Semut: Kolaborasi, Pajak dan Tauladan Manusia

Selasa, 30 Juni 2020 - 09:18 WIB
loading...
Semut: Kolaborasi, Pajak...
Dosen Program Pendidikan Vokasi Universitas Indonesia dan Founder Relawan Pajak Universitas Indonesia, Arie Widodo. Foto/Istimewa
A A A
Arie Widodo
Dosen Program Pendidikan Vokasi Universitas Indonesia
dan Founder Relawan Pajak Universitas Indonesia

“Satu, dua, tiga... Angkat... Terus... Maju terus... Belok kanan... Terus... Jangan buru-buru yang depan... “

BEGITULAH sekilas suasana suara aba-aba dari ketua adat dalam proses kegiatan pindah rumah yang dilakukan oleh masyarakat suku bugis di Sulawesi Selatan yang biasanya dikenal dengan nama Mappalette Bola.

Bagi yang belum lihat tradisi adat istiadat ini, perlu digambarkan bahwa kegiatan ini bukan cuma pindah rumah atau barang tapi memang tempat tinggal atau rumahnya secara fisik benar-benar dipindahkan ke tempat baru. Tapi rumah yang dipindahkan ini adalah rumah panggung yang hampir seluruhnya tersusun dari kayu atau bambu dan bukan rumah tembok seperti kebanyakan ditempati oleh masyarakat.

Jadi bahasa sederhananya, rumah tersebut digotong oleh masyarakat secara bersama-sama. Rumah yang begitu berat dan besar, diangkut bersama-sama dan dipindah ke tempat baru, jaraknya ada yang cuma ratusan meter dan kiloan meter.

Seluruh warga yang memindahkan rumah ini adalah laki-laki. Sedangkan perempuan menyiapkan perbekalan makanan dan minuman sejak dimulainya kegiatan hingga berakhirnya kegiatan. Awal kegiatan biasanya diawali dengan ritual doa selamatan yang dipimpin pemuka agama. Kemudian pemilik rumah dan dibantu masyarakat memindahkan perabotan yang ada di dalam rumah agar beban rumah menjadi lebih ringan. Tahap berikutnya dipasang bambu pada kaki-kaki panggung rumah untuk dijadikan pegangan saat mengangkat rumah.

Setelah siap semuanya, ketua adat yang memimpin prosesi pemindahan rumah ini memberikan aba-aba dan mengarahkan warga. Cukup banyak warga yang terlibat, jika rumahnya cukup besar dan jarak pemindahan cukup jauh maka warga yang terlibat bisa mencapai ratusan orang. Ada dua cara proses memindahkan, ada dengan cara didorong jika jaraknya tidak jauh dan cara digotong jika jaraknya cukup jauh.

Semut

Kegiatan rutin dan masih lestari ini sama persis dengan kegiatan yang dilakukan oleh semut. Mahluk hidup kecil yang jumlah spesiesnya mencapai 20.000 ini sangat memberikan inspirasi hidup untuk kita semua. Bagi kita yang sering mengamati kehidupan semut akan banyak hikmah yang bisa kita petik dan contoh yang bisa kita tiru. Beberapa hal yang bisa dipelajari dari kehidupan semut antara lain :

1. Kuat, meski postur tubuhnya kecil namun kekuatan untuk mengangkat benda bisa sampai puluhan kali lipat dari berat badannya. Manusia? Mungkin cuman atlet angkat besi saja yang bisa melakukan itupun tidak lebih dari 5 kali dari berat tubuhnya.

2. Rela berbagi, pernah lihatkan semut kalau sedang makan tidak pernah ada yang bertengkar atau berkelahi. Semua makanan yang ditemui pasti dinikmati bersama.

3. Disiplin, pola jalan semut sangat teratur dan berbaris. Tidak ada komando dari semut jantan, tapi tingkat kedisiplinannya justru sangat tinggi.

4. Saling kenal dan saling sapa, kalau mereka bertemu seperti bersalaman satu sama lain. Ada rasa senasib sepenanggungan. Beberapa peneliti menyebutnya sebagai trophyllaxis.

5. Kepentingan bersama, mendahulukan kepentingan bersama dari pada kepentingan pribadi. Kita tidak pernah lihat ada semut kaya atau semut miskin dan tidak ada gaya bossy di kehidupan mereka.

6. Selalu bersatu, kekuatan semut itu berada di sifat kekompakannya. Saling menguatkan satu sama lain. Coba amati kalau semut sedang menyeberang antar dahan di pohon, mereka saling membantu dan tolong-menolong. Saat rumah mereka diganggu atau dirusak, semut akan reaktif untuk melawan.

7. Job description yang jelas. Pernah lihat rumah atau sarang semut? Rumah mereka rapih dan teratur. Deskripsi tugas mereka seperti sudah diatur. Peran semut ratu sebagai pendiri koloni adalah cuman bertelur. Semut pekerja yang semuanya adalah betina tugasnya adalah merawat sang ratu, mengurus telur-telur ratu, mencari makan, buang kotoran dan mengawasi kalau terjadi konflik di koloni. Sedangkan semut pejantan yang bersayap ketika dewasa adalah mengawini ratu semut muda.

8. Etos kerja yang tinggi, gotong royong, bahu membahu dan saling bekerjasama dalam mencapai tujuan yang sama. Team work yang bagus dan solid, cepat tanggap, eksekusi kerja yang baik, tidak saling menyalahkan, tidak mempertanyakan tugas semut lain, tidak berdebat kusir.

9. Antisipatif, menyimpan makanan cair diperutnya. Semut selalu mengumpulkan persediaan makanan di musim panas untuk menghadapi musim dingin. Dengan mengasumsikan bahwa semua musim panas adalah musim dingin, maka mengindikasikan bahwa mereka termasuk mahluk pekerja keras, bergerak tidak pernah berhenti, tidak kenal menyerah, tidak ada kata malas dan tidak pernah putus asa.

10. Menanggung beban saudara sebangsanya. Dikutip dari Surat Al-Naml ayat 18, Allah SWT berfirman: "Hingga apabila mereka sampai di lembah semut berkatalah seekor semut: Hai semut-semut, masuklah ke dalam sarang-sarangmu” (QS. An-Naml: 18).

Ketika Nabi Sulaiman AS datang bersama bala tentaranya, seekor semut merasakan akan ada ancaman bahaya yang menerpa kaumnya dan bangsanya, dengan spontan ia berkata: ada bahaya…. Ayo selamatkan diri kalian, sebagaimana di dalam Al-Qur’an: “agar kamu tidak diinjak oleh Sulaiman dan tentaranya, sedangkan mereka tidak menyadari”. (QS. An-Naml: 18).

Kolaborasi

Berapa banyak diantara kita yang merasakan seperti yang dirasakan dan dialami oleh semut? Apakah pernah terbersit di otak kita bahwa kita ingin berusaha menyelamatkan bangsa, ingin berbuat sesuatu untuk kehidupan bangsanya? Sudahkah kita mengambil peran atau partisipatif di negeri ini ?

Coba kita lihat di kehidupan kita sendiri, sudah berapa banyak yang kita lakukan untuk bangsa dan negara ? Kebanyakan dari kita cukup enggan memikirkan dan melakukan sesuatu yang memiliki dampak yang sangat besar dan dibutuhkan banyak pihak. Sebagian dari kita masih berkutat dengan kepentingan pribadi dalam pemenuhan kebutuhan sendiri. Padahal kehidupan kita ternyata dibantu dan disuplai oleh para pembayar pajak. Jalan raya, rumah sakit, jembatan, sekolah, jalan tol, infrastruktur, Pelabuhan dan lain-lain adalah sebagian dari fasilitas yang dibiayai dari pajak.

Pajaklah yang menompang biaya pembangunan di Indonesia. Jika melihat postur APBN 2020 di Peraturan Presiden Nomor 72 tahun 2020 tanggal 24 Juni 2020, target penerimaan pajak pada tahun 2020 sebesar Rp. 1.404,5 Triliun atau sekitar 82 % dari total penerimaan negara. Bahkan diprediksi akan mengalami defisit anggaran sebesar 6,34% atau setara Rp1.039,2 triliun karena pandemic covid-19.

Jika kita telusuri dalam kondisi normal, infografis penerimaan pajak di Indonesia lima tahun terakhir tidak ada satu tahun pun yang mencapai target pemerintah. Di kondisi normal saja tidak tercapai, apakah dalam kondisi covid-19 saat ini akan tercapai ?

Penulis yakin bahwa pemerintah selalu melakukan pembenahan pelayanan prima dan menerapkan peraturan disesuaikan dengan kondisi terbaru. Perlu upaya melakukan manajemen risiko dalam proses penerimaan pajak wajib dilakukan di setiap lingkungan kantor pelayanan pajak.

Jokowinarno (2009) memberikan definisi mitigasi merupakan tindakan-tindakan untuk mengurangi atau meminimalkan potensi dampak negatif dari suatu bencana. Tujuan utama dari mitigasi risiko adalah untuk mengurangi atau bahkan meniadakan risiko serta dampak dari risiko tersebut.

Perlu diperhatikan bahwa pembangunan bukan hanya tugas pemerintah. Namun tugas semua warga negara. Upayakan masing-masing mengambil peran sesuai dengan bidang dan keahlian yang dimiliki.

1. Pemerintah melalui petugas pajak adalah menjalankan fungsi pelayanan prima, fasilitator dengan menciptakan kondisi yang kondusif untuk proses pembangunan.

2. Akademisi, peningkatan kualitas sumber daya manusia, mencetak generasi yang tangguh, mencerdaskan kehidupan bangsa.

3. Wajib pajak, jadilah Wajib Pajak yang baik dan patuh terhadap peraturan. Pemerintah pun hanya akan mengenakan pajak ketika kondisi dalam menyenangkan (convenience) dan berkeadilan (equality). Seperti saat Covid-19 ini cukup banyak peraturan yang meringankan beban pajak para Wajib Pajak.

4. Relawan pajak, selain berperan sebagai agent of change (agen perubahan), sekelompok anak-anak muda ini bisa menjadi motor penggerak informasi dan edukasi kepada masyarakat tentang ilmu perpajakan.

5. Perbankan, mempermudah proses pinjam meminjam masyarakat. Dalam upaya menumbuhkan perekonomian sehingga memiliki dampak terhadap penghasilan yang akan diterima oleh masyarakat.

6. Media, memberikan informasi positif dan bermanfaat untuk pembaca.

7. Pihak lain-lain, misal komunitas UMKM berbagi strategi berbisnis dalam menghadapi kondisi covid-19.

Perlu adanya inisiator-inisiator penggerak yang melibatkan semua elemen masyarakat. Percayalah, tidak ada yang berat untuk mencapai target penerimaan pajak jika kita melaksanakan secara bersama-sama. Betapa pentingnya gotong-royong dan kolaborasi. Jangan semua pihak menyerahkan tugas penerimaan negara hanya ke petugas pajak. Jangan pula menyalahkan mereka jika tidak tercapai. Karena itu adalah tugas kita semua sebagai anak bangsa.

Dengan makna tolong menolong, bahu membahu dengan bayar pajak, maka secara tidak langsung membantu kehidupan kita juga.

Maka bertasawuf dan meneladani semut menjadi sangatlah penting buat kita semua. Karena kita lahir di tempat yang sama, hidup di tempat yang sama dan akan meninggal di tempat yang sama pula, yaitu Indonesia.
(dam)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.0902 seconds (0.1#10.140)