Keberpihakan Fiskal Masyarakat Rentan

Senin, 27 April 2020 - 06:25 WIB
loading...
Keberpihakan Fiskal Masyarakat Rentan
Prof Chandra Fajri Ananda. Foto/Istimewa
A A A
Prof Candra Fajri Ananda
Staf Khusus Menteri Keuangan Republik Indonesia

Penyebaran wabah Covid-19 masih terus meluas dan belum menunjukkan penurunan, bahkan hingga kini juga belum ada kepastian tentang berakhirnya pandemi. Hal yang pasti terjadi saat ini adalah peningkatan jumlah pengangguran dalam jumlah besar dan ancaman mudik dari para pekerja migran.

Sektor pertama yang paling terdampak akibat wabah Covid-19 di Indonesia ialah sektor pariwisata. Hotel, restoran, tempat-tempat wisata, bandara, pelabuhan pengunjungnya sudah menurun drastis akibat korona, bahkan tidak sedikit yang kini telah merumahkan para pekerjanya. Selain itu, lapangan usaha lain yang juga mengalami dampak buruk akibat Covid-19 adalah penyediaan akomodasi dan makan minum, transportasi, pergudangan, dan perdagangan, baik perdagangan besar maupun eceran.

Di luar pekerja formal tersebut, kelompok yang mengalami dampak paling parah adalah pekerja bebas atau pekerja lepas, berusaha sendiri (yang pada umumnya berskala mikro), berusaha sendiri dengan dibantu buruh tidak tetap/buruh tidak dibayar, dan pekerja keluarga/tak dibayar. Center of Reform on Economics (CORE) memperkirakan akan terjadi peningkatan jumlah pengangguran terbuka pada kuartal II/2020 dengan skenario terburuk mencapai 9,35 juta orang.

Selain masalah PHK di sektor formal, pemerintah juga perlu memperhatikan kesinambungan mata pencaharian di sektor informal. Pasalnya, daya tahan ekonomi para pekerja di sektor informal relatif rapuh, terutama bagi yang bergantung pada penghasilan harian, mobilitas orang, dan aktivitas orang-orang yang bekerja di sektor formal. Terlebih lagi jumlah pekerja di sektor informal di Indonesia lebih besar dibanding pekerja sektor formal, yakni mencapai 71,7 juta orang atau 56,7% dari total jumlah tenaga kerja.

Peran (Extraordinary) Pemerintah

Fungsi pemerintah dalam menjaga kestabilan perekonomian sangat jelas, yakni bertugas untuk stabilisasi, alokasi, dan distribusi sumber daya. Pada fungsi alokasi ini, pemerintah memainkan peranan dalam pengalokasian anggaran untuk kepentingan publik atau penyelenggaraan pemerintahan yang pada akhirnya juga dalam rangka pelayanan publik. Selain itu, fungsi lain termasuk juga pemerataan pendapatan dan pengentasan kemiskinan (fungsi distribusi) serta penciptaan lingkungan makroekonomi yang kondusif (fungsi stabilisasi). Fungsi-fungsi dasar tersebut dalam praktiknya diterjemahkan sebagai regulasi aturan main (kebijakan fiskal).

Otoritas kebijakan fiskal di pemerintahan sebagian besar berada di bawah Kementerian Keuangan (Kemenkeu), sedangkan otoritas kebijakan moneter berada di bawah Bank Indonesia (BI), dengan dukungan legal formal masing-masing. Keduanya mengacu pada dua instrumen kebijakan yang digunakan untuk mempengaruhi kegiatan ekonomi suatu negara.

Ada kalanya perekonomian suatu negara mengalami masa redup, di mana tingkat pengangguran tinggi dan daya beli masyarakat rendah, sebagaimana yang tengah terjadi saat ini. Jika dibiarkan berlangsung terus-menerus, perekonomian negara bisa semakin terpuruk sehingga mengalami krisis. Pada saat inilah kebijakan fiskal mengambil peranan melalui penurunan tarif pajak dan meningkatkan pengeluaran pemerintah. Tak hanya dengan kebijakan fiskal, tingginya tingkat pengangguran yang mengakibatkan daya beli rendah juga dapat diatasi dengan menerapkan kebijakan moneter. BI akan berusaha mendorong likuiditas di pasar tetap tinggi dengan menurunkan GWM (giro wajib minimum) atau bahkan menurunkan 7-days reverse repo rate-nya.

Mengingat situasi ekonomi kita saat ini adalah di luar kondisi normal, seluruh kebijakan harus keluar dari koridor normalnya walaupun dengan tetap berada dalam kepatuhan tata kelola yang benar. Sebagai salah satu bentuk kebijakan extraordinary pemerintah di masa pandemi ini, pemerintah telah mengeluarkan Perppu Nomor 1/2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19. Pemerintah memberanikan diri untuk melampaui 3% dari produk domestik bruto (PDB) selama masa penanganan Covid-19 hingga berakhirnya Tahun Anggaran 2022.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1603 seconds (0.1#10.140)