Anak-Anak, Kembalilah Bermain!
loading...
A
A
A
Ini sejalan dengan temuan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), selama masa pandemi, 79% anak diperbolehkan menggunakan gawai selain untuk belajar. Kemudian, 71,3% anak memiliki gawai sendiri, dan 79% anak menggunakan gawai tanpa ada aturan dari orang tua.
Data ini tentu saja menjadi temuan yang menarik karena hal ini menunjukkan bahwa ‘kesibukan’ anak cenderung teralihkan ke aktivitas online ketimbang bermain di luar rumah di saat pandemi. Kondisi ini tentu harus menjadi perhatian serius karena di balik sisi positifnya penggunaan gadget untuk sekolah, ada ancaman lain yang mengintai dari kebiasaan berselancar di internet. Beberapa ancaman tersebut antara lain, pornografi, kekerasan, hingga perundungan secara siber.
Tidak mudah memang untuk mengurangi kebiasaan anak yang sudah keranjingan ponsel. Namun, hal itu bukan tidak mungkin. Saat ini, seiring berkurangnya kasus positif Covid-19 yang diikuti mulai aktifnya sejumlah kegiatan di luar rumah, bisa menjadi momentum agar anak-anak kembali bermain. Kesempatan ini harus dimanfaatkan agar paling tidak anak tidak melulu di depan layar monitor.
Para orang tua juga harus turut mendukung dengan mengajak anak-anak kembali beraktivitas di luar rumah. Perkenalkan kembali anak dengan ragam permainan tradisional untuk menstimulasi kreativitas sekaligus bersosialisasi dengan sebayanya.
Dengan demikian, setidaknya orang tua bisa turut mengembangkan potensi anak sesuai dengan amanat para Peraturan Presiden Nomor 25/201 tentang Kebijakan Kabupaten/Kota Layak. Dalam salah satu pasalnya disebutkan bahwa dalam mendukung pemenuhan hak anak, maka ada beberapa faktor yang harus dipenuhi, yakni hak sipil dan kebebasan, lingkungan keluarga dan pengasuhan alternatif, kesehatan dasar dan kesejahteraan, pendidikan, pemanfaatan waktu luang, dan kegiatan budaya, serta perlindungan khusus.
Khusus terkait pendidikan dan pemanfaatan waktu luang, tidak ada salahnya apabila anak terus diarahkan untuk aktivitas fisik yang lebih positif ketimbang hanya bermain gadget. Ini agar anak terbiasa bergerak agar lebih sehat.
Data ini tentu saja menjadi temuan yang menarik karena hal ini menunjukkan bahwa ‘kesibukan’ anak cenderung teralihkan ke aktivitas online ketimbang bermain di luar rumah di saat pandemi. Kondisi ini tentu harus menjadi perhatian serius karena di balik sisi positifnya penggunaan gadget untuk sekolah, ada ancaman lain yang mengintai dari kebiasaan berselancar di internet. Beberapa ancaman tersebut antara lain, pornografi, kekerasan, hingga perundungan secara siber.
Tidak mudah memang untuk mengurangi kebiasaan anak yang sudah keranjingan ponsel. Namun, hal itu bukan tidak mungkin. Saat ini, seiring berkurangnya kasus positif Covid-19 yang diikuti mulai aktifnya sejumlah kegiatan di luar rumah, bisa menjadi momentum agar anak-anak kembali bermain. Kesempatan ini harus dimanfaatkan agar paling tidak anak tidak melulu di depan layar monitor.
Para orang tua juga harus turut mendukung dengan mengajak anak-anak kembali beraktivitas di luar rumah. Perkenalkan kembali anak dengan ragam permainan tradisional untuk menstimulasi kreativitas sekaligus bersosialisasi dengan sebayanya.
Dengan demikian, setidaknya orang tua bisa turut mengembangkan potensi anak sesuai dengan amanat para Peraturan Presiden Nomor 25/201 tentang Kebijakan Kabupaten/Kota Layak. Dalam salah satu pasalnya disebutkan bahwa dalam mendukung pemenuhan hak anak, maka ada beberapa faktor yang harus dipenuhi, yakni hak sipil dan kebebasan, lingkungan keluarga dan pengasuhan alternatif, kesehatan dasar dan kesejahteraan, pendidikan, pemanfaatan waktu luang, dan kegiatan budaya, serta perlindungan khusus.
Khusus terkait pendidikan dan pemanfaatan waktu luang, tidak ada salahnya apabila anak terus diarahkan untuk aktivitas fisik yang lebih positif ketimbang hanya bermain gadget. Ini agar anak terbiasa bergerak agar lebih sehat.
(ynt)