Anak-Anak, Kembalilah Bermain!
loading...
A
A
A
Peringatan Hari Anak Nasional (HAN) pada 23 Juli pekan lalu harus menjadi momentum untuk perbaikan sejumlah hal terkait pemenuhan hak anak-anak. Di samping itu, peringatan HAN juga merupakan saat yang tepat bagi para orang tua dan pihak-pihak berwenang terkait untuk merenungkan kembali sejauh mana anak-anak yang notabene menjadi tumpuan masa depan bangsa ini mendapatkan perhatian yang semestinya.
Di saat pandemi, para orang tua merasakan betul bagaimana anak-anak mengalami beberapa perubahan kebiasaan yang sebelumnya belum pernah terjadi. Mulai dari pendidikan, kesehatan, hingga kebiasaan-kebiasaan baru terkait cara bermain.
Ketiga hal di atas termasuk yang aktivitas yang paling kentara perubahannya. Di sektor pendidikan, saat pandemi melanda pada Maret 2020, metode belajar mengajar di sekolah berubah drastis. Kala itu, anak terpaksa tidak hadir secara fisik ke sekolah untuk menghindari kontak fisik.
Belajar mengajar pun dilakukan secara online menggunakan fasilitas internet. Model pembelajaran ini tentu saja membuat siswa dan guru pengajar harus terbiasa menggunakan gawai seperti smartphone, komputer, atau laptop.
Gagap. Begitu kesan yang muncul dan dialami saat itu. Kegagapan ini tidak bisa disangkal mengingat pendemi telah memaksa munculnya kebiasaan-kebiasaan baru di masyarakat menyangkut aktivitas keseharian.
Di sektor kesehatan, perubahan juga terlihat dari bagaimana keluarga-keluarga menyiapkan anak-anaknya selalu bersih setiap saat. Masker, hand sanitizer, dan kebiasaan mencuci tangan menjadi tiga hal yang nyaris tak pernah dilupakan demi menghindari virus korona.
Perubahan lain pada anak akibat pandemi yang kini sudah memasuki tahun ketiga adalah terkait kebiasaan bermain. Kebiasaan ini bagaimanapun diakui tidak bisa lepas dari dunia anak. Apapun kondisi yang ada, bermain adalah naturnya anak. Maka, pandemi menjadi batu ujian yang cukup menantang bagi para orang tua untuk menyediakan sarana bermain bagi anak-anak.
Ujian bagi orang tua ini sangat terasa karena saat pandemi anak-anak mau tidak mau begitu dekat dengan gadget untuk sekolah online. Masalah kemudian muncul ketika di luar waktu sekolah pun ternyata banyak anak yang cenderung tak bisa lepas dari telepon seluler. Aktivitas berselancar di media sosial dan bermain gim pun menjadi hal yang lumrah dilakukan anak-anak, bahkan kalangan anak prasekolah.
Ini sejalan dengan temuan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), selama masa pandemi, 79% anak diperbolehkan menggunakan gawai selain untuk belajar. Kemudian, 71,3% anak memiliki gawai sendiri, dan 79% anak menggunakan gawai tanpa ada aturan dari orang tua.
Data ini tentu saja menjadi temuan yang menarik karena hal ini menunjukkan bahwa ‘kesibukan’ anak cenderung teralihkan ke aktivitas online ketimbang bermain di luar rumah di saat pandemi. Kondisi ini tentu harus menjadi perhatian serius karena di balik sisi positifnya penggunaan gadget untuk sekolah, ada ancaman lain yang mengintai dari kebiasaan berselancar di internet. Beberapa ancaman tersebut antara lain, pornografi, kekerasan, hingga perundungan secara siber.
Tidak mudah memang untuk mengurangi kebiasaan anak yang sudah keranjingan ponsel. Namun, hal itu bukan tidak mungkin. Saat ini, seiring berkurangnya kasus positif Covid-19 yang diikuti mulai aktifnya sejumlah kegiatan di luar rumah, bisa menjadi momentum agar anak-anak kembali bermain. Kesempatan ini harus dimanfaatkan agar paling tidak anak tidak melulu di depan layar monitor.
Para orang tua juga harus turut mendukung dengan mengajak anak-anak kembali beraktivitas di luar rumah. Perkenalkan kembali anak dengan ragam permainan tradisional untuk menstimulasi kreativitas sekaligus bersosialisasi dengan sebayanya.
Dengan demikian, setidaknya orang tua bisa turut mengembangkan potensi anak sesuai dengan amanat para Peraturan Presiden Nomor 25/201 tentang Kebijakan Kabupaten/Kota Layak. Dalam salah satu pasalnya disebutkan bahwa dalam mendukung pemenuhan hak anak, maka ada beberapa faktor yang harus dipenuhi, yakni hak sipil dan kebebasan, lingkungan keluarga dan pengasuhan alternatif, kesehatan dasar dan kesejahteraan, pendidikan, pemanfaatan waktu luang, dan kegiatan budaya, serta perlindungan khusus.
Khusus terkait pendidikan dan pemanfaatan waktu luang, tidak ada salahnya apabila anak terus diarahkan untuk aktivitas fisik yang lebih positif ketimbang hanya bermain gadget. Ini agar anak terbiasa bergerak agar lebih sehat.
Di saat pandemi, para orang tua merasakan betul bagaimana anak-anak mengalami beberapa perubahan kebiasaan yang sebelumnya belum pernah terjadi. Mulai dari pendidikan, kesehatan, hingga kebiasaan-kebiasaan baru terkait cara bermain.
Ketiga hal di atas termasuk yang aktivitas yang paling kentara perubahannya. Di sektor pendidikan, saat pandemi melanda pada Maret 2020, metode belajar mengajar di sekolah berubah drastis. Kala itu, anak terpaksa tidak hadir secara fisik ke sekolah untuk menghindari kontak fisik.
Belajar mengajar pun dilakukan secara online menggunakan fasilitas internet. Model pembelajaran ini tentu saja membuat siswa dan guru pengajar harus terbiasa menggunakan gawai seperti smartphone, komputer, atau laptop.
Gagap. Begitu kesan yang muncul dan dialami saat itu. Kegagapan ini tidak bisa disangkal mengingat pendemi telah memaksa munculnya kebiasaan-kebiasaan baru di masyarakat menyangkut aktivitas keseharian.
Di sektor kesehatan, perubahan juga terlihat dari bagaimana keluarga-keluarga menyiapkan anak-anaknya selalu bersih setiap saat. Masker, hand sanitizer, dan kebiasaan mencuci tangan menjadi tiga hal yang nyaris tak pernah dilupakan demi menghindari virus korona.
Perubahan lain pada anak akibat pandemi yang kini sudah memasuki tahun ketiga adalah terkait kebiasaan bermain. Kebiasaan ini bagaimanapun diakui tidak bisa lepas dari dunia anak. Apapun kondisi yang ada, bermain adalah naturnya anak. Maka, pandemi menjadi batu ujian yang cukup menantang bagi para orang tua untuk menyediakan sarana bermain bagi anak-anak.
Ujian bagi orang tua ini sangat terasa karena saat pandemi anak-anak mau tidak mau begitu dekat dengan gadget untuk sekolah online. Masalah kemudian muncul ketika di luar waktu sekolah pun ternyata banyak anak yang cenderung tak bisa lepas dari telepon seluler. Aktivitas berselancar di media sosial dan bermain gim pun menjadi hal yang lumrah dilakukan anak-anak, bahkan kalangan anak prasekolah.
Ini sejalan dengan temuan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), selama masa pandemi, 79% anak diperbolehkan menggunakan gawai selain untuk belajar. Kemudian, 71,3% anak memiliki gawai sendiri, dan 79% anak menggunakan gawai tanpa ada aturan dari orang tua.
Data ini tentu saja menjadi temuan yang menarik karena hal ini menunjukkan bahwa ‘kesibukan’ anak cenderung teralihkan ke aktivitas online ketimbang bermain di luar rumah di saat pandemi. Kondisi ini tentu harus menjadi perhatian serius karena di balik sisi positifnya penggunaan gadget untuk sekolah, ada ancaman lain yang mengintai dari kebiasaan berselancar di internet. Beberapa ancaman tersebut antara lain, pornografi, kekerasan, hingga perundungan secara siber.
Tidak mudah memang untuk mengurangi kebiasaan anak yang sudah keranjingan ponsel. Namun, hal itu bukan tidak mungkin. Saat ini, seiring berkurangnya kasus positif Covid-19 yang diikuti mulai aktifnya sejumlah kegiatan di luar rumah, bisa menjadi momentum agar anak-anak kembali bermain. Kesempatan ini harus dimanfaatkan agar paling tidak anak tidak melulu di depan layar monitor.
Para orang tua juga harus turut mendukung dengan mengajak anak-anak kembali beraktivitas di luar rumah. Perkenalkan kembali anak dengan ragam permainan tradisional untuk menstimulasi kreativitas sekaligus bersosialisasi dengan sebayanya.
Dengan demikian, setidaknya orang tua bisa turut mengembangkan potensi anak sesuai dengan amanat para Peraturan Presiden Nomor 25/201 tentang Kebijakan Kabupaten/Kota Layak. Dalam salah satu pasalnya disebutkan bahwa dalam mendukung pemenuhan hak anak, maka ada beberapa faktor yang harus dipenuhi, yakni hak sipil dan kebebasan, lingkungan keluarga dan pengasuhan alternatif, kesehatan dasar dan kesejahteraan, pendidikan, pemanfaatan waktu luang, dan kegiatan budaya, serta perlindungan khusus.
Khusus terkait pendidikan dan pemanfaatan waktu luang, tidak ada salahnya apabila anak terus diarahkan untuk aktivitas fisik yang lebih positif ketimbang hanya bermain gadget. Ini agar anak terbiasa bergerak agar lebih sehat.
(ynt)