yang mampu memobilisasi pengikut untuk secara sukarela menerapkan perubahan (Hughes, Ginnet, dan Curphy 1999).
Terdapat lima praktik utama seni memimpin dari seorang pemimpin transformasional menurut Kouzes dan Posner (2017). Pertama, pemimpin haruslah seorang yang menjadi panutan. Ing ngarso sung tulodo. Untuk itu pemimpin harus kredibel -dapat diandalkan dan dapat dipercaya.
Pemimpin harus memiliki nilai-nilai yang jelas sebagai dasar dari setiap tindakan dan keputusannya. Nilai-nilai tersebut harus dikomunikasikan dengan jelas kepada anggota organisasi, tidak hanya melalui perkataan, tetapi terutama dalam tindakan. Walk the talk. Sehingga setiap anggota organisasi dapat melihat, mengikuti, dan menjalankan nilai-nilai tersebut secara bersama.
Kedua, pemimpin harus bisa menginspirasi untuk terbentuknya visi bersama, khususnya visi pada konteks Era Normal Baru. Pemimpin harus paham betul apa yang dimaksudkan dengan Era Normal Baru.
Ia juga menulis buku “Age is just a number: What is a 97 Year Old Record Breaker Can Teach Us About Growing Older”. Sampai akhir hayatnya di usia 98 tahun, Charles berhasil memenangkan lebih dari 100 penghargaan kebugaran di berbagai bidang olahraga, termasuk binaraga dan dayung.
Ia memenangkan banyak medali di World Masters Regatta, sebuah perlombaan berlayar yang berlangsung dengan jarak 1.000 meter dan diikuti lebih dari 3.000 pendayung peserta lomba.
Sungguh sangat mengagumkan kisah hidup dari kedua pak tua di atas. Dua figur di atas menunjukkan usia tua terbukti tidak menjadi penghambat seseorang untuk belajar hal baru. Jika mereka bisa, mestinya kita juga siap dan mampu belajar menghadapi Era Normal Baru.
Sulitkah untuk belajar hal baru? Ya. Tetapi sulit bukan berarti tidak bisa. Itu kabar baiknya. Even an old dog can learn new things.
Lalu bagaimana peran pemimpin dalam memampukan individu dan organisasi yang dipimpinnya untuk siap menghadapi dan bahkan mampu menguasai Era Normal Baru? Pada saat menerapkan perubahan pada organisasi, para pemimpin memainkan peran yang sangat penting dan strategis.
Menurut Burnes (2014), implementasi perubahan dalam skala organisasi membutuhkan pemimpin transformasional yang mampu memobilisasi pengikut untuk secara sukarela menerapkan perubahan (Hughes, Ginnet, dan Curphy 1999).
Terdapat lima praktik utama seni memimpin dari seorang pemimpin transformasional menurut Kouzes dan Posner (2017). Pertama, pemimpin haruslah seorang yang menjadi panutan. Ing ngarso sung tulodo. Untuk itu pemimpin harus kredibel -dapat diandalkan dan dapat dipercaya.
Pemimpin harus memiliki nilai-nilai yang jelas sebagai dasar dari setiap tindakan dan keputusannya. Nilai-nilai tersebut harus dikomunikasikan dengan jelas kepada anggota organisasi, tidak hanya melalui perkataan, tetapi terutama dalam tindakan. Walk the talk. Sehingga setiap anggota organisasi dapat melihat, mengikuti, dan menjalankan nilai-nilai tersebut secara bersama.
Kedua, pemimpin harus bisa menginspirasi untuk terbentuknya visi bersama, khususnya visi pada konteks Era Normal Baru. Pemimpin harus paham betul apa yang dimaksudkan dengan Era Normal Baru.